Misteri Terowongan Lampegan dan Hilangnya Nyi Sadea di Cianjur

17 Oktober 2019 7:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terowongan Lampegan pada masa lampau Foto: Dok. Tropenmuseum via Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Terowongan Lampegan pada masa lampau Foto: Dok. Tropenmuseum via Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Ada banyak infrastruktur yang merupakan peninggalan Belanda di Indonesia, salah satunya adalah Terowongan Lampegan. Terowongan Lampegan merupakan salah satu terowongan tertua di Indonesia dan juga yang pertama dibangun di Jawa Barat. Terowongan Lampegan dibangun pada 1879-1882 di Desa Cibokor, Cianjur, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Terowongan Lampegan pertama kali dioperasikan oleh perusahaan kereta api milik Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS) dan melayani kereta api yang menghubungkan Batavia dengan Bandung via Bogor/Sukabumi. Rute ini dulunya digunakan pemerintah kolonial untuk mengangkut hasil bumi, seperti tebu, karet, kina, teh, dan juga kopi.
Pembangunan Terowongan Lampegan merupakan hasil kerjasama antara Staatsspoorwegen (SS) dan pengusaha perkebunan di Cianjur yang bernama Van Beckman. Van Beckman menyetujui rencana pembangunan ini, karena menganggap bahwa nantinya jalur itu akan memudahkan usaha perkebunan yang ia miliki.
Karena itu, akhirnya Van Beckman mengerahkan pekerjanya untuk membobol bukit Gunung Keneng dari dua arah yang berlawanan, sehingga dapat tersambung. Menurut berbagai sumber, awalnya terowongan ini digali dengan menggunakan tenaga manusia, lalu dilanjutkan dengan menggunakan dinamit peledak karena mengalami kesulitan.
ADVERTISEMENT
Mulanya Terowongan Lampegan memiliki panjang sekitar 686 meter, namun terowongan ini sempat runtuh karena bencana longsor yang melanda pada tahun 2000 silam. Setelah direstorasi, Terowongan Lampegan lantas tak sepenuhnya kembali seperti sediakala, panjangnya berkurang menjadi 415 meter.
Ada banyak kisah yang menceritakan toponomi Lampegan. Dalam buku Kisah Tanah Jawa (2018), disebutkan bahwa nama Lampegan tercetus dari percakapan orang Belanda ketika kereta api memasuki terowongan.
"Lamp a gan," begitu katanya untuk memerintahkan agar lampu segera dinyalakan untuk membantu masinis mengemudi dalam terowongan gelap itu.
Versi lainnya mengatakan bahwa Lampegan merupakan perintah mandor proyek Van Beckman yang mencampurkan bahasa Indonesia dengan Inggris pada anak buahnya.
"Lamp pegang! Lamp Pegang!," katanya ketika hendak memasuki terowongan untuk memantau hasil kerja mereka.
ADVERTISEMENT
Ada pula versi lainnya mengatakan bahwa Lampegan berasal dari teriakan kondektur kereta api, ketika memasuki kereta api yang menyuruh penjaga untuk menyalakan lampu sambil berseru, "Lampen aan! Lampen aan!", yang artinya "Nyalakan lampu."
Terowongan Lampegan masa kini Foto: Wikimedia Commons
Meski begitu, apapun versi ceritanya, hasilnya para penduduk sekitar yang salah mendengar teriakan, seruan, maupun perintah itu memahaminya sebagai Lampegan. Selayaknya kisah bangunan-bangunan tua yang tak lepas dari kisah misteri maupun mistis, Terowongan Lampegan rupanya tak luput dari hal itu pula.
Konon, di dalam terowongan sering kali muncul penampakan wanita berkebaya merah yang diyakini sebagai Nyi Sadea. Nyi Sadea merupakan penari ronggeng terkenal asal Cianjur pada masa Hindia Belanda. Ia diyakini memiliki paras yang cantik dengan kulit putih yang diwarisi dari salah satu kakeknya yang berdarah Belanda.
