news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Pasar Senen, dari Tempat Kumpul Sukarno hingga Surga Baju Bekas

27 Februari 2019 16:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wajah Pasar Senen di zaman kolonial. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Wajah Pasar Senen di zaman kolonial. Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Apa yang terlintas dipikiranmu ketika mendengar kata Pasar Senen?
Macet? Semrawut? Terminal? Pusat baju bekas? Pedagang di pinggir jalan?
Pedagang berjualan pasca Pasar Senen terbakar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Apapun itu, sejatinya pasar tertua di Jakarta ini telah merasakan asam manis kehidupan. Ditambah dengan usianya yang mendekati tiga abad, menjadikan Pasar Senen punya segudang sejarah yang akan kumparan bagi berikut ini.
ADVERTISEMENT
Dahulu, pasar yang berlokasi di Jakarta Pusat ini dibangun pada zaman kolonial Belanda. Pasar Senen berdiri di lahan milik anggota Dewan Hindia —organisasi pemerintah Belanda— bernama Cornelis Chasteleindan.
wajah Pasar Senen dahulu kala. Foto: Wikimedia Commons
Sementara arsiteknya sendiri bernama Yustinus Vinck. Merujuk pada nama sang pembangun, dulu Pasar Senen kerap disebut Vinck Passer.
Beberapa sumber menyebutkan jika Vinck Passer menjadi pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan uang sebagai alat jual beli yang sah. Sementara, para pedagang di Vinck Passer didominasi oleh masyarakat etnis Tionghoa.
Jual beli di Pasar Senen. Foto: Wikimedia Commons
Selain disebut Vinck Passer, Pasar Senen juga kerap disebut Pasir Snees. Karena, Vinck Passer dibuka hanya pada hari Senin lantaran pemerintah VOC memiliki peraturan untuk membedakan pasar menurut hari dibukanya.
ADVERTISEMENT
Gara-gara banyak pejabatnya yang korupsi, VOC pun bangkrut dan kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlaku lagi. Alhasil, sekitar tahun 1766, Pasir Snees akhirnya dibuka selain hari Senin.
Tahun demi tahun bergulir. Lebih dari 1 abad, tepatnya sekitar 1930-an, kawasan sekitar Pasar Senen merupakan tempat favorit berkumpulnya para intelektual muda serta para pejuang bawah tanah dari Stovia.
Wajah Pasar Senen. Foto: Wikimedia Commons
Sebut saja sejumlah pemimpin pergerakan seperti Chairul Saleh, Adam Malik, bahkan Soekarno dan Mohammad Hatta, kerap menggelar pertemuan di kawasan ini.
Namun, selain kaum intelektual, para seniman era Pujangga Baru yang ada pada zaman penjajahan Jepang —tahun 1942 hingga tahun 1950an— pun gemar berkumpul di sini. Ajip Rosidi, Sukarno M. Noor, Wim Umboh, dan H.B. Yasin, acap kali dijuluki Seniman Senen.
Pasar Senen pada tahun 1970-an. Foto: Wikimedia Commons
Ketenaran kawasan Pasar Senen sebagai pusat perekonomian dan hiburan semakin naik daun tatkala Ali Sadikin menjabat sebagai gubernur. Ketika itu Ali Sadikin mencanangkan pembangunan “Proyek Senen” pada 1960.
ADVERTISEMENT
Proyek dibuat untuk melengkapi Pasar Senen dengan beragam fasilitas. Salah satunya adalah gedung parkir melingkar yang menjadi lokasi gedung parkir pertama di Jakarta.
Proyek ini juga diikuti dengan pembangunan Pasar Inpres dan Terminal Senen. Dan pada 1990 dibangunlah superblok modern, Atrium Senen.
Pasar Senen di era Ali Sadikin. Foto: Wikimedia Commons
Tak berhenti di situ saja, kala pertunjukan film bioskop mulai dikenalkan di Jakarta, Pasar Senen juga terkena imbasnya. Untuk memenuhi keinginan masyarakat dalam dunia hiburan, berdirilah dua gedung bioskop bernama Rex dan Grand.
Tidak hanya mengalami perubahan pesat, Pasar Senen juga berulang kali mengalami kebakaran. Yang terhebat, pada tahun 1974 silam, Pasar Senen dilahap si jago merah dan dikenal dengan sebutan Malapetaka 15 Januari (Malari).
Api masih membara di Pasar Senen. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Pada 23 November 1996, si jago merah kembali datang. Sekitar 750 kios di Blok IV dan V Pasar Senen ludes terbakar.
ADVERTISEMENT
Apalagi tahun 2003, 2008, 2010, dan 2016 beberapa blok di Pasar Senen juga mengalami kebakaran. Terakhir, 19 Januari 2017, Pasar Senen Blok I dan II dari lantai 1 hingga lantai 3 kembali terbakar hebat.
Pedagang Pakaian Bekas di Trotoar Pasar Senen Foto: Helmi Afandi/kumparan
Selain mengalami kebakaran, sejak peristiwa kerusuhan tahun 1998 pun ketenaran kawasan Pasar Senen kian meredup. Kemegahan dan kemewahannya perlahan memudar.
Dan kini, Pasar Senen menjadi salah satu lokasi yang tepat bila ingin membeli baju bekas. Harganya sangat ramah dikantong, mulai Rp 5 ribu hingga ratusan ribu.