Makan Abu Jasad, Wujud Rasa Sayang Suku Yanomami di Brasil

11 Februari 2018 13:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Yanomami (Foto: Flickr/Juliana Aristizabal Duran)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Yanomami (Foto: Flickr/Juliana Aristizabal Duran)
ADVERTISEMENT
Mengungkapkan rasa sayang pada keluarga maupun orang tersayang dapat dilakukan dalam berbagai cara, misalnya dalam bentuk hadiah, bunga, cokelat, maupun memberi perhatian, kejutan, hingga pelukan yang memberi rasa nyaman.
ADVERTISEMENT
Tapi pernahkah anda terpikir untuk hal yang lebih ekstrem seperti memakan abu dari jasad orang yang dicinta? Mungkin tidak, tapi ternyata ada suku tertentu yang melakukan hal ini sebagai wujud rasa sayang.
Hal ini terjadi pada suku Indian pedalaman yaitu suku Yanomami yang tinggal jauh dalam hutan Amazon di Brasil. Suku ini diduga berasal dari Selat Bering yang bermigrasi 1.500 tahun yang lalu.
Suku Yanomami (Foto: Flickr/Juliana Aristizabal Duran)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Yanomami (Foto: Flickr/Juliana Aristizabal Duran)
Endo Kanibalisme atau budaya memakan jasad orang-orang yang dicintai adalah cara suku Yanomami membagikan rasa sayang, memberi penghiburan, atau memuliakan keluarga dan kerabat yang dicintai.
Suku Yanomami meyakini bahwa jiwa manusia perlu dilindungi dan dapat kembali ke bumi setelah kematian dalam bentuk berbeda selayaknya reinkarnasi.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu suku ini tidak memburu beberapa jenis burung yang dirasa dapat menjadi bentuk reinkarnasi.
Sesuai dengan kepercayaannya, suku ini mempercayai bahwa manusia tidak dapat diselamatkan dan memasuki surga Yanomami apabila tidak memiliki jiwa yang murni.
Jiwa dari orang yang meninggal hanya dapat diselamatkan secara utuh jika mayatnya dibakar dan abunya dimakan oleh keluarga dan saudara-saudaranya sebagai pertanda bahwa mereka yang meninggal telah benar-benar melepaskan hal duniawi.
Suku Yanomami (Foto: Flickr/Juliana Aristizabal Duran)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Yanomami (Foto: Flickr/Juliana Aristizabal Duran)
Suku Yanomami percaya bahwa dengan memakan abu orang yang dicintai akan membuat jiwa mereka terbebas dari kutukan yang mengharuskan mereka tinggal di dunia peralihan yang berada antara kehidupan dan kematian.
Ritual pembakaran dan memakan abu ini dikenal dengan nama Reahu.
ADVERTISEMENT
Jasad keluarga yang meninggal akan ditutupi dengan dedaunan dan didiamkan selama 35-40 hari di hutan di dekat pondok pemukiman Yanomami.
Sisa jasad akan dikumpulkan oleh para pria dalam keluarga tersebut dan disimpan di dalam labu. Setelah setahun, sisa jasad akan dikremasi.
Ketika melakukan upacara perayaan Reahu, keluarga akan menangis dan menyanyikan lagu sedih saat upacara pembakaran jasad, sisa abu dan tulang dari proses pembakaran akan dikumpulkan oleh keluarga.
Sisa abu dan tulang tersebut akan dimasak bersama dengan pisang yang sudah difermentasi. Sup tersebut harus dimakan dan dicerna oleh semua anggota keluarga dalam satu kali perjamuan makan.
Terjadi pengecualian, apabila orang-orang Yanomami dibunuh oleh musuh, maka hanya wanita saja yang memakan sup tersebut di malam perencanaan aksi balas dendam.
ADVERTISEMENT
Apabila jasad keluarga tersebut terbunuh atau dibunuh oleh musuh, maka jasadnya dapat disimpan didalam labu selama bertahun-tahun, sampai suku yang menjadi korban merasa bahwa kematian tersebut sudah terbalaskan.
Di masa perang, hal yang paling berbahaya dan memalukan bagi suku Yanomami adalah apabila ada anggota keluarga yang meninggal di hutan dan jasadnya tidak dapat ditemukan, karena mereka tidak dapat menyelamatkan jiwa kerabat yang mereka cintai.