ADVERTISEMENT
Pada masa itu, Nyi Sadea telah menginjak usia 25 tahun dan belum memiliki pendamping hidup. Bersama dengan grup kesenian ronggenggnya, ia diundang untuk menghibur dalam pesta peresmian Terowongan Lampegan yang dihelat dengan sangat meriah.
"Para pejabat Hindia Belanda pusat dari Batavia dan Priyangan pun hadir. Bahkan, tampak Gubernur Hindia Belanda yang saat itu dijabat oleh Cornelis Pijnacker Hordik, termasuk Bupati R.A.A. Prawiradireja," seperti dikutip dari buku Kisah Tanah Jawa (2018:11).
Bersama dengan dua rekannya, Nyi Sadea menari di bawah rintik hujan memakai kemben merah dan selendang kuning. Ia berlenggak-lenggok di atas panggung kecil di mulut terowongan yang diterangi lampu pijar.
Jelang tengah malam, setelah penampilan Nyi Sadea berakhir, ia berteduh di dalam terowongan sambil menunggu hujan deras mereda. Tak lama, Nyi Sadea mendengar suaranya dipanggil, ia kemudian berjalan memasuki terowongan, lalu menghilang tanpa ada yang tahu ke mana dan menjadi legenda hingga saat ini.
Kisah terowongan Lampegan. Foto: Indra Fauzi /kumparan
Dalam Kisah Tanah Jawa diceritakan bahwa Nyi Sadea diperistri oleh pemimpin gaib di wilayah itu. Menurut pengamatan retrocognition yang tim Kisah Tanah Jawa lakukan, Nyi Sadea dijadikan tumbal bagi pemimpin istana gaib di atas bukit Terowongan Lampegan yang bernama Razamandala.
ADVERTISEMENT
Ia dikorbankan sebagai syarat agar pemimpin gaib itu tak mengganggu proses pembangunan, karena selama proses pembangunan Terowongan Lampegan, sering kali ada pekerja yang meninggal. Razamandala tak meminta ritual tertentu, cukup dengan mengadakan acara ronggeng yang mengundang penari tercantik di wilayah Priangan.
Versi lainnya, penduduk setempat percaya bahwa Nyi Sadea dijadikan tumbal, tetapi bukan dengan cara menghilang sendiri tanpa jejak karena dijemput sesuatu yang gaib. Namun, karena dijadikan tumbal dan jasadnya ditanam dalam tembok terowongan.
KA Siliwangi memasuki Terowongan Lampegan Foto: Wikimedia Commons
Terlepas dari kisah misteri dan mistis yang menyelimutinya, Terowongan Lampegan juga menjadi saksi bisu perjuangan pemuda Indonesia menyerang Jepang untuk mendapatkan senjata, sebagai usaha memperjuangkan kemerdekaan.
Terowongan Lampegan juga kerap menjadi 'sasana' duel mortir antara TNI dengan KNIL (Koninklijke Nederlands-Indische Leger) berlangsung. Kini, Terowongan Lampegan menjadi bagian dari perjalanan kereta api rute Sukabumi-Cianjur yang jadi kawasan cagar budaya.
ADVERTISEMENT
Terlebih, tak jauh dari Stasiun Lampegan terdapat destinasi wisata Gunung Padang yang merupakan situs megalitikum terbesar di kawasan Asia Tenggara. Jarak antara Gunung Padang dengan Stasiun Lampegan hanya sekitar 7-8 kilometer saja.
Kamu yang tertarik mengunjunginya bisa datang dengan menggunakan KA Siliwangi dan turun di Stasiun Lampegan. Selain menyusuri terowongan tua yang penuh sejarah ini, kamu juga bisa menikmati indahnya pemandangan kebun teh dari jendelanya sepanjang perjalanan dari Bandung menuju Sukabumi. Gimana, kamu tertarik?