Planetarium: Mimpi Soekarno yang Jadi Kenyataan

17 Juli 2019 17:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Planetarium Jakarta Foto: Ulfa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Planetarium Jakarta Foto: Ulfa/kumparan
ADVERTISEMENT
Selain sebagai destinasi wisata, Planetarium dan Observasi Jakarta atau Planetarium juga menjadi sumber ilmu dan pusat informasi terkait benda-benda langit. Di sini, pengunjung bisa mendapatkan segudang ilmu baru bagi yang haus dan penasaran tentang luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Planetarium berhasil berdiri berkat Soekarno karena ialah pengaggasnya.
"Awal Indonesia merdeka, Indonesia dekat dengan Rusia. Bahkan (kala itu) Soekarno juga pernah berkunjung dan bertemu dengan astronaut di sana. Waktu itu juga, istilahnya Amerika dan Rusia sedang saingan untuk eksplorasi ruang angkasa," jelas Azis, narator di Planetarium Jakarta yang pernah bertutur soal sejarah Planetarium kepada kumparan.
Lewat Planetarium, Soekarno tidak ingin bangsanya tertinggal dalam persaingan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) khususnya astronaut. Sejalan dengan itu, Bung Karno juga berharap masyarakat Indonesia tidak lagi mempercayai takhayul.
“(Dahulu) orang percaya gerhana (itu) istilahnya matahari dimakan raksasa, (lalu) ketika bulan purnama harus ketok-ketok kentongan. Soekarno juga ingin Indonesia punya pandangan (lebih baik soal luar angkasa) agar masyarakat bisa bersaing dalam bidang astronomi, jadi dibangun (Planetarium), itu mimpinya dari Soekarno," lanjutnya bercerita.
ADVERTISEMENT
Bung Karno pun membangun Planetarium dan Observatorium Jakarta di Jalan Cikini Raya No. 73 Jakarta Pusat, tepatnya berada di Taman Raden Saleh yang awalnya merupakan Kebun Binatang Cikini. Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Bung Karno pada tanggal 9 September 1964 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 155 Tahun 1963 yang ditandatangani Presiden pada 26 Juli 1963.
Planetarium Jakarta Foto: Bella Cynthia/kumparan
Pembangunan Planetarium sendiri didanai dari bantuan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Sementara arsitek dari Planetarium adalah Ir. Ismail Sofyan, Ir. Ciputra, dan Ir. Brasali dari Perentjana Djaja.
Kemudian untuk penanggung-jawabnya adalah Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dijabat oleh Henk Ngantung. Dan Ketua Tim Pengawas Pembangunan dipegang oleh Prof. Ir. Rooseno.
ADVERTISEMENT
Ketika masih dalam pembangunan, mimpi Soekarno tak berjalan mulus sebagaimana harapannya. Peristiwa G30S/PKI menghentikan pembangunan Planetarium karena GKBI tidak dapat memberikan dana lagi.
Hingga akhirnya di penghujung tahun 1967 pembangunan Planetarium dilanjutkan kembali atas prakarsa pemerintah RI. Sementara dananya berasal dari kucuran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Impian Soekarno pun menjadi kenyataan saat Planetarium diresmikan oleh Ali Sadikin yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta pada 10 November 1968. Sedangkan pertunjukan perdanya dimulai 1 Maret 1969 yang dianggap sebagai hari jadinya.
Replika Tata Surya di Planetarium Jakarta Foto: Bella Cynthia/kumparan
Loncat ke 1996 saat Gubernur DKI Jakarta Suryadi Soedirdja menyetujui usulan Kepala BP Planetarium dan Observatorium Jakarta, Darsa Sukartadiredja, untuk melakukan pemutakhiran peralatan pertunjukan dan renovasi bangunan. Proyektor awal dengan model Universal yang bersifat manual diganti dengan proyektor model Universarium VIII yang dikendalikan dengan pemrograman komputer.
ADVERTISEMENT
Bila dahulu bangunan yang berlokasi di area Taman Ismail Marzuki ini berkapasitas 500 kursi dan pengunjung semua menghadap ke tengah, maka setelah direnovasi kapasitasnya menjadi 320 kursi dan pengunjung semua menghadap ke arah selatan, serta lantai dibuat bertingkat.
Ruang pertunjukan ini juga dapat dijadikan tempat untuk teater seperti pembacaan puisi, pagelaran musik, tarian, film layar lebar, hingga seminar. Adapun pertunjukan perdana setelah selesainya pemutakhiran dialksanakan pada 15 Desember 1998.
Planetarium yang kerap mempertunjukkan isi dan fenomena yang terjadi di alam semesta termasuk planet Bumi, acap kali disebut Teater Bintang atau Teater Alam Semesta. Planetarium memadukan antara narasi, visualisasi, dan tata musik di ruang yang disebut dengan konsep edutainment (education dan entertainment) yaitu perpaduan antara unsur pendidikan dan hiburan.
Teater Pertunjukan Bintang Planetarium Jakarta Foto: Bella Cynthia/kumparan
Kini mimpi Soekarno untuk membangun Planetarium sudah tewujud. Namun cita-citanya belum tercapai secara maksimal karena masih ada masyarakat yang percaya takhayul.
ADVERTISEMENT
“Sampai kini pun masih ada masyarakat yang sulit untuk membedakan antara bintang dengan planet ketika mereka melihat ke langit. Nah, di sini lah peran Planetarium dan Observatorium Jakarta untuk terus mengedukasi tanpa henti,” ungkap Ronny Syamara, salah satu staff astronom Planetarium saat dihubungi kumparan belum lama ini.
Tak hanya itu, pertunjukan di Planetarium juga terancam mati. Hal ini ditenggarai karena suku cadang untuk menunjang alat peraga di Planetarium dari perusahaan teknologi Carl Zeiss, Jerman tak lagi disuplai. Alhasil, biasanya dalam sehari pertunjukan bisa digelar tujuh kali, kini hanya dua kali.