Berbagi Suami antara Ibu dan Anak, Tradisi Suku Mandi di Bangladesh

11 Agustus 2019 16:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pria menikahi ibu dan anak dalam tradisi Suku Mandi di Bangladesh Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pria menikahi ibu dan anak dalam tradisi Suku Mandi di Bangladesh Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bukan rahasia lagi jika tradisi di berbagai suku dan budaya biasanya dipengaruhi oleh sistem adat yang berlaku pada masyarakatnya. Sistem garis keturunan dari ayah (patrilineal) maupun dari ibu (matrilineal), sedikit banyaknya akan membawa perbedaan antara satu suku dan suku lainnya, baik dari segi upacara adat, nilai-nilai kehidupan, hingga tradisi pernikahan.
ADVERTISEMENT
Di Bangladesh, ada sebuah suku yang menganut sistem matrilineal dengan tradisi berbagi suami atau poligami. Hal yang mengejutkan dari sistem ini bukan karena satu suami mendapatkan lebih dari satu wanita, tetapi bagian yang mengejutkannya adalah sang pria akan memperistri ibu dan anak sekaligus.
Wanita Suku Mandi di Bangladesh sedang berjualan Foto: Shutter Stock
Jadi, tradisi berbagi suami akan dilakukan oleh sang istri dan anak perempuan dalam satu keluarga tersebut. Dilansir laman Marie Claire, suku yang tinggal di bukit terpencil tersebut memang memiliki tradisi khusus untuk menikahkan anak perempuan dan ibunya pada pria yang sama jika sang ibu menikah dalam keadaan janda.
Tak penting berapa usia sang anak saat dinikahkan. Karena meskipun ia telah memiliki suami pada usia yang sangat dini, sang suami baru dapat memperlakukannya sebagai istri setelah sang anak mengalami pubertas.
Anak-anak perempuan Suku Mandi di Bangladesh tengah bermain Foto: Shutter Stock
Segera setelah ia mengalami pubertas dan melakukan hubungan suami istri dengan sang anak, maka secara adat, sang anak yang telah menjadi dewasa tak lagi menjadi anak bagi ibunya. Sang anak seakan jadi kompensasi bagi sang suami baru yang dapat memuaskannya ketika tengah bosan dengan sang ibu atau istri pertamanya.
ADVERTISEMENT
Pria yang dinikahi sang ibu setelah ia menjanda pun tak boleh sembarangan, mestilah satu garis keturunan dengan suami terdahulunya, misalnya saudara laki-laki, keponakan, atau sepupu kandung. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga tali kekerabatan, tali keturunan, dan kesatuan keluarga.
Wanita Suku Mandi di Bangladesh berangkat pagi-pagi untuk bekerja di ladang Foto: Shutter Stock
Tradisi berbagi suami antara ibu dan anak dalam suku yang dikenal pula sebagai Garo ini diyakini penduduk setempat tidak hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan seksual suami saja. Tetapi juga membantu sang ibu untuk menjaga kekayaan mereka.
Suku Mandi di Bangladesh yang menganut sistem matrilinieal menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Ibu dan anak perempuannya akan mengandung dari laki-laki yang sama, melahirkan banyak anak dan mengumpulkan harta untuk keluarganya.
Oleh sebab itu, apabila sang ibu telah meninggal, ia akan meneruskan kepemimpinan dalam keluarganya pada sang anak perempuan. Dan anak perempuannya tersebutlah yang akan menjaga properti maupun kekayaan keluarga mereka.
Seorang ibu dari Suku Mandi di Bangladesh tengah menggendong anaknya sambil bekerja Foto: Wikimedia Commons
Orolla misalnya, wanita yang tinggal di pedesaan Bangladesh itu mengakui bahwa ia dinikahkan oleh ibunya pada ayah tirinya saat ia berusia tiga tahun, dalam waktu yang sama ketika sang ibu menikahi ayah keduanya itu. Ia mengaku tak tahu apa-apa dan tak mengerti apapun saat pernikahan dilakukan, dan sempat berniat kabur dari rumah ketika ia telah cukup umur dan mengetahui kenyataan tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun ia tak bisa melakukannya, karena itulah adat dan tradisi yang mereka miliki. Terutama ketika sang ibu, Mittamoni, menyuruhnya untuk menerima keputusan itu. Hal yang sama juga dirasakan oleh Jellita yang menikahi paman sekaligus suami kedua ibunya pada usia tujuh tahun.
Bedanya, ketika Jellita telah dewasa, ayah tiri sekaligus suaminya tersebut berhenti 'menemui' ibunya setelah mereka berhubungan suami istri. "Ibu dan aku tidak berbagi suami (yang sama). Setelah ia mendatangi aku, ia berhenti menemui ibuku. Begitulah yang terjadi, ini tradisi, dan kami tidak punya pilihan," ungkapnya seperti yang diberitakan oleh Cover Asia Press.
Ilustrasi anak-anak perempuan Suku Mandi di Bangladesh Foto: Shutter Stock
Walau tradisi ini memiliki tujuan yang baik apabila dilihat dari sisi adat Suku Mandi, nyatanya dalam praktiknya di dunia nyata, tradisi berbagi suami itu menimbulkan pro dan kontra tersendiri. Apalagi mengingat hampir 90 persen masyarakat Suku Mandi di Bangladesh telah menganut agama Katolik, yang jelas-jelas melarang poligami maupun poliandri.
ADVERTISEMENT
Masuknya agama Kristiani dalam kehidupan suku Mandi sedikit demi sedikit merubah nilai budaya mereka. Kini tradisi berbagi suami antara ibu dan anak dianggap sebagai hal yang tabu, sehingga sebisa mungkin wanita Suku Mandi akan melarikan diri dari desa, merantau, mencari pekerjaan atau bersekolah di kota untuk menghindari praktik ini apabila sang ibu berniat untuk menikah kembali.