MUI Jelaskan Alasan Game Masuk Pembahasan Fatwa

27 Maret 2019 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MUI yang membidangi fatwa Prof.Dr.Hj Huzaemah (kiri) Ketua komisi fatwa MUI Indonesia Hasan Huesein Abdul Fatah (tengah) dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh (kanan) ketika membuka FGD terkait isu keterkaitan game PUBG dengan peristiwa teror di Kantor MUI, Selasa (26/3). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MUI yang membidangi fatwa Prof.Dr.Hj Huzaemah (kiri) Ketua komisi fatwa MUI Indonesia Hasan Huesein Abdul Fatah (tengah) dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh (kanan) ketika membuka FGD terkait isu keterkaitan game PUBG dengan peristiwa teror di Kantor MUI, Selasa (26/3). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah melakukan kajian mengenai fatwa haram yang bisa saja diberikan untuk PUBG (PlayerUnknown's Battlegrounds) dan game online lainnya yang tengah populer di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Game bergenre battle royale seperti 'PUBG', 'Fortnite', dan lainnya dianggap menjadi pemicu aksi penembakan di Christchurch, Selandia Baru, beberapa waktu lalu. Padahal, sang pelaku Brenton Tarrant tidak pernah mengisyaratkan ada kaitan antara game dengan aksi penembakan yang ia perbuat.
Pada Selasa (26/3), MUI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pakar psikologi, asosiasi eSports Indonesia (IESPA), dan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia membahas dampak positif dan negatif pada game yang mengandung unsur kekerasan.
Dari hasil pertemuan tersebut, MUI memberi rekomendasi yang di antaranya, mengkaji pembatasan game lebih lanjut dan mendorong sisi positifnya melalui saluran eSports.
Ketua MUI yang membidangi fatwa Prof.Dr.Hj Huzaemah (kiri) Ketua komisi fatwa MUI Indonesia Hasan Huesein Abdul Fatah (tengah) dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh (kanan) ketika membuka FGD terkait isu keterkaitan game PUBG dengan peristiwa teror di Kantor MUI, Selasa (26/3). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Lantas, apakah MUI berhak mengkaji game atau permainan digital yang terasa asing jika keduanya dikaitkan? Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan, MUI memiliki hak memberikan pandangan akan suatu hal, termasuk game. Menurutnya, game adalah budaya yang bisa menimbulkan manfaat dan mudharat (rugi) untuk umat.
ADVERTISEMENT
"Mengapa MUI mengurus game? Kami jelaskan bahwa kita juga membantu memberikan pandangan soal maslahat (kebaikan) dan mudharat yang kita dapat dari game. Kita dengarkan pandangan dari KPAI, asosiasi eSports, kantor kepala kepresidenan yang konsen terhadap eSports," katanya saat ditemui di kantor MUI, Selasa (26/3).
Asrorun menambahkan, game dapat dioptimalkan sebagai produk budaya yang mendorong manfaat pada diri dan masyarakat, salah satunya melalui kompetisi olahraga elektronik atau eSports. Hal tersebut dapat meminimalisir efek negatif dari game yang mungkin bisa memicu kekerasan, seperti dikaitkan dengan terorisme.
"Unsur-unsur itu perlu diperhatikan dan kita harus memastikan hidup kita jauh dari tindakan kriminalitas terorisme," jelasnya.
Pada tahun 2017, MUI pernah mengeluarkan fatwa haram terhadap game offline yang terdapat unsur konten simulasi perjudian. "Haram karena memberikan hadiah untuk keuntungan semata mengarah ke perjudian yang dikarang oleh ajaran agama Islam," pungkas Asrorun.
ADVERTISEMENT