Tarif Taksi Online Rendah, Banyak Mitra Sopir Tak Kuat Cicil Mobil

5 September 2017 22:04 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengemudi dan penumpang Grab. (Foto: Dok. Grab)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengemudi dan penumpang Grab. (Foto: Dok. Grab)
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017, atau yang populer disebut peraturan untuk taksi online, pada mulanya membuka harapan baru bagi para mitra pengemudi dalam meraih pendapatan yang lebih tinggi. Dalam aturan tersebut, ditetapkan aturan tarif batas atas dan bawah yang seharusnya membuat perusahaan penyedia aplikasi tidak bisa semena-mena menetapkan tarif yang amat murah, dan pada akhirnya nanti merugikan para mitra sopir itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Sayang, harapan itu pupus sudah. Mahkamah Agung telah memutuskan untuk mencabut 21 poin dalam 14 pasal yang tertuang dalam Peraturan Menteri itu, yang salah satunya adalah soal penentuan tarif. Pasal-pasal ini tidak lagi berlaku per 1 November 2017 atau 90 hari setelah Kemenhub menerima salinan putusan MA pada 1 Agustus lalu.
Keputusan MA itu dianggap kurang tepat oleh Ketua Perkumpulan Perusahaan Rental Mobil Indonesia (PPRI), Ponco. Dia mengatakan, saat ini banyak driver taksi online yang mengembalikan kendaraan mereka kepada leasing lantaran tak mampu membayar cicilan mobil.
Namun, sejauh ini Ponco tidak mengungkap secara detail ada berapa banyak anggotanya yang mengambil langkah untuk memberikan mobilnya ke leasing.
"Tadi 'kan dengar sendiri, driver mengembalikan kendaraannya ke leasing karena tidak kuat. Mereka merasa berat, tidak sesuai dengan target untuk membayar cicilan mobil," jelas Ponco, dalam sebuah diskusi di Hotel Alila, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (5/9).
ADVERTISEMENT
Hal itu terjadi karena menurut Ponco, penghasilan yang diterima para mitra sopir itu tak sebanding dengan besarnya cicilan mobil yang mesti mereka lunasi. Salah satu faktornya adalah lantaran tarif yang diterapkan aplikator terlampau murah.
Aplikator di sini adalah Uber, Grab, dan Go-Jek, yang memiliki layanan mobil panggilan. PPPRI sendiri adalah mitra resmi GrabCar di Indonesia.
"Saya bicara atas nama driver ya. Itu aplikator harusnya mendengarkan, tanya jawab sama driver. Bagaimana keadaan mereka sekarang. Dulu tahun 2016 merasa enak. 2017 kewalahan mereka. Apalagi yang masih coba-coba," sambungnya.
Aplikasi GrabCar. (Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara )
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi GrabCar. (Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara )
Oleh karena itu, Ponco menyayangkan adanya pencabutan sejumlah poin dan pasal dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bemotor Umum Tidak Dalam Trayek. Sebab, sebanyak 90 persen anggota koperasi PPRI, telah menyatakan setuju dengan aturan itu, tetapi ternyata Mahkamah Agung (MA) malah mencabut hal krusial di sana, termasuk soal tarif dan kuota.
ADVERTISEMENT
Poin-poin yang dicabut oleh MA ini sebelumnya adalah pasal yang dikritik oleh Uber dan Grab sejak Permenhub tersebut masih berstatus rancangan.
"Belum dijalankan, tapi sudah diputus MA. Mudah-mudahan pemerintah, perusahaan, driver, dan aplikator bisa satu suara untuk mencapai win-win solution," tuturnya.
MA mengambil langkah mencabut 14 poin itu karena dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, misalnya Undang-Undang 20/2008 tentang tentang Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah, serta Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).