Rumah Adat Baloy Mayo: Bukti Kuatnya Tradisi Suku Tidung di Tarakan

22 Mei 2018 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
ADVERTISEMENT
Di ujung utara Pulau Kalimantan, terdapat sebuah pulau kecil bernama Tarakan. Di pulau seluas 250 kilometer persegi itu, tinggal kurang lebih 250 ribu jiwa. Di antara mereka, suku Tidung adalah masyarakat asli daerah sana. Namun, jumlah mereka tak begitu banyak. Para pendatang dari Jawa dan Bugis justru banyak menghuni wilayah ini.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, suku Tidung di sana terkenal begitu kuat memegang akar tradisi. Dalam sebuah rumah adat bernama Baloy Mayo, para pemimpin adat dari seluruh penjuru Kalimantan berkumpul di sana. Mereka berkumpul membahas permasalahan adat yang ada di wilayahnya.
“Karena ini yang terbesar. Kalau yang lainnya kecil. Kita bangun dengan dana pribadi. Tidak ada dana dari Pemkot. Yang berkumpul adalah seluruh kepala adat yang ada di Kalimantan,” kata juru kunci rumah adat, Saparudin, kepada kumparan, Rabu (9/5).
Saparudin, Juru Kunci Rumah Adat Baloy Mayo (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Saparudin, Juru Kunci Rumah Adat Baloy Mayo (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
Rumah adat ini dibangun pada 2004 oleh H. Mochtar Basry Idris selaku kepala adat suku Tidung. Baru pada 2006 rumah adat ini diresmikan oleh gubernur Kalimantan Timur-tahun 2012 berubah menjadi Provinsi Kalimantan Utara.
ADVERTISEMENT
Untuk kepala adat, selain dipilih karena memiliki garis keturunan dengan raja terdahulu, nyatanya masyarakat Tidung mempunyai pertimbangan tersendiri.
“Kepala adat ini karena beliau juga dipilih dari masyarakat Tidung karena dipercayakan kemampuan di segala bidang. Karena beliau juga mempunyai keturunan dinasti yang ke-14 kerajaan. Sehingga beliau yang dianggap mampu mengangkat harkat dan martabat Suku Tidung,” jelas Saparudin.
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
Setelah dipilih, Saparudin menyebut sang kepala adat kemudian dilantik di Bandung oleh Mendagri dan Presiden.
Dari segi bangunan, rumah adat Baloy Mayo berbentuk rumah panggung dengan bahan utama kayu ulin. Dalam bangunan utama, terdapat tiga sisi yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Ada yang menjadi serambi khusus pertemuan adat, penghakiman, dan juga serambi khusus untuk memberi nasihat.
ADVERTISEMENT
Warna emas tampak mendominasi perabotan yang ada dalam rumah adat, dari mulai kursi hingga bilik singgasana. Di dinding bangunan yang berwarna coklat, terpajang foto-foto para keturunan raja.
Uniknya, di antara foto para keluarga, terpampang foto Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, juga ada bendera Merah Putih berdiri di sekitar singgasana.
Saparudin, Juru Kunci Rumah Adat Baloy Mayo (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Saparudin, Juru Kunci Rumah Adat Baloy Mayo (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
Bila keluar dari bangunan utama ini, terlihat bangunan-bangunan lebih kecil berjajar di sampingnya. Di antara bangunan itu, ada yang difungsikan sebagai pusat oleh-oleh khas Kalimantan.
Kemudian, bila berjalan keluar, kolam-kolam ikan menjadi pemandangan apik yang banyak menarik pengunjung. Bangunan semacam balai rakyat juga berdiri di belakangnya. Masyarakat setempat bisa menggunakan balai tersebut untuk berbagai macam kebutuhan. Yang teranyar, balai tersebut akan digunakan sebagai tempat perpisahan murid taman kanak-kanak.
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
Mitos raja terdahulu yang menghuni singgasana
ADVERTISEMENT
Rumah adat Baloy Mayo nyatanya menyimpan kesakralan tersendiri. Menurut penuturan Saparudin, bagi siapa pun yang memiliki indra keenam akan bisa melihat wujud leluhur kepala adat duduk di singgasana.
“Yang duduk di situ adalah raja pendahulu. Kalau ada yang punya indra keenam dia bisa melihat. Kalau saya katakan memang tidak akan percaya. Tapi, kalau ada, itu bisa,” ungkap Saparudin.
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
Selain raja, di samping singgasana itu duduk seorang putri dan juga pengawal yang masih menjaga rumah adat ini. Memang, saat kumparan berkunjung tidak tampak pemandangan tiga tokoh yang disebutkan tadi, mungkin karena tidak punya indra keenam.
Jarak sekitar dua meter dari singgasana, ada semacam sesajen yang diberikan untuk para terdahulu itu. Ada kopi dan juga bunga dalam sebuah gelas berisi air. Di kanan kiri sesajen ada guci-guci dari segala ukuran dan warna.
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
Selain itu, juga ada sebuah patung perempuan berbaju kuning. Menurut Saparudin, patung tersebut hadiah dari Ratu Elizabeth dari Inggris. Sementara, di depan patung tersebut juga berdiri seekor patung ular.
ADVERTISEMENT
“Ini ular dibuat dari kayu melambangkan kelincahan yang dimiliki seorang raja,” tutur Saparudin.
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung (Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan)