Melumuri Tubuh dengan Tanah Liat, Cara Suku Himba Menjaga Kecantikan

11 Mei 2018 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wanita suku Himba  (Foto: Flickr/Sergio Pessolano)
zoom-in-whitePerbesar
Wanita suku Himba (Foto: Flickr/Sergio Pessolano)
ADVERTISEMENT
Kebiasaan para leluhur umumnya akan mempengaruhi budaya dan tradisi generasi masyarakatnya. Pengaruh dari kebiasaan leluhur ini bukan hanya dalam bentuk tarian, upacara adat, atau kebiasaan penerusnya, tetapi juga dari segi standar kecantikan atau perawatan diri.
ADVERTISEMENT
Misalnya saja Gerewol yang menjadi salah satu kontes ketampanan suku Wodaabee di Afrika, Mesangih atau potong gigi di Bali, atau tradisi bibir lebar suku Mursi di Ethiopia.
Suku Himba di Namibia (Foto: Flickr/Lara Kate Soldi)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Himba di Namibia (Foto: Flickr/Lara Kate Soldi)
Begitu pula dengan suku Himba yang berasal dari Namibia, Afrika Selatan. Wanita dari suku yang bertempat tinggal di wilayah Kunene, Demaraland, dan Angola, yang terletak di tepi sungai Kunene itu memiliki kegiatan merawat diri yang unik. Perawatan yang bertujuan untuk menjaga diri mereka agar tetap cantik itu dilakukan dengan memanfaatkan tanah liat merah.
Wanita suku Himba biasanya melumuri diri mereka dengan campuran pasta mentega, lemak, tanah liat, dan oker merah yang disebut sebagai Otjize. Untuk mendapatkan aroma yang menyegarkan, tak jarang Otjize juga dicampur dengan tanaman lokal. Otjize diyakini mampu melembabkan kulit, rambut, sekaligus memberikan perlindungan pada sengatan matahari maupun serangga.
Suku Himba mengasapi diri (Foto: Flickr/Ross Shaw)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Himba mengasapi diri (Foto: Flickr/Ross Shaw)
Setiap pagi wanita dari suku ini akan menghabiskan waktu selama berjam-jam untuk melumuri diri mereka. Dengan menggunakan Otjize, wanita suku Himba meyakini bahwa tubuh mereka akan menjadi lebih bersih tanpa harus mandi.
ADVERTISEMENT
Proses melumuri ini pun tak sembarangan. Sebelum melumuri rambut, para wanita akan membentuk rambutnya menjadi kepangan gimbal. Kepangan ini dibuat tak hanya agar lebih mudah untuk dilumuri dengan Otjijze, tetapi juga sebagai penanda status.
Kepang suku Himba (Foto: Flickr/Oleg Nabrovenkov)
zoom-in-whitePerbesar
Kepang suku Himba (Foto: Flickr/Oleg Nabrovenkov)
Wanita yang belum menikah biasanya hanya membagi kepangan rambutnya menjadi dua, sedangkan wanita yang telah menikah membagi kepangan rambutnya menjadi lebih banyak.
Begitu menginjak masa pubertas, wanita suku Himba biasanya akan mengenakan aksesoris berupa 'mahkota' yang dikenal dengan nama Erembe. Erembe adalah aksesoris rambut yang terbuat dari kulit sapi atau kambing yang dibentuk dan dikeringkan.
Anak laki-laki suku Himba (Foto: Flickr/sam simister)
zoom-in-whitePerbesar
Anak laki-laki suku Himba (Foto: Flickr/sam simister)
Berbeda dengan wanita, pria dari suku Himba hanya menata rambutnya menjadi dua seperti tanduk domba dan melumurinya saja, tanpa harus menjaga tatanan tersebut bertahan lama.
ADVERTISEMENT
Ketika pria dari suku Himba menikah, mereka akan menutup rambutnya dengan menggunakan tudung. Selain itu, pria suku Himba juga hanya melumuri Otjize pada rambutnya saja, tidak pada tubuhnya.
Belum ada kejelasan mengenai sejarah penggunaan campuran tanah liat yang dikenal sebagai Otjize ini. Namun menurut beberapa peneliti, kebiasaan ini terjadi karena daerah yang didiami oleh suku Himba kekurangan air dan memiliki tingkat curah hujan yang rendah.
Wanita suku Himba  (Foto: Flickr/Olivier GAUTRON)
zoom-in-whitePerbesar
Wanita suku Himba (Foto: Flickr/Olivier GAUTRON)
Warna merah dari Otjize ini melambangkan darah bumi atau simbol dari kehidupan. Untuk menjaga tatanan rambutnya, wanita suku Himba biasanya tidur di atas bantalan kayu. Bukan hanya tubuh dan rambut saja, Otjize juga dilumuri pada perhiasan yang digunakan oleh wanita di suku ini.
ADVERTISEMENT
Tatanan rambut wanita suku Himba yang unik ini bahkan pernah dijadikan inspirasi salah satu suku di film Box Office Hollywood, Black Panther.