Sartono, Tentara yang Jadi Pemandu Wisata di Museum Sasmitaloka

19 April 2018 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sersan Mayor Sartono, pemandu Museum. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sersan Mayor Sartono, pemandu Museum. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sore itu Museum Sasmitaloka Ahmad Yani sedang tidak ramai. Maklum, bukan akhir pekan. Begitu memasuki pagar hitam dan melewati patung Jenderal Ahmad Yani yang berdiri gagah, kumparanTRAVEL disambut oleh seorang laki-laki paruh baya yang tersenyum ramah. Dia adalah Sartono, penjaga sekaligus pemandu museum yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Sartono saat itu berbalut kaus berwarna navy dengan logo TNI Angkatan Darat di dada kanannya. Potongan rambutnya rapi dan cepak, khas tentara. Laki-laki asal Kediri, Jawa Timur, itu memang seorang Sersan Mayor yang ditugaskan oleh Dinas Sejarah TNI AD untuk berjaga di kediaman sekaligus museum Sang Jenderal.
Sartono kemudian menemani kumparanTRAVEL berkeliling museum. Mulai dari kamar tidur Sang Jenderal, lokasi gugurnya beliau, hingga kamar tidur putra-putrinya. Sartono juga memaparkan cerita di balik tiap koleksi dan dengan sigap menjawab pertanyaan kami. Sesekali ia melontarkan kelakar dan membuat ceritanya semakin menarik.
Sersan Mayor Sartono, pemandu Museum. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sersan Mayor Sartono, pemandu Museum. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Cara Sartono memaparkan detik-detik penembakan Jenderal Ahmad Yani di rumah itu membuat kami membayangkan ngerinya kejadian pagi berdarah pada 1 Oktober 1965 itu. Delapan anak Sang Jenderal yang juga berada di sana mendengar suara letusan senapan bertubi-tubi. Bahkan anak ketujuh, Untung Mufreni, menjadi saksi mata tujuh peluru menembus tubuh ayahnya.
ADVERTISEMENT
Sartono tak hanya memaparkan kisah dibalik koleksi yang dipajang. Tentara berusia 51 tahun itu juga memperlihatkan koleksi yang disimpan dalam lemari, seperti bedak milik istri Ahmad Yani dan seprai yang pernah menjadi alas tidur Ahmad Yani. Tidak semua bisa dipajang, katanya.
Kamar Ahmad Yani di Museum Sasmitaloka (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kamar Ahmad Yani di Museum Sasmitaloka (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
“Barang koleksi enggak saya pajang sama tiap hari. Ada sirkulasi biar enggak bosan, kalau dipajang semua kan enggak cukup tempatnya, enggak ada seninya,” tutur Sartono saat ditemui kumparanTRAVEL di Museum Sasmitaloka Jenderal Ahmad Yani, Jakarta, Selasa (17/4).
Menurutnya, menjadi penjaga museum bukanlah hal yang mudah. Apalagi yang dijaga adalah koleksi asli milik Jenderal Ahmad Yani. Jika ada satu saja barang yang hilang, urusannya akan panjang. Ia akan diinvestigasi, dicurigai, dan bisa saja ditahan jika terbukti bersalah.
ADVERTISEMENT
“Namanya barang koleksi bersejarah, jangan sampai dibikin replika. Sebab kalau ada koleksi yang hilang pasti dikira ada kerjasama dengan orang dalam,” tambah Sartono yang menjaga Museum Sasmitaloka Ahmad Yani sejak 2004 silam.
Patung Ahmad Yani di halaman Museum Sasmitaloka (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Patung Ahmad Yani di halaman Museum Sasmitaloka (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Oleh karenanya, Sartono dan rekan-rekannya harus menemani tiap pengunjung yang datang meski mereka tidak meminta untuk dipandu. Tak cukup sampai di sana, mereka juga harus mengikuti tes kejiwaan tiap 6 bulan sekali. Di sana mereka diminta mengisi lembar pertanyaan hingga diwawancara untuk menguji kelayakan dan loyalitas.
Namun sebelum dipercaya sebagai pemandu museum, Sartono juga diwajibkan untuk mengikuti kursus mengelola museum selama tiga bulan. Di sana ia diajari bagaimana cara merawat barang koleksi, cara membersihkan, hingga bagaimana menatanya agar menarik secara estetika. Bahkan, keterampilan public speaking juga dilatih, agar tentara pandai menceritakan kisah sejarah pada pengunjung.
Lemari Seragam Ahmad Yani di Museum Sasmitaloka (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lemari Seragam Ahmad Yani di Museum Sasmitaloka (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
“Dulu saya enggak pintar ngomong kayak sekarang ini. Dulu saya ngomongnya pakai bedil,” kelakarnya.
ADVERTISEMENT
Tertarik untuk mendalami keterampilannya sebagai pemandu museum, Sartono kemudian juga secara sukarela mengikuti sertifikasi tingkat nasional sebagai pramuwisata. Dengan lisensi tersebut, ia bisa menjadi pemandu wisata tak hanya di Museum Sasmitaloka Ahmad Yani, namun juga di objek-objek wisata lain di seluruh Indonesia. Tentara pun bisa jadi pemandu wisata!