news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Hilangnya Pesona Wisma Delima, Pelopor Hostel di Jakarta

21 Mei 2018 17:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampak Luar Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak Luar Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
ADVERTISEMENT
Traveling bujet tipis dengan tas punggung alias backpacker sebenarnya bukan hal baru. Bagi para backpacker, 'haram' hukumnya jika menghabiskan banyak uang untuk makan atau menginap. Itu sebabnya penginapan murah meriah alias hostel menjadi akrab di kalangan traveler jenis ini.
ADVERTISEMENT
Bagi kamu yang ingin tahu seperti apa rupa hostel, ada baiknya berkunjung ke Jalan Jaksa di daerah Jakarta Pusat. Salah satu hostel yang bisa kamu temukan di sana adalah Wisma Delima. Berada di belakang Warkop Delima, tepat di Jalan Jaksa No.5 Jakarta Pusat, kamu bisa saja tidak 'sadar' dengan tempat ini, karena terlihat saru dengan lingkungan sekitarnya yang berisi deretan warung.
Meski begitu, kamu tidak boleh memandang sebelah mata hostel ini. Merupakan pelopor hostel di Jakarta, Wisma Delima menjadi ikon sekaligus pencipta sejarah di kawasan jalan pendek yang terbentang sejauh 400 meter.
Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Berawal dari pengalaman bekerja dan berteman dengan orang asing, Nathaniel Lawalata mendapat tawaran dari Youth Hostel Asia Pacific untuk membuka hostel bagi para backpacker. Bermodal dua kamar dengan model bangsal di rumahnya yang dilengkapi tiga kasur susun, akhirnya Nathaniel membuka usaha penginapan berbiaya murah bertarif hanya Rp 200 per tamu untuk satu malam.
ADVERTISEMENT
Pemilik hostel ini, Boy Lawalata, yang merupakan anak keempat dari Nathaniel Lawalata menuturkan, bahwa Wisma Delima ternyata membawa hawa baru bagi kawasan yang semula bernama Jalan Wahid Hasyim ini.
Boy Lawalata, Pemilik Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Boy Lawalata, Pemilik Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
"Setelah tahun 1980-an, hostel baru booming di sini, orang-orang baru melihat kalau bisnis ini ternyata menguntungkan. Akhirnya mereka pada buka penginapan dengan nama hostel. Lalu muncul juga fasilitas lain, seperti restoran, kafe, travel agent, semua pihak menikmati kesempatan ini," tutur Boy, ketika ditemui kumparanTRAVEL di Wisma Delima yang juga menjadi rumah bagi keluarganya, beberapa waktu lalu.
Ia juga menambahkan bahwa seiring berjalannya waktu, Wisma Delima yang dimiliki sang ayah tak lagi mampu menampung turis. "Dulu ramai, seiring waktu ke waktu sampai kita tidak bisa tampung lagi di sini. Lalu kita kontrak di Jalan Jaksa No. 40 dan di Kebon Sirih No. 69. Yang mengelola anak-anaknya, kakak-kakak saya, orang tua saya tetap kelola yang di sini," tambahnya
ADVERTISEMENT
Tak heran, Jalan Jaksa menjelma menjadi 'surga' bagi para backpacker yang berpetualang di Jakarta, atau sekadar transit sebelum melanjutkan perjalanan. Berdiri pada tahun 1969, rupanya Nathaniel Lawalata sempat dicibir ketika membuka usaha ini.
"Awalnya orang mencibir, ngapain terima turis bau, turis sandal jepit enggak ada duitnya? Ngapain tuh Pak Lawalata? Orang tua saya sih terus saja ya, maju terus lah, dia enggak pikirin kata orang," katanya bercerita.
Menjadi pelopor suatu usaha memang bukan hal yang mudah, pria paruh baya ini juga bercerita bagaimana ia membantu orang tuanya 'menjual' Wisma Delima pada wisatawan.
Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
"Memang pada saat itu kita sangat berjuang. Saya saat itu masih SMP, jemput tamu di Kemayoran. Saat itu bandara internasional masih di Kemayoran. Ya, tahun 1969, kita pakai becak ke sana, jadi sungguh perjuangan pada waktu itu, nawar-nawarin tamu, bule datang ya tawarin," kenangnya.
ADVERTISEMENT
Tamu-tamu yang menginap di hostel ini datang dari berbagai negara berbeda. Diakui Boy, backpacker dari Eropa seperti Belanda, Prancis, dan Jerman dulu sangat mendominasi hostel ini. Namun sekarang, tren tamu di tempat ini bergeser menjadi Asia. Traveler dari Malaysia, China, Korea Selatan saat ini lebih mendominasi rumahnya tersebut, sedangkan traveler asal Jepang selalu ada dari jaman dulu hingga sekarang.
