Secercah Kisah di Langgar Merdeka, Solo

22 Januari 2019 8:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Langgar Merdeka di Kampung Batik Laweyan, Solo (Foto: Instagram (@fransianto))
zoom-in-whitePerbesar
Langgar Merdeka di Kampung Batik Laweyan, Solo (Foto: Instagram (@fransianto))
ADVERTISEMENT
Selain Pasar Klewer, Kampung Batik Laweyan juga menjadi daya tarik dari Kota Solo. Kampung batik tertua di Surakarta ini juga punya sejarah panjang yang menarik untuk dikulik.
ADVERTISEMENT
Sebut saja Langgar Merdeka, sang ikon penanda Kampung Batik Laweyan yang menyimpan cerita unik dan menarik. Langgar Merdeka sendiri merupakan sebuah bangunan yang terdiri dari dua lantai, memiliki arsitektur kolonial yang dipadu dengan kondisi setempat.
Langgar Merdeka, Solo (Foto: surakarta.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Langgar Merdeka, Solo (Foto: surakarta.go.id)
Menurut situs resmi Pemerintah Kota Solo, saat itu bangunan digunakan oleh keturunan China untuk berjualan candu atau obat terlarang. Beberapa sumber mengatakan, jika dahulu belum ada Undang-undang yang mengatur tentang psikotropika, alhasil kemungkinan dahulu penjualan obat masih bebas.
Karena digunakan sebagai lokasi transaksi jual beli candu, salah satu saudagar setempat, H Iman Mashadi, pun membelinya. Dirinya berjanji untuk menggunakan tempat tersebut sebagai tempat ibadah.
Langgar Merdeka, di Kampung Laweyan, Solo  (Foto: surakarta.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Langgar Merdeka, di Kampung Laweyan, Solo (Foto: surakarta.go.id)
Akhirnya, pembangunan dilakukan selama kurang lebih tiga tahun, terhitung mulai 1942 dan selesai pada 26 Februari 1946. Kala itu, bangunan diresmikan oleh Menteri Sosial Indonesia pertama, Mulyadi Joyo Martono.
ADVERTISEMENT
Saat itu, bangunan seluas 179 meter persegi ini baru diberi nama Langgar Merdeka. Namanya diambil dalam rangka memperingati kemerdekaan RI dan konon penggunaan Merdeka sendiri merupakan titipan dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Sayangnya, tahun 1949 terjadi Agresi Militer Belanda ke II dan namanya diganti menjadi Langgar Al Ikhlas. Pergantian nama terjadi karena pemerintah Belanda yang kala itu menduduki Surakarta melarang menggunakan “merdeka”.
Setelah Agresi Militer Belanda ke II berakhir, kawasan langgar juga pernah dijatuhi bom sebanyak dua kali oleh militer Belanda. Beruntung bangunan tidak mengalami kerusakan, dan akhirnya sejak 2012 lalu Langgar Merdeka ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.