5 Masjid yang Bisa Kamu Kunjungi saat Menikmati Ramadhan di Aceh

21 Mei 2018 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Baiturrahman Aceh (Foto:  Instagram/@fatika_chal)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Baiturrahman Aceh (Foto: Instagram/@fatika_chal)
ADVERTISEMENT
Ramadhan selalu menjadi bulan yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia. Bulan penuh berkah ini selalu disambut dengan berbagai tradisi di setiap daerah di Indonesia. Salah satunya adalah Aceh.
ADVERTISEMENT
Saat berkunjung ke Aceh di bulan Ramadhan, khususnya Banda Aceh dan sekitarnya, kamu bisa melakukan berbagai aktivitas religius yang akan menjadi pengalaman mengesankan di daerah berjuluk Serambi Mekkah itu. Pasalnya, bumi Sultan Iskandar Muda ini menjadi daerah yang cocok bagi kamu yang ingin menikmati wisata religi. Di sana, kamu akan disuguhkan beragam keunikan dan tradisi masyarakat Aceh saat bulan puasa.
Tak hanya sekadar pemandangan dan tradisi yang unik, Aceh juga memiliki ragam cerita yang wajib kamu ketahui. Seperti kisah-kisah sejarah di balik beberapa masjid yang ada di sana.
Kali ini kumparanTRAVEL telah merangkum lima lokasi wisata religi, berupa masjid bersejarah yang ada di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar. Apa saja?
ADVERTISEMENT
1. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Masjid yang berada di jantung hati ibu kota Banda Aceh itu merupakan ikonnya provinsi Aceh. Menurut sejarahnya, masjid ini merupakan salah satu pusat pembelajaran ajaran Islam tempo dulu. Masjid yang dibangun pada masa Kesultanan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M mempunyai sejarah panjang pada masa penjajahan Belanda.
Masjid Raya Baiturrahman pernah dibakar oleh tentara Belanda pada bulan shafar 1290/April 1873 M. Di mana dalam peristiwa tersebut menewaskan pimpinan pasukan tentara Belanda Mayjen Khohler.
Untuk meredam kemarahan orang Aceh, kemudian tahun 1877 Belanda kembali membangun masjid Masjid Raya Baiturrahman. Pada saat itu, Aceh berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan atau Sultan Aceh yang terakhir.
ADVERTISEMENT
Masjid Raya Baiturrahman juga menjadi catatan sejarah bagi masyarakat Aceh saat peristiwa tsunami 12 tahun silam. Ribuan masyarakat kota Banda Aceh yang berlari ke dalam masjid, selamat dari amukan gelombang tsunami yang telah meluluh lantakkan seluruh isi kota.
Namun, Masjid Raya Baiturrahman kini telah bersolek bak Masjid Nabawi di Madinah. Berlantai marmer, dihiasi 12 payung raksasa menambah kemegahan masjid kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid ini juga menjadi objek wisata religi yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Masjid ini menjadi pilihan utama bagi setiap pengunjung setiba di kota Banda Aceh. Masjid Raya Baiturrahman juga termasuk salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur memukau dengan ukiran menarik, halaman yang luas dan dihiasi kolam pancuran air bergaya Kesultanan Turki Utsman, serta sangat terasa sejuk apabila berada di dalam Masjid.
ADVERTISEMENT
2. Masjid Baiturrahim Ule Lheu
Masjid Baiturrahim Ule Lheu (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Baiturrahim Ule Lheu (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Masjid Baiturrahim atau warga sering menyebutnya masjid Ule Lheu ini merupakan salah satu masjid bersejarah peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Pada masa itu, masjid Baiturrahim bernama Masjid Jami’ Ulee Lheu. Namun pada tahun 1873, ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda, semua jamaah masjid terpaksa melakukan salat Jumat di masjid Ulee Lheue.
Sejak saat itu masjid ini berganti nama menjadi Masjid Baiturrahim. Dulunya bangunan masjid ini terbuat dari kayu, kemudian tahun 1922 pemerintah Hindia Belanda membangun Masjid Baiturrahim dengan material permanen berarsitektur Eropa dan memiliki kaligrafi ejaan Arab Jawi. Namun demikian, masjid ini tidak berkubah layaknya masjid lainnya.
Masjid Baiturrahim berada di sudut kota Banda Aceh, tepatnya di kawasan pantai Ulee Lheue, kecamatan Meraxa. Masjid ini juga menjadi catatan sejarah pahit saat tsunami Aceh 2014 silam. Di mana masjid yang berdampingin dengan dibibir pantai selamat dari gelombang tsunami, sementara rumah warga di sekitarnya rata dengan tanah.
ADVERTISEMENT
Masjid Baiturrahim juga menjadi masjid kedua paling banyak dikunjungin wisatawan setelah masjid Raya Baiturrahman.
3. Masjid Teungku Di Anjong
Masjid Tgk Dianjong (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Tgk Dianjong (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Masjid ini didirikan oleh Sayyid Abu Bakar bin Husin Bafaqih pada abad ke-18 sekitar sekitar tahun 1769 M. Ia adalah seorang ulama dari Arab yang mengembara untuk mendakwahkan ajaran Islam, bahkan ia dianggap sebagai orang keramat dan mendapatkan gelar Teungku di Anjong.
