Riset: Teknologi Otonom Ancam 23 Juta Pekerjaan di Indonesia

27 September 2019 7:27 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Taksi Otonom Nissan. Foto: Nissan
zoom-in-whitePerbesar
Taksi Otonom Nissan. Foto: Nissan
ADVERTISEMENT
Teknologi tak disangkal dapat membantu pekerjaan manusia. Tapi, kehadiran teknologi yang begitu membantu ternyata turut mengancam sejumlah pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan oleh firma konsultan manajemen, McKinsey and Company. Dalam laporannya yang berjudul ‘Otomatisasi dan Masa Depan Pekerjaan di Indonesia’, perusahaan menyebut teknologi otomatisasi mengancam 23 juta pekerjaan di Indonesia pada 2030 mendatang.
Pekerjaan yang paling terancam dengan kehadiran teknologi otonom adalah pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan data, pemrosesan data, dan pekerjaan yang dapat diprediksi secara fisik. Ini artinya, jika kamu seorang legal support, pekerja produksi atau operator mesin, maupun admin transaksi, pekerjaanmu terancam di masa depan.
Meski demikian, kehadiran teknologi otomatisasi tidak hanya membawa ancaman. McKinsey memperkirakan, teknologi otomatisasi justru akan melahirkan 27 hingga 46 juta lapangan pekerjaan baru pada periode tersebut, dengan 10 juta di antaranya adalah pekerjaan yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.
Mobil Listrik Otonom Hadir di Perhelatan Asian Games 2018, Jumat (24/8/2018). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Kehadiran otomatisasi, dengan demikian, tidak hanya mengancam pekerjaan manusia. Dia juga dapat mengubah pekerjaan yang sudah ada atau bahkan menghadirkan lapangan pekerjaan baru.
ADVERTISEMENT
McKinsey memberikan contoh Gojek dan Grab yang berhasil membuka lapangan pekerjaan baru melalui perkembangan teknologi digital. Contoh tersebut cukup tepat, karena sebelumnya mungkin orang-orang tidak berpikir bahwa mereka dapat memesan ojek atau mendapatkan segala macam kebutuhan harian mereka hanya melalui smartphone.
Perusahaan konsultan tersebut juga memberikan empat poin saran yang perlu dipersiapkan para pekerja dalam menghadapi perkembangan teknologi. Pertama, para pekerja yang terancam kehilangan pekerjaannya mungkin harus mengubah profesi mereka.
“Sementara pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik di lingkungan yang sangat terstruktur dan dalam pemrosesan data dapat menurun, pekerjaan lain yang sulit diotomatisasi dapat tumbuh. Ini dapat mencakup manajer, guru, asisten perawat, dan profesional teknisi dan profesional lainnya, juga tukang kebun dan tukang ledeng, yang bekerja di lingkungan fisik yang tidak dapat diprediksi,” jelas McKinsey dalam laporan mereka yang diterbitkan pada September 2019.
Mobil otonom Telkomsel di Asian Games 2018. Foto: Astrid Rahadiani/kumparan
Kedua, para pekerja juga perlu mengembangkan kemampuan mereka. Kemampuan dasar digital sudah pasti diperlukan, tetapi mereka harus mengembangkan kemampuan lain, seperti kreativitas dan berpikir kritis.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pekerja perlu untuk membiasakan diri bekerja dengan teknologi otonom, dengan robot dan manusia akan bekerja bersama-sama. Yang terakhir, karena teknologi otomatisasi mengambil alih pekerjaan yang aktivitasnya otomatis, dan pekerja otomatis biasanya masuk ke dalam kategori gaji menengah, maka para pekerja mesti bersiap dalam menghadapi tekanan mengenai gaji mereka.