news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mari Cerita Papua, Jaga Cenderawasih dan Ekowisata ala Alex Waisimon

11 September 2019 18:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi santai tentang cenderawasih, ekowisata, dan hutan dalam Mace Papua Foto: Helinsa Rasputri/kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi santai tentang cenderawasih, ekowisata, dan hutan dalam Mace Papua Foto: Helinsa Rasputri/kumparan.com
ADVERTISEMENT
Dengar nama burung cenderawasih, kamu pasti akan langsung mengasosiasikannya dengan Papua. Burung indah yang gemar menari saat hendak menarik perhatian pasangannya ini memang sudah lama dikenal sebagai ikon bagi Mutiara Hitam dari Timur Indonesia itu.
ADVERTISEMENT
Meski dikenal luas sebagai hewan ikonik dari Papua, tahukah kamu bahwa sebenarnya cenderawasih tak hanya bisa ditemukan di pulau terbesar di Indonesia itu saja? Ya, hal ini disampaikan oleh Ady Kristanto, fotografer Indonesia Wildlife Photography, sekaligus Biodiversity Officer at Flora & Fauna International-Indonesia Programme.
"Cenderawasih dikenal sebagai ikon Papua, meskipun distribusinya tak hanya ada di Papua, tetapi juga di Halmahera dan Australia," katanya dalam diskusi Mace Papua (Mari Cerita Papua) yang diadakan di Kuningan City, Jakarta, Rabu (11/9).
Burung Cenderawasih di Hutan Nangguo, Sausapor, Tambrauw, Papua Barat. Foto: Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata
Menurut data yang Ady peroleh, burung cenderawasih terbagi menjadi 42 jenis dan tersebar mulai dari Pulau Halmahera hingga Australia. 30 di antaranya berada di Indonesia dan tujuh di dalamnya merupakan spesies endemik. Di Raja Ampat saja, kamu bisa menemukan sembilan jenis cenderawasih yang dua di dalamnya adalah spesies endemik.
ADVERTISEMENT
Keindahan cenderawasih mulai dikenal dunia pada abad 19-20, ketika spesimennya dibawa oleh Wallace ke Eropa. Sejak saat itu, pesona cenderawasih menghipnotis semua orang yang memandangnya, menjadikan bird of paradise ini populer dan tentunya banyak peminat.
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap burung cenderawasih, maka perburuan pun mulai meningkat. Populasi cenderawasih kian menurun, belum lagi akibat kerusakan hutan yang terjadi, baik secara tak sengaja maupun disengaja, karena burung itu mulai terusir dan tak punya tempat tinggal.
Prihatin dengan kondisi ini, seorang pria asal Papua bernama Alex Waisimon kemudian membuat sebuah kawasan ekowisata yang ia klaim sebagai new way of hunting.
Noken Lab tampil dalam acara Mace Papua (Mari Cerita Papua) Foto: Helinsa Rasputri/kumparan.com
Berlokasi di Distrik Nimbrokrang, Jayapura, kamu akan menemukan Isio Hill's Bird Watching, sebuah kawasan ekowisata untuk yang memberikan kesempatan bagi pengunjungnya melihat, mengamati, dan tentunya 'berburu' foto cenderawasih, serta beragam burung khas lainnya secara langsung tanpa harus mengganggu maupun merusak habitatnya.
ADVERTISEMENT
Isio Hill's Bird Watching didirikan Alex di atas lahan seluas 19 ribu hektar yang terbagi menjadi dua lahan yang dihuni oleh dua masyarakat adat. Nama Isio sendiri berasal dari nama bukit dan juga makanan khas Papua yang bernama sama.
Ekowisata ini didirikan Alex ketika ia memutuskan untuk pulang ke kampung dan menuruti keinginan untuk kembali membangun kampung. Terutama ketika ia melihat maraknya ilegal logging (penebangan liar) yang terjadi di Papua yang bukan hanya berdampak buruk pada kehidupan masyarakat setempat, tetapi juga satwa di dalamnya.
"Burung itu mesti punya rumah, yaitu hutan dan alam. Jadi ketika pohon ditebang, mereka tak lagi punya tempat untuk berteduh dan mencari makan. Bukan hanya burung yang di atas pohon saja, tetapi juga binatang yang memakan sisa atau kotoran cenderawasih yang ada di bawah pohon, seperti kadal, cecak, atau binatang lainnya," kata Alex dalam diskusi Mace Papua yang dipandu oleh penulis Andhyta F. Utami.