Masjid Teungku Di Anjong terletak di desa (gampong) Peulanggahan, Kecamatan Kutaraja. Di perkarangan masjid ini dulunya juga didrikan pondok pesantren untuk menimba ilmu pengetahuan Islam.
Para santri yang belajar ke sana tidak hanya berasal dari Aceh, melainkan juga dari negeri jiran Malaysia. Tidak hanya itu, tempat ini juga dijadikan sebagai tempat menasik haji bagi jamaah yang datang dari berbagai wilayah di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Bangunan masjid ini dibangun dengan menggunakan bahan kayu berbentuk segi tiga memanjang ke atas, serta mempunyai tiga lantai. Masjid Teungku di Anjong yang berada sekitar 2,50 meter dari bibir pantai itu lenyap di sapu gelombang tsunami pada 25 Desember 2004 lalu dan menghancurkan bangunan, serta peninggalan ulama yang tersimpan di dalam masjid seperti kitab-kitab.
Namun demikian, Masjid Teungku di Anjong dibangun kembali oleh warga pelanggahan. Dengan berbahan beton diwarnai cat putih bervariasi warna hijau menghiasi arsitektur bangunan masjid tanpa mengubah bentuk aslinya. Di sekitaran perkarangan masjid juga dibangun monumen untuk mengenang para warga pelanggahan yang terkena korban tsunami 13 tahun silam.
4. Masjid Tuha Indra Puri
Masjid Tuha Ule Kareng (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Tuha Ule Kareng (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Masjid ini dulunya merupakan candi yang didirikan oleh orang Hindu di Aceh, kemudian dihancurkan setelah masuk dan berkembangnya agama Islam. Di atas reruntuhan candi tersebut selanjutnya dibangun masjid yang diberi nama Masjid Indrapuri oleh Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1607-1636.
ADVERTISEMENT
Indrapuri adalah kerajaan yang pernah didirikan oleh orang-orang Hindu di Aceh. Asal mula kerajaan ini berawal dari adik perempuan Putra Harsha pada tahun 604 M, ia melarikan diri dari kerajaannya ke Aceh. Indrapuri merupakan bagian kerajaan Hindu Indrapurwa dan Indrapatra.
Masjid dengan atap tiga lapis ini menjadi bukti sejarah yang utuh bagi masyarakat Aceh, khususnya warga Aceh Besar. Masjid Indrapuri terletak di Desa Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Lokasi masjid tidak jauh dari jalan raya Banda Aceh-Medan, berjarak sekitar 100 meter memasuki persimpangan pasar Indrapuri.
Bangunan masjid dibangun di area seluas 33.875 meter, seluruh bangunan berkontruksi kayu dengan beberapa ukiran tradisional bernuansa Arab. Denah masjid ini berbentuk bujur sangkar berukuran 18,80 x 18,80 meter, dengan tinggi bangunan 11,65 meter.
ADVERTISEMENT
Masjid beratap tumpang itu dibangun di atas tembok undakan empat lapis yang terbuat dari batu kapur bercampur tanah liat. Tinggi tembok rata-rata mencapai 3 meter. Sementara bangunan masjid dikelilingi tembok undakan ke-4 dengan ketinggian 1,48 meter. Untuk masuk ke dalam masjid, para jamaah atau pengunjung harus melewati pintu utama, tepatnya di sebelah timur masjid. Di depan pintu masuk terdapat kulah (kolam) tempat penampungan air yang digunakan masyarakat sekitar untuk berwudhu.
5. Masjid Tuha Ulee Kareng
Masjid Tuha Indrapuri, Aceh Besar (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Tuha Indrapuri, Aceh Besar (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Masjid ini bisa dikatakan hampir menyerupai masjid seperti Tengku di Anjong pelanggahan dan Masjid Tuha Indrapuri. Hanya saja ia memiliki perkarangan kecil dibanding dengan kedua masjid tersebut. Masjid ini didirikan oleh Sayyid Al Mahalli, seorang ulama dari Arab. Beliau datang bersama anaknya Tgk Di Anjong untuk mensyiarkan ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di Aceh, Sayyid Al Mahalli memilih Lamreung sebagai tempat mensyiarkan ajaran Islam, sedangkan Tgk Di Anjong memilih Peulanggahan.
Konstruksi bangunan masjid ini tak seluas dan bertingkat seperti masjid Indrapuri dan Tgk Dianjong. Bangunan masjid masih berkonstruksi kayu, dengan delapan tiang yang menjadi penampang. Anak-anak kayu menjadi dinding masjid berwarna kecoklatan.
Sementara itu, di sekitar perkarangan masjid terdapat pula beberapa makam, yang katanya adalah makam para ulama dan tengku di desa ule kareeng dulunya.
Meski namanya tak terlalu dikenal, masjid ini sangat cocok untuk dijadikan salah satu objek wisata sejarah. Dengan nuansa klasik dan terletak di pedesaan, rindangnya pohon yang berada disekitaran masjid membuat udara begitu dingin dan nyaman ketika berada di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Lokasi masjid ini tepat berada di depan sekolah MIN Ule Kareng, dari simpang tujuh Ule Kareng hanya berjarak sekitar 100 meter masuk ke dalam.