Startup Fintech Boleh Berinovasi, tapi Harus Tahu Aturan

20 Oktober 2017 8:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Perusahaan rintisan yang bergerak dalam bidang teknologi finansial (financial technology/fintech) di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Mereka hadir menawarkan produk atau jasa inovasi yang semakin memudahkan untuk urusan finansial, mulai dari peer to peer lending, crowdfunding, hingga pembayaran digital.
ADVERTISEMENT
Tidak heran jika kehadiran startup fintech ini dinilai Bank Indonesia (BI), selaku regulator keuangan Tanah Air, telah mendisrupsi industri jasa keuangan konvensional.
Direktur Perizinan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Ida Nuryanti, berkata pada dasarnya BI tidak mempermasalahkan startup terus berinovasi dengan produk finansial berbasis teknologi, selama pelaku usaha tetap dalam ruang lingkupnya masing-masing agar tidak menimbulkan risiko.
Untuk itu mereka menyediakan ruang bagi startup fintech untuk tumbuh dengan mendirikan Fintech Office pada akhir tahun lalu, yang di dalamnya dilengkapi regulatory sandbox yang memungkinkan pelaku usaha fintech dapat melakukan kegiatan secara terbatas.
"Kita support. Tidak akan mematikan teknologi tapi kita harus waspadai supaya mereka on the track," kata Ida di sela acara Finspire 2017 oleh Mandiri Capital Indonesia di Jakarta, Kamis (19/10).
ADVERTISEMENT
Dukungan BI selanjutnya untuk ekosistem ini adalah membuat aturan baru yang mewajibkan seluruh pemain fintech untuk mendaftarkan diri ke BI. Pendaftaran ini disebut Ida akan membuat BI bisa mengidentifikasi dan mengawasi kegiatan dan model bisnis startup fintech agar sesuai aturan yang berlaku, dan tidak menimbulkan kerugian di masyarakat.
"Kita intinya akan mengatur garis besarnya pendaftaran. Kewajiban mereka harus mencatatkan diri ke BI. Dari sana kita bisa identifikasikan kegiatannya. Nanti kita arahkan kalau dia harus meet requirement (model bisnisnya)," ujar Ida.
Semua dukungan tadi bertujuan agar layanan finansial berbasis teknologi yang dikeluarkan startup tidak akan melanggar aturan yang ada, termasuk juga soal aturan uang elektronik.
Beberapa waktu lalu, industri digital dan fintech di Indonesia dikejutkan dengan langkah BI membekukan sejumlah layanan uang elektronik beberapa startup, termasuk milik Tokopedia, Shopee, BukaLapak, PayTren, dan Grab. Uang elektronik dari startup tersebut disetop sementara oleh BI karena mereka belum memiliki izin menyelenggarakan uang elektronik.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah diketahui, saat ini kelima startup tersebut kedapatan melakukan transaksi uang elektronik yang sifatnya open loop, melibatkan merchant lain, tanpa izin BI. Kasus ini membuat layanan isi ulang uang elektronik milik kelima startup itu harus terhenti sementara.