Alex Waisimon, Pengelola Ekowisata Isio's Hill Bird Watching Foto: Helinsa Rasputri/kumparan.com
"Isio Hill's Bird Watching menghadirkan new hunting, jadi cara berburu yang baru, tidak harus burungnya ditangkap lalu dipotong atau dikandangkan. Tapi kini bisa melihat burung cenderawasih di tengah pohon yang usianya sudah tua," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Burung cenderawasih bukan hanya sekadar satwa khas yang menjadi salah satu kekayaan dan bentuk keanekaragaman fauna Indonesia. Lebih dari itu, cenderawasih membantu pepohonan di hutan untuk menyebarkan bijinya dan berkembang biak, sehingga hutan tetap ada.
Itu sebabnya cenderawasih dan hutan memiliki ikatan yang kuat bagi masyarakat Papua. Dalam diskusi santai yang digelar oleh EcoNusa itu, Alex menceritakan bagaimana sangat bergantungnya kehidupan masyarakat Papua pada hutan.
Alex Waisimon, Pengelola Ekowisata Isio's Hill Bird Watching Foto: Helinsa Rasputri/kumparan.com
Masyarakat Papua sejak kecil telah mengenal hutan dan isi di dalamnya, menggunakan kearifan serta kebijaksanaan lokal dalam mengolahnya. Tanpa mesti belajar di bangku formal, mereka telah memahami cara memenuhi kebutuhan tanpa harus merusak alam secara otomatis sejak kecil.
Bagi Alex, hutan ibarat supermarket yang menyediakan segala sesuatu, sekaligus bank yang berisi kekayaan mereka dalam bentuk alam. Bayangkan saja, mulai dari pakaian tradisional, bangunan tempat berteduh, rumah, makanan, hingga alat berburu, semua didapatkan dari alam.
ADVERTISEMENT
Memperkuat pernyataan ini, Program Associate Pengelolaan Sumber Daya Alam Tanah Papua Yayasan EcoNusa, Alosius Numberi, mengatakan bahwa kemampuan hutan memberikan kebutuhan hidup membuatnya kerap dianggap sebagai seorang 'ibu' oleh masyarakat Papua.
Narasumber bersama dengan Noken Lab dan Andhyta F. Utami dalam diskusi Mari Cerita Papua Foto: Helinsa Rasputri/kumparan.com
Bedanya, saat mengambil barang di hutan, kamu tak perlu membayar, tetapi kelebihan itu sering kali terlupakan. Sementara pengunjung dari negara lain 'berburu' cenderawasih dan ilmu tentang hutan hingga ke Indonesia, penduduk Indonesia sendiri masih sangat tidak aware dengan kekayaan hutan Nusantara sendiri.
Hal ini tercermin dari sedikitnya jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke kawasan ekowisata milik Alex. Alosius mengklaim bahwa Isio Hill's Bird Watching sudah sering dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai negara, baik untuk tujuan traveling, penelitian, maupun fotografi.
ADVERTISEMENT
"Hanya lima persen (jumlah) orang Indonesia yang datang berkunjung (dibandingkan dengan seluruh jumlah wisatawan)," ujarnya saat ditanya kumparan dalam kesempatan yang sama.
Menurut penuturan Alex, di dalam lahan seluas 19 ribu hektare milik Isio Hill's Bird Watching terdapat delapan jenis burung cenderawasih, belum termasuk jenis burung lainnya yang bermukim di Papua. Untuk bisa menikmatinya, kamu mesti merogoh kocek sekitar Rp 200 ribu per orang untuk wisatawan domestik dan Rp 300 ribu untuk wisatawan asing sebagai tiket masuk.
Sedangkan untuk turnya sendiri, kamu akan dikenakan biaya sekitar Rp 1,3 juta per pax, sudah termasuk penginapan, makan tiga kali sehari, air minum selama perjalanan, dan kopi. Biaya ini belum termasuk ongkos pribadi, uang saku wisatawan, maupun helpers yang akan memandu.
ADVERTISEMENT
Dengan cara ini, Alex berusaha untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat, tanpa harus mengganggu maupun merusak alam Papua.