Pengguna Sriwijaya Travel Pass Protes Pembatasan Kursi, Apa Kata YLKI?

10 Januari 2019 18:48 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sriwijaya Air (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sriwijaya Air (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Maskapai Sriwijaya Air tengah digempur protes dari para pengguna fitur membership Sriwijaya Travel Pass. Maskapai penerbangan yang operasionalnya baru saja diambil alih oleh Garuda Indonesia Group ini dianggap melakukan pembatasan kursi pada member Sriwijaya Travel Pass.
ADVERTISEMENT
Sriwijaya Travel Pass merupakan fitur membership milik Sriwijaya Air Group bagi traveler untuk dapat traveling ke mana saja, kapan saja, tanpa blackout date, selama 365 hari dengan biaya sebesar Rp 12 juta.
Menurut para pengguna Sriwijaya Travel Pass (SJTP), maskapai Sriwijaya Air telah mencurangi dengan mengeluarkan ketentuan-ketentuan baru di tengah masa membership. Yaitu dengan cara membatasi alokasi kursi yang tersedia dalam setiap penerbangan ke pada member.
Tidak hanya itu, member Sriwijaya Travel Pass pun kerap kali kehabisan bangku penerbangan ketika melakukan pemesanan dengan menggunakan keanggotaan mereka. Sebaliknya, ketika mereka membelinya tanpa keanggotaan, bangku untuk rute dan jam penerbangan yang sama tersedia dengan harga normal.
Sriwijaya Travel Pass (Foto: member.sriwijayaair.co.id)
zoom-in-whitePerbesar
Sriwijaya Travel Pass (Foto: member.sriwijayaair.co.id)
Padahal sejak awal peluncurannya Sriwijaya Travel Pass tidak membuat ketentuan khusus terkait alokasi kursi yang boleh digunakan oleh member, hingga tanggal 22 Oktober 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Perubahannya antara lain, pesawat Boeing 737-800 dan Boeing 737-900 hanya menyediakan 75 seat untuk pengguna SJTP, pesawat Boeing 737-500 dan 737-300 dengan alokasi 35 seat.
Sedangkan untuk pesawat ATR 72-600 hanya diberikan batasan maksimal 15 seat. Meski begitu menurut pengakuan member Sriwijaya Travel Pass, seat yang tersedia dalam ketentuan baru pun belum tentu benar-benar tersedia bagi para member.
Sehingga sering kali para pemilik keanggotaan Sriwijaya Travel Pass tidak dapat melakukan reservasi. Jelas hal ini membuat mereka geram dan menuntut penjelasan yang utuh dan lengkap dari maskapai.
Menanggapi hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun turut angkat bicara. Menurut Sularsi Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Sriwijaya Air dianggap merugikan konsumen dengan melakukan pelanggaran pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.
ADVERTISEMENT
Adanya penambahan aturan-aturan baru setelah melakukan pembelian juga dikatakan Sularsi sebagai tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18 sehingga dapat merugikan konsumen.
"Adanya aturan-aturan baru yang tidak ada di awal itu melanggar undang-undang. Karena kalau seandainya aturan itu tidak ada, konsumen akan membeli.
Seharusnya ada aturan yang secara jelas diungkapkan di awal untuk jadi bahan pertimbangan konsumen," katanya saat dihubungi kumparanTRAVEL melalui saluran telepon pada Kamis (11/1).
Ia juga menambahkan bahwa kemunculan aturan-aturan baru yang ada 'di tengah jalan' juga menyalahi Pasal 4 ayat C dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.
Yang menyatakan bahwa konsumen berhak tahu informasi yang utuh dan jelas, lengkap dengan ketentuan atau catatan lainnya dari pelaku usaha, dalam hal ini Sriwijaya Air.
ADVERTISEMENT
"Kalau ada catatan yang tidak sesuai dengan ketentuan konsumen, tentu konsumen tidak akan beli. Jadi dengan tidak memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur berarti tidak memberikan informasi yang utuh sehingga terjadi perbedaan persepsi antara Sriwijaya Air dan konsumen (member (Sriwijaya Travel Pass)," tambah Sularsi lagi.
Pesawat NAM Air (Foto: Ulfa/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat NAM Air (Foto: Ulfa/kumparan)
Menurut Sularsi sudah sepantasnya pelaku usaha memberikan informasi yang utuh terkait term and conditions yang berlaku.
Dalam kasus ini, karena menyangkut tiket penerbangan, maka harusnya ada informasi tentang seat yang tersedia bagi member, berapa jumlah membernya, dan rasionalitas proses bisnis antara jumlah member dan seat yang disediakan di setiap destinasinya.
"Kalau diinformasikan dari awal, misalnya alokasi seat 20 unit untuk member rute sebuah destinasi, maka konsumen akan tahu bahwa sisanya adalah jatah untuk para pengguna tiket reguler. Kan, harus ada informasi yang seperti itu pada konsumen.
ADVERTISEMENT
Apa sih keuntungannya? Jadi konsumen akan tahu bahwa ketika dia tidak melaksanakan apa yang dijanjikan, akan jadi wanprestasi. Apalagi hak konsumen saat ini jadi tidak bisa dilakukan karena ada aturan baru,'' tutur Sularsi lagi.
Ilustrasi Maskapai Garuda dan Sriwijaya Air. (Foto: Shutter stock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Maskapai Garuda dan Sriwijaya Air. (Foto: Shutter stock)
Menurut Sularsi, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan oleh pihak maskapai apabila terjadi perubahan ketentuan. Misalnya registrasi atau pendaftaran ulang untuk program dengan aturan terbaru atau dikembalikan.
Sedangkan untuk konsumen sendiri, ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan kembali haknya. Kedua cara itu bisa dilakukan melalui ranah hukum maupun tidak.
"Konsumen bisa menggugat. Gugatannya bisa dilakukan secara kolektif atau pribadi, itu haknya konsumen. Bisa melakukan somasi atau mediasi, mesih dimungkinkan penyelesaian di luar pengadilan untuk mencari solusi. Karena tidak ada solusi berarti tidak ada itikad baik," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Menindaklanjuti hal ini, Sriwijaya Air pun angkat bicara. Dalam rilis resminya, Sriwijaya Air mengungkapkan bahwa mereka tidak melakukan pembatasan kursi pada member SJTP. Kesulitan yang dihadapi member Sriwijaya Travel Pass diklaim Sriwijaya Air sebagai dampak dari pemeliharaan sistem.
Bagaimana menurutmu?