Bappenas Kritisi Milenial yang Rajin Pelesiran ke Luar Negeri

11 September 2019 12:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kementerian Pariwisata menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) III 2019 di Jakarta. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kementerian Pariwisata menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) III 2019 di Jakarta. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia saat ini masuk dalam kategori negara berpenghasilan menengah atas atau middle up income. Pada Februari 2019 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pendapatan perkapita atau rata-rata pendapatan orang Indonesia mencapai Rp 56 juta atau USD 3.927 per tahun.
ADVERTISEMENT
Angka tersebut naik 7,92 persen dari 2017 yang tercatat sebesar Rp 51,89 juta atau USD 3.876,8 per tahun. Saat itu Indonesia masih masuk dalam kategori pendapatan menengah bawah.
Naiknya pendapatan per kapita ini merupakan kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Meski demikian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai naiknya pendapatan perkapita tersebut membawa konsekuensi bagi sektor pariwisata.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Konsekuensinya yaitu milenial Indonesia kini hobi liburan atau traveling ke luar negeri ketimbang liburan di Indonesia.
“Akibat orang Indonesia income perkapita makin baik, konsekuensinya mulai banyak yang traveling ke luar negeri. Ini harus mulai diwaspadai,” ungkap Bambang saat Rakornas III Pariwisata di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
Konsekuensi ini menurut Bambang harus diwaspadai karena mengancam kualitas pemasukan devisa dari sektor pariwisata. Bambang mengakui bahwa pariwisata menyumbang devisa yang cukup besar alias surplus.
Kementerian Pariwisata menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) III 2019 di Jakarta. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Artinya, pemasukan dari wisatawan mancanegara (wisman) lebih besar ketimbang pengeluaran wisatawan Indonesia yang jalan-jalan keluar negeri. Sayangnya Bambang mengklaim surplus devisa pariwisata makin menipis.
“Saat ini surplus. Tetapi yang harus diperhatikan makin hari surplusnya mulai menipis,” ujar Bambang.
Untuk itu menurutnya Kementerian Pariwisata harus melakukan upaya agar devisa yang masuk bisa lebih cepat dan lebih tinggi ketimbang pengeluaran masyarakat Indonesia di luar negeri.
Suasana kota Murmansk di Rusia. Foto: Pixabay
Melihat kondisi tersebut, menurut Bambang, target Kemenpar dalam lima tahun ke depan seharusnya berfokus untuk menarik devisa lebih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Bambang mencontohkan saat ini banyak milenial Indonesia yang pergi traveling atau liburan ke Rusia. Padahal Rusia dulu tidak terlalu dikenal, kini justru jadi salah satu negara yang masuk ke daftar destinasi jalan-jalan para milenial. Menurut Bambang, di Rusia, turis bisa menikmati fenomena alam yaitu aurora.
Suasana disekitar kota Murmansk. Foto: Pixabay
Fenomena serupa sebenarnya lebih terkenal di Norwegia. Namun biaya ke Norwegia dinilai lebih mahal. Akhirnya Kota Murmansk di Rusia bagian utara pun jadi alternatif. Saat musim dingin, suhu di Murmansk bisa mencapai minus 40 derajat Celcius sehingga terjadi fenomena aurora.
Menurut Bambang, pengalaman tersebut ternyata juga diminati oleh traveler Indonesia.
“Jadi bayangkan, orang Indonesia sekarang enggak lagi cari pantai atau candi kayak Borobudur. Mereka sekarang mencari sesuatu yang enggak ada di Indonesia,” ujarnya.
Penampakan Aurora Borealis Foto: Shutter Stock
Untuk itu, menurut Bambang, pengembangan obyek wisata jadi point penting. Sebab obyek wisata yang unik akan mampu menyedot lebih banyak wisman sehingga menghasilkan devisa besar.
ADVERTISEMENT
Menurut Bambang pariwisata tidak hanya berhenti pada target jumlah wisatawan namun harus menyasar cara untuk meraup devisa. Salah satunya yaitu dengan menghadirkan obyek wisata yang lebih menarik, seperti yang dimiliki Rusia.
“Bagaimana agar wisman tinggal lebih lama? Jadi harus punya obyek wisata yang membuat wisatawan enggak segan-segan mengeluarkan uangnya. Enggak cukup dengan jumlah, harus cari devisanya,” tutup Bambang.