Saat dikunjungi oleh kumparanTRAVEL, salah satu pengelola hostel bernama Yanu mengungkapkan, bahwa mereka sedang kedatangan pelanggan dari Belanda, namun saat itu ia sedang tidak di tempat. "Dia langganan mba, setiap kali ke Indonesia pasti menginap ke sini. Soalnya bule-bule pada gitu, karena mereka bukan cuma butuh fasilitas, tapi kenyamanan dari suasana menginap juga," katanya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, masa kejayaan tersebut mulai sirna. Seiring perkembangan waktu dan teknologi Jalan Jaksa mulai kehilangan 'jiwanya'. Usaha seperti kafe, pub, bar, restoran, bahkan penginapan berangsur tutup seiring semakin sepinya kawasan ini. Bahkan Wisma Delima saja menyewakan empat dari 14 kamar miliknya untuk dijadikan kost dengan tarif Rp 850 ribu per kamar.
Kamar dalam hostel Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kamar dalam hostel Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Alasan semakin sedikitnya turis membuat pihak pengelola hostel mesti putar otak untuk tetap memberdayakan asetnya. Sepinya kawasan ini diakui Boy sudah terjadi sejak lama, namun puncaknya diawali pada 2014 lalu.
Berbagai kebijakan pemerintah ikut 'ambil andil' dalam kejadian ini. Misalnya saja kebijakan pembukaan sembilan gerbang destinasi yang tak lagi mengharuskan pesawat untuk transit di Jakarta sebelum menuju destinasi lainnya. Atau munculnya peraturan pemerintah provinsi yang melarang parkir di daerah Jaksa dan memberi sanksi derek bagi pelanggarnya.
ADVERTISEMENT
"Kafe juga kan tadinya ramai, tapi karena peraturan itu, mobil enggak boleh parkir, orang jadi malas. Lahan parkir kan enggak ada di Jaksa dan mobil bisa diderek, orang jadi takut. Akhirnya orang-orang pada enggak berminat lagi usaha disini, pada hengkang ke tempat yang lebih ramai," pungkasnya.
Ia juga mengeluhkan sikap pemerintah yang dinilai kurang tanggap dengan persoalan ini. Karena bukan hanya pesona Wisma Delima yang semakin sirna, tetapi juga usaha lain di sekitar kawasan Jaksa.
Meja resepsionis Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Meja resepsionis Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
"Iya, sepi. Semua usaha merasakan dan pemerintah juga enggak ada (tindak lanjutnya), gimana kita bangkitkan lagi, kita buat apa biar jaksa ramai lagi. Udah saja begini," keluh Boy.
Menjadi satu-satunya hostel yang tercatat pada Lonely Planet, sekaligus salah satu hostel yang menjadi associate lembaga International Youth Hostel Federation (IYHF) ternyata tak serta merta membantu Wisma Delima. Bentuk keanggotaan yang bukan sebagai member penuh dan promosinya yang tidak memanfaatkan aplikasi dari sosial media menjadi alasan Wisma Delima untuk mendapat tamu.
ADVERTISEMENT
"Kita terus terang enggak ikut aplikasi, karena fasilitasnya biasa-biasa saja. Enggak pake AC, kipas angin saja. Karena memang backpacker kan yang penting aman, di pusat kota, karena di sini juga kemana-mana dekat," ungkap Boy.
Sedangkan keanggotaan IYHF diakui Boy karena member hostel di Indonesia yang tidak terlalu banyak, sehingga membuat Wisma Delima tidak mampu memenuhi syarat.
Ruang tamu Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ruang tamu Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
"Jadi rupanya di IYHF, full member itu dilihat dari anggota youth hostel dari suatu negara. Dan Indonesia enggak banyak, kita kayaknya enggak merasa itu terlalu penting. Pas mau keluar baru bingung mau menginap di mana. Padahal di luar itu mahal, apalagi di Jepang atau Eropa. Baru pada ingin jadi member sesaat aja, cuma waktu diperlukan, jadi itu yang membuat kita enggak bisa jadi full member," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dibanderol dengan harga Rp 50 ribu per orang untuk satu malam, Wisma Delima juga menyediakan layanan antar dan jemput bagi tamu, seperti ke stasiun kereta, bandara, pelabuhan, dan terminal bus. Hostel ini juga menyediakan tiket perjalanan menggunakan bus dari Jakarta menuju Bandung, Denpasar, Sumatera, Surabaya, dan Yogyakarta bagi para tamunya.