Menpar: Status Bencana Berdampak Besar Terhadap Pariwisata Indonesia

2 April 2019 20:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menpar Arief Yahya dalam kunjungannya ke Tanjung Lesung. Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menpar Arief Yahya dalam kunjungannya ke Tanjung Lesung. Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
ADVERTISEMENT
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang terdampak cukup besar ketika bencana alam terjadi di salah satu destinasi wisata. Oleh sebab itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengimbau agar penetapan status dan pemberian informasi terhadap suatu fenomena atau bencana alam harus dilakukan dengan tepat.
ADVERTISEMENT
Dalam acara konferensi pers Jurnalisme Ramah Pariwisata, Menteri Pariwisata Arief Yahya, mengingatkan soal pentingnya agar tidak salah dalam memberikan status ketika terjadi bencana alam. Apakah status kebencanaan itu, awas, waspada, atau siaga, karena begitu salah, dampaknya akan sangat besar bagi dunia pariwisata di Indonesia.
"Kalau saya ditanya, pengaruh apa yang paling besar terhadap kepariwisataan, itu adalah status kebencanaan. Ketika kita salah memberikan status, atau memberikan status dan kita salah mensosialisasikannya maka impact-nya akan sangat parah," ujar Arief Yahya di Tanjung Lesung Beach Hotel pada Senin (1/4)
Konferensi pers sosialisasi jurnalisme ramah pariwisata. Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Lebih lanjut, Menpar juga mencontohkan bagaimana saat terjadi bencana erupsi Gunung Agung di Bali. Bencana itu sempat membuat pariwisata Bali terguncang.
"Jadi saya beri contoh tentang Bali. Bali itu mulai September 2017 erupsi Gunung Agung dan dinyatakan dalam status awas. Ketika status awas itu terjadi apa yang dipersepsi oleh seluruh masyarakat Indonesia dan dunia bahwa yang awas itu berbahaya. Yang ada di kepala masyarakat, mereka menganggap seluruh Bali itu bahaya. Bahkan negara lain sempat membuat Travel Advisory waktu itu," tambah Arief.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang kemudian membuat Menpar menginginkan agar status bencana itu disertai sosialisasi dan informasi yang jelas dan mendetail agar tidak menimbulkan kekhawatiran terhadap wisatawan dan masyarakat. Misalnya, status awas, itu berlaku radius 12 kilometer dari Gunung Agung, selebihnya normal.
Wisatawan menikmati suasana Pantai Kuta, Badung, Bali, Senin (31/12/2018). Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Bali itu sehari dikunjungi 15 ribu turis dan kalau ada spending per arrival-nya itu 1.000 USD atau 15 ribu USD dolar atau 150 miliar per hari. Maka kerugiannya sangat besar.
Menpar juga membandingkan kondisi Bali sebelum dan sesudah penerbitan status tanggap bencana yang dilakukan. Setelah status tanggap darurat dicabut, pelan-pelan pariwisata di Bali mulai membaik.
"Bulan Januari sudah 70 persen dari sebelumnya 30 persen, Februari 90 persen, dan bulan Maret 95 persen. Dugaan saya, status tersebut yang membuat pariwisata di Bali sempat terpuruk dan pencabutan status itulah yang membuat pariwisata di Bali kembali bangkit ," kata Menpar.
Tanjung Lesung Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sedangkan pasca-bencana tsunami Selat Sunda, Menpar mengapresiasi keputusan yang tepat dalam pemberian status terhadap Gunung Krakatau. Dengan penurunan status Gunung Krakatau dari awas yaitu level tiga menjadi waspada (level 2) diharapkan dapat membuat proses recovery berjalan dengan cepat di Selat Sunda.
ADVERTISEMENT
"Semoga pengumuman ini membuat titik balik bagi Selat Sunda dan pemulihan dapat berjalan lebih cepat. Saya juga mengharapkan pemulihan dapat berjalan lebih cepat dan dalam 6 bulan Selat Sunda sudah fully recover," tandas Arief Yahya.