Alasan di Balik Banyak Kakek-Nenek Jadi Pemulung Kardus di Hong Kong

16 April 2018 7:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fenomena Cardboard Grannies di Hong Kong. (Foto: Flickr/Khor Wen Jun)
zoom-in-whitePerbesar
Fenomena Cardboard Grannies di Hong Kong. (Foto: Flickr/Khor Wen Jun)
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu melihat kakek-nenek berseliweran di pinggiran jalan di Hong Kong sambil mendorong gerobak penuh kardus? Pemandangan itu sebenarnya tidak asing ditemukan di kota metropolitan tersebut. Mereka kerap disebut sebagai cardboard grannies alias kakek nenek yang bertahan hidup dengan mengumpulkan kardus bekas.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan berusia di atas 65 tahun, masa di mana mereka seharusnya menikmati hari tua dengan santai. Namun demi memenuhi kebutuhan, kakek-nenek itu mulai mencari kardus sebelum fajar hingga petang. Dilansir South China Morning Post, jumlah carboard grannies di Hong Kong mencapai 5.000 orang.
Fenomena sosial ini merupakan salah satu akibat kesenjangan sosial dan kebijakan pensiun yang kurang menguntungkan. Bagi sebagian pensiunan di Hong Kong, mencari kardus bekas untuk dijual lagi adalah satu-satunya jalan untuk menambah penghasilan.
Namun, jumlah cardboard grannies tak lebih banyak dibandingkan mobil-mobil mewah yang lalu lalang di Hong Kong. Dilansir Macau Daily Times, Lamborghini, Ferrari, dan Roll Royce berjumlah 40 persen lebih banyak.
Tandanya, terdapat ketimpangan penghasilan yang sangat tinggi di Hong Kong. Berdasarkan data pada 2017, kesenjangan sosial di kota itu merupakan yang tertinggi di Asia, bahkan lebih parah daripada di Amerika Serikat dan Inggris.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 300 ribu pensiunan di Hong Kong hidup di bawah garis kemiskinan dengan rata-rata penghasilan HKD 3.800 atau sekitar Rp 6,6 juta. Dengan biaya hidup di Hong Kong yang tinggi, mulai dari untuk membeli makanan, menyewa tempat tinggal, dan lain-lain, jumlah itu terbilang jauh dari cukup.
Terpaksa hari tua pun dihabiskan untuk memulung kardus bekas. Sedangkan kardus itu dijual 70 sen per kilogram atau Rp 9.500.
Uang yang didapatkan memang tidak seimbang dengan jerih payah mereka. Oleh karea itu, pekerja sosial dan akademisi menyarankan agar pengepul kardus bekas bekerja sama dengan industri daur ulang. Harapannya, agar carboard grannies mendapat tambahan penghasilan lebih layak.
Bukan berarti pemerintah Hong Kong angkat tangan soal kesejahteraan warga usia senja. Mereka menawarkan program perlindungan sosial untuk kakek-nenek yang kekurangan secara finansial. Namun, kebanyakan cardboard grannies ingin hidup mandiri dengan hasil kerja keras sendiri.
ADVERTISEMENT
Dr Vivian Lou Weiqun dari University of Hong Kong menyatakan sebagian cardboard grannies melakukannya karena ingin punya aktivitas rutin dan tetap bersosialisasi.
“Saya secara pribadi sangat mendukung perlindungan pensiun universal, tapi cardboard grannies akan selalu ada. Sebab, 20-30 persen mereka yang saya pelajari, tidak melakukannya hanya karena uang,” ujarnya, dikutip dari South China Morning Post.