Kisah Mantan Petani Rumput Laut yang Kini jadi Pemandu Wisata Mangrove

22 Maret 2018 12:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kulitnya coklat gelap, menandakan sering terpapar sengat sinar matahari. Wajahnya yang telah keriput dihiasi kacamata hitam yang necis.
ADVERTISEMENT
Lelaki berusia 58 tahun itu juga menggenggam tongkat bambu sepanjang 2,5 meter untuk mengontrol laju perahu. Dia adalah I Wayan Pasek, pemandu Wisata Hutan Mangrove Nusa Lembongan yang menemani kumparanTRAVEL.
“Tolong duduknya agak ke tengah agar perahunya seimbang,” instruksinya saat kami naik ke perahu milik Pasek, Selasa (20/03).
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Pasek adalah salah satu mantan petani rumput laut yang telah berganti profesi. Selama 15 tahun ia bertani rumput laut di kawasan mangrove di Desa Jungut Batu, Nusa Lembongan, Bali, yang juga menjadi sumber ekonomi warga.
Namun, sejak lima tahun terakhir, rumput laut di Nusa Lembongan terus berkurang. Bibit yang ditanam kerap terkena hama dan rusak. Karena terus menerus didera kerugian, warga akhirnya berhenti menanam rumput laut.
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Beruntung hilangnya rumput tidak membuat sumber ekonomi warga lesu. Sebab hutan mangrove seluas 230 hektar itu juga telah diminati sebagai ekowisata oleh turis mancanegara. Sebanyak 37 mantan petani rumput laut kemudian bergabung dalam asosiasi Sari Segara dan beralih menjadi pemandu turis.
ADVERTISEMENT
“Mangrove tour dulu seperti mata pencaharian alternatif. Fokus utama rumput laut, saat jam istirahat, yaitu waktu laut pasang, perahu dipakai untuk antar turis. Karena rumput laut habis ya akhirnya mereka fokus di sini (tur mangrove),” papar Dewa Kadek Wira Sanjaya, Project Leader Learning Site Nusa Penida Coral Triangle Center (CTC).
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Ya, di tepi kawasan bakau kumparanTRAVEL melihat puluhan perahu sederhana berwarna putih berjajar. Beberapa pemandu menanti penumpang di pendopo.
“Dulu kan boat ini dipakai untuk angkut rumput laut. Setelah matinya rumput laut, boat beralih. Syukur bisa digunakan untuk ini (tur mangrove),” tambah Pasek sambil mendorong perahu dengan tongkat bambunya.
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Tentunya peralihan profesi itu membutuhkan proses. Wisatawan tak hanya butuh perahu dan kapten untuk menelusuri hutan mangrove. Mereka butuh pemandu untuk menjelaskan informasi seputar objek wisata tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sanalah CTC hadir. Organisasi non-profit yang berbasis di Sanur, Bali, itu membantu menyiapkan mantan petani rumput laut agar siap menjadi pemandu tur mangrove.
“Kelompok rumput laut ini kan kebanyakan sudah berumur, hampir 60 tahun. Selain pendataan mangrove, teman-teman CTC juga membantu meningkatkan kapasitas warga,” tambah Sanjaya.
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Ya, CTC kini sedang berupaya memberi edukasi tentang mangrove pada pemandu sekaligus pemilik boat. Diharapkan warga nantinya mampu menjelaskan jenis-jenis mangrove yang tumbuh di sana, biodiversitas yang menghuni, hingga sejarah hutan lindung itu.
Pengelolaan ekowisata itu sebenarnya sudah cukup baik. Rutin tiap sebulan sekali, warga bergotong-royong membersihkan sampah plastik di sana. Selain itu, mereka juga punya sistem antrean dalam mengambil penumpang agar semua pemilik boat dapat giliran mengantar turis.
ADVERTISEMENT
“Biasanya kalau lagi ramai bisa 9-10 kali antar. Ya tergantung, lagi musim tamu atau tidak,” pungkas Pasek sambil menurunkan kacamata hitamnya.
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Hutan Mangrove Jungut Batu. (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Wisata mangrove di Nusa Lembongan sendiri terdiri atas 13 jenis spesies bakau. Namun, hanya 5-6 jenis mangrove yang bisa diakses wisatawan di jalur tur. Di dalamnya juga dihuni 33 jenis burung, seperti kutilang, jalak bali, trucukan, dan lain-lain.
Menjelang usia 60, Pasek seperti tak pernah lelah menjadi pemandu turis. Ia selalu tersenyum ramah dan tulus kepada wisatawan. Ternyata setelah menjalani selama tiga tahun terakhir, Pasek mengaku lebih suka menjadi pemandu mangrove.
“Budidaya rumput memang uangnya lumayan, tapi jerih payah kita pun sesuai. Kalau gini kan lebih santai,” ujar Pasek di akhir tur mangrove bersama kumparanTRAVEL.
ADVERTISEMENT