Pebisnis Data Center dan MASTEL Minta Pemerintah Tunda Revisi PP PSTE

6 November 2018 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi data center. (Foto: Akela999/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi data center. (Foto: Akela999/Pixabay)
ADVERTISEMENT
Bisnis data center di Indonesia sedang membara, lantaran pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Perusahaan yang telah membangun infrastruktur data center atau cloud computing di Indonesia, mengecam rencana tersebut, dan meminta pemerintah untuk menunda upaya revisi.
ADVERTISEMENT
Perusahaan data center yang tergabung dalam Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), kompak meminta pemerintah untuk menunda rencana revisi PP PSTE ini. MASTEL meminta penundaan dilakukan sampai dengan disahkannya UU terkait Perlindungan Data yang saat ini sudah masuk dalam Prolegnas 2019.
MASTEL mengkritisi draf revisi PP PSTE yang menunjukkan rencana pemerintah untuk lebih lunak terhadap keharusan lokalisasi data di wilayah Indonesia. Hal krusial yang paling dikritisi ada pada Pasal 17 ayat (2) dalam draf revisi PP PSTE.
Berikut bunyi pasal 17 ayat (2) dalam draf revisi PP PSTE:
ADVERTISEMENT
Sementara untuk peraturan awalnya adalah sebagai berikut:
Menurut Ketua Umum MASTEL, Kristiono, isu melonggarkan lokalisasi data di Indonesia bukan saja terpaku pada masalah teknis, tetapi juga harus menyeimbangkan antara dorongan integrasi dengan masyarakat internasional serta hak pemerintah untuk memiliki kendali wilayah siber. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan, adalah soal perlindungan data masyarakat dan industri domestik nasional.
MASTEL menilai pengaturan data elektronik tidak cukup hanya membatasi pada isu lokalisasi data, namun juga soal kepemilikan data, hak mengakses data, kendali atas data, dan pemanfaatan untuk kepentingan nasional. Oleh karenanya MASTEL meminta telebih dahulu harus ada aturan yang lebih kuat dalam mengatur perlindungan data, yang levelnya adalah Undang-undang.
ADVERTISEMENT
"Relaksasi terhadap kebijakan lokalisasi data pada kondisi belum adanya undang-undang terkait perlindungan data, perlu diperhitungkan secara sangat cermat dan hati-hati terhadap potensi dampaknya," kata Kristiono dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (6/10).
Press conference MASTEL terkait revisi PP PSTE. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Press conference MASTEL terkait revisi PP PSTE. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
Dalam menyusun draf revisi, MASTEL menyatakan pemerintah tidak melibatkan para pemangku kepentingan. Sejumlah asosiasi yang tergabung dalam MASTEL telah menyampaikan protes terkait hal ini, di antaranya adalah ACCI (Asosiasi Cloud Computing Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), IDPRO (Indonesia Data Center Provider Organization), serta ABDI (Asosiasi Big Data & AI).
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) selaku salah satu lembaga yang terlibat dalam penyusunan draf, mengaku telah melibatkan para pemangku kepentingan untuk menjaga iklim bisnis dan kedaulatan negara.
ADVERTISEMENT
Kominfo juga buka suara tentang rencana perubahan pada pasal 7 ayat (2) yang tidak lagi mewajibkan penyedia layanan untuk menempatkan data center fisik di Indonesia. Alasannya, pemerintah ingin meningkatkan arus investasi ke dalam negeri dan meningkatkan iklim kemudahan usaha.
"Kominfo bersama pemangku kepentingan menilai kewajiban penempatan fisik data center dan data recovery center tidak sesuai dengan tujuannya, karena kepentingan utama pemerintah adalah terhadap data bukan fisiknya," jelas Kominfo, dalam siaran pers yang diterima kumparan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
Selain itu, Kominfo juga beralasan penempatan data center ini belum ada jaminan hukum yang kuat terkait perlindungan data di Indonesia sehingga penyedia layanan dari asing ragu untuk menempatkan atau menggunakan data center di Indonesia.
Dalam ruang global, perspektif terkait lokasi data elektronik terbagi menjadi dua kubu, yaitu kubu yang pro-lokalisasi data, dan kubu yang tidak setuju lokalisasi data. Negara China, Vietnam, dan sejumlah negara Eropa, masuk dalam kubu yang pro-lokalisasi data elektronik.
ADVERTISEMENT
PP PSTE meningkatkan investasi dan bisnis data center
Menurut Hendra Suryakusuma, selaku pengurus Indonesia Data Center Provider Organization (ID Pro), iklim bisnis data center di Indonesia sebenarnya sudah tumbuh sejak adanya PP PSTE di tahun 2012.
Dia mengungkap data dari lembaga riset Frost & Sullivan, yang mencatat investasi data center di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 435 juta dolar AS.
Kapitalisasi pasar data center di Indonesia pada rentang waktu 2015 ke 2018, disebutnya tumbuh dari 1,1 miliar dolar AS menjadi 2,3 miliar dolar AS, menurut riset Ipsos Business Consulting.
"PP ini juga turut membawa Alibaba Cloud untuk membangun bisnis di Indonesia. Jadi, dampaknya sangat nyata, tetapi sekarang malah ingin diubah," ujar Hendra.
Ilustrasi data center. (Foto: Commons Wikimedia)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi data center. (Foto: Commons Wikimedia)
Hal senada diungkapkan oleh Alex Budiyanto, pendiri Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI). Sejak tahun 2012 PP PSTE berlaku, banyak perusahaan data center dan cloud computing di Indonesia yang meraih kontrak kerja dengan perusahaan lokal atau asing yang beroperasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut dampak dari PP 82 ini sangat bagus bagi industri data center serta cloud, dan dia menyayangkan mengapa hal ini harus diubah, dan seakan memberi angin segar kepada pemain asing yang tidak membangun data center di Indonesia.
"Sejak PP 82 Tahun 2012 ini berlaku November 2012, para anggota kami langsung mendapat kontrak dengan perusahaan, terutama lembaga keuangan," ujarnya.
Alex telah mendengar kabar soal rencana revisi PP PSTE ini sejak bulan April 2018. Anggota ACCI mulai membahas draf ini di bulan Mei dan mengusulkan 11 poin penting yang diharapkan bisa dipertimbangkan oleh Kominfo, tetapi Alex berkata tidak ada satu pun poin yang terakomodir.
Ilustrasi data center. (Foto: evertonpestana/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi data center. (Foto: evertonpestana/Pixabay)
Pada 22 Oktober 2018, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly sudah menyampaikan draf revisi RPP PSTE yang telah selesai diharmonisasi. Kemudian pada 26 Oktober atas dasar surat Menkumham, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyampaikan RPP perubahan PP PSTE itu kepada Presiden untuk persetujuan.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Setneg akan melakukan sinkronisasi akhir sebelum naskah revisi PP PSTE ditandatangani Presiden Jokowi.