Sukses Estonia Membangun Masyarakat Digital Dimulai dari E-Government

10 Juli 2017 20:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemandangan kota Tallin, Estonia. (Foto: tpsdave via Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemandangan kota Tallin, Estonia. (Foto: tpsdave via Pixabay)
ADVERTISEMENT
Ketika pecah dari Uni Soviet dan menyatakan diri sebagai negara merdeka pada 1991 lalu, Estonia memulai sebuah pemerintahan dengan gaya dan metode yang berbeda dengan tetangganya di Eropa maupun negara-negara di belahan dunia lain. Pondasi pertama yang mereka usung kala itu adalah "e-Estonia," sebuah pergerakan untuk memfasilitasi interaksi antara warga dengan pemerintah secara digitalisasi melalui penggunaan solusi elektronik dan berbasis Internet. Serba online adalah sebuah aktivitas yang lazim di sana. Sistem tanda tangan digital adalah biasa dalam transaksi dagang. Berbekal kartu identitas dan PIN, warga Estonia dapat memilih, mengajukan applikasi, atau menandatangani kontrak dalam hitungan detik. Mengajukan lisensi mengemudi juga bisa dilakukan secara online. Pejabat di sana bilang aktivitas seperti ini telah mengangkat produk domestik bruto mereka sebesar 2 persen karena telah banyak menciptakan peluang bisnis. e-Resident Aktivitas seperti ini telah membuat semua industri di Estonia sekarang sudah berbasis teknologi. Sektor bisnis misalnya, Estonia menjadi rumah bagi lebih dari 400 perusahaan rintisan digital, menurut laporan World Economic Forum and Global Entrepreneurship Europe's Hidden Entrepreneurs pada Desember 2016. Salah satunya yang paling populer adalah Skype yang kini dimiliki Microsoft. Angka tersebut tentu akan terus bertambah karena lingkungan di sana cukup ramah untuk bisnis asing. Hal ini disebabkan adanya 'e-Resident' yang dicanangkan pemerintah Estonia pada akhir 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
Itu merupakan program yang memungkinkan mereka, warga asing, dapat membangun bisnis di Estonia tanpa harus menginjakkan kakinya di sana. Banyak dari mereka juga masuk ke pasar Eropa dengan mengandalkan bisnis dari Estonia. Shenzo Abe, Perdana Menteri Jepang, merupakan salah satu dari 21 ribu e-Resident asing yang ada saat ini. Estonia sendiri menargetkan 10 juta e-Resident pada 2025 mendatang. Sebar Paham Berbagi Data ke Uni Eropa Saat ini Estonia akan menghabiskan enam bulan ke depan dengan menekankan visinya menyebarkan keyakinan tentang digitalisasi ke seluruh anggota Uni Eropa. Puncaknya akan terjadi di "pertemuan digital" pada September mendatang, yang hampir semua pemimpin Uni Eropa akan hadir di sana. Salah satu rencana utama Estonia adalah proposal untuk memperluas pasar tunggal Uni Eropa, yang menjamin pergerakan bebas barang, modal, jasa, dan tenaga kerja (biasa disebut "empat kebebasan"), dengan menambah satu aspek lagi: yaitu data. Estonia menyarankan kelompok pemerintah Uni Eropa mungkin perlu bergerak maju dengan inisiatif berbagi data ketimbang harus menunggu lama sampai semua menyetujuinya.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Internet (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Internet (Foto: Pixabay)
Mereka mencontohkan, pasar data yang berfungsi penuh dapat meningkatkan produk domestik bruto Uni Eropa sekitar 8 miliar euro per tahun. Pembagian data antar pemerintah juga dapat membuat hidup lebih mudah bagi wisatawan. Program percontohan antara Estonia dan Finlandia dalam berbagi catatan medis, yang memungkinkan pasien bepergian untuk mengambil resep di salah satu negara, bisa menjadi rujukannya. Mengimplementasikan misi itu tentu tidak akan semudah mengembalikan telapak tangan. Data, bagi sejumlah negara Eropa, masih dianggap sebagai hal yang sensitif. Masih banyak yang merasa khawatir akan adanya ancaman pelanggaran privasi. Eropa semakin was-was dengan serangan siber setelah ada dua kali serangan ransomware di Benua Biru pada Mei dan Juni lalu. "Pengalaman kami menginspirasi, tapi pasti tidak bisa dipindahtangankan secara langsung," aku Presiden Estonia, Kersti Kaljulaid. Bagi negara lain yang ingin meniru contoh Estonia, dia menyarankan untuk membangun kepercayaan dengan menempatkan layanan yang lebih kecil, seperti aplikasi sekolah misalnya, sebelum mencoba ke persoalan lain yang lebih berat seperti e-voting. Kaljulaid menambahkan, digitalisasi justru bisa meningkatkan keamanan asalkan negara mau berubah.
ADVERTISEMENT