Tinggal di Pegunungan, Penduduk Tibet Biarkan Jenazah Dimakan Burung

5 April 2018 13:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sky Burial atau pemakaman langit (Foto: Flickr / numayos)
zoom-in-whitePerbesar
Sky Burial atau pemakaman langit (Foto: Flickr / numayos)
ADVERTISEMENT
Tibet adalah salah satu provinsi di Republik Rakyat Tiongkok yang merupakan Daerah Khusus Otonomi RRT dan berada di pegunungan Himalaya. Wilayah Tibet sekaligus menjadi tempat tertinggi di bumi, dengan ketinggian kurang lebih 4.000 mdpl. Selain itu, 'puncak dunia' ini memiliki wilayah yang radiasi sinar ultravioletnya lebih tinggi, ditambah dengan oksigen yang menipis hingga 60 persen.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sampai di situ, kondisi geografis di Tibet juga membuat mereka yang sudah meninggal kesulitan untuk 'diletakkan di mana'. Wilayahnya yang berbukit dan berbatu tentunya tak bisa dijadikan lahan pekuburan, lapisan tanahnya saja hanya 2 sentimeter hingga 20 sentimeter.
Jika ingin dikremasi untuk menemukan kayu bakar juga sulit, apa lagi membiarkan jenazah begitu saja tak mungkin dilakukan karena bisa menimbulkan penyakit. Namun, ada sebuah tradisi yang cocok untuk menaruh jenazah ini, tetapi bagi orang awam akan merasa ekstrem, yaitu Sky Burial atau pemakaman langit.
Pemakaman yang mengerikan ini memang dirasa kurang manusiawi, sebab jenazah akan dijadikan lahapan burung-burung besar. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di provinsi Qinghai, Tibet, Mongolia Dalam, dan Mongolia.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar masyarakat Tibet dan Mongolia beragama Buddha Vajrayana, mereka percaya dengan perpindahan roh atau reinkarnasi. Atas dasar itu mereka menganggap tubuh manusia tidak perlu dipertahankan.
Bukit tempat dilaksanakan Sky Burial (Foto: Flickr / pablo troncoso)
zoom-in-whitePerbesar
Bukit tempat dilaksanakan Sky Burial (Foto: Flickr / pablo troncoso)
Sebelum jenazah dimakan oleh burung, proses pertama dilakukan ketika pagi hari sebelum fajar. Para rahib atau biasa disebut lama akan memanjatkan doa di sekitaran jenazah sambil membakar kemenyan. Sumber lain menyebutkan jenazah dibiarkan selama tiga hari terlebih dahulu, baru kemudian didoakan. Setelah itu, jenazah dimandikan dan rambut di sekujur tubuh dicukur habis, kemudian dibalut dengan sehelai kain putih dengan posisi telungkup.
Jenazah dibawa ke atas bukit dan dilepas pakaiannya. Puncak gunung tempat berlangsungnya tradisi ini juga dipercaya sebagai jalan masuk menuju nirwana. Selanjutnya proses mutilasi pun dimulai oleh Rogyapas atau pemecah tubuh, pemotongan pertama dilakukan pada punggung menggunakan kapak dan parang. Untuk bagian tulang, daging dan organ dalam dipisahkan.
Kapak yang digunakan untuk mutilasi (Foto: Flickr / cam17)
zoom-in-whitePerbesar
Kapak yang digunakan untuk mutilasi (Foto: Flickr / cam17)
Tulang kemudian dihancurkan dan dicampur dengan 'tsampa' atau tepung barley panggang. Namun, ada juga yang mengatakan jika dicampur dengan mentega yak dan ditambah dengan campuran lainnya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya 'adonan' tulang itu di sebar ke tanah dan tinggal menunggu burung nazar datang. Setelah tulang, selanjutnya organ dalam dan daging juga diberikan kepada Dakini. Sedangkan bagian tengkorak kepala dibawa pulang untuk dijadikan cangkir minuman.
Burung sedang memakan jenazah (Foto: Flickr / G.)
zoom-in-whitePerbesar
Burung sedang memakan jenazah (Foto: Flickr / G.)
Ketika proses ini berlangsung, para lama dari biara setempat membacakan naskah-naskah suci guna membebaskan roh yang sudah mati dari penebusan dosa. Ada pula guru pemakaman langit yang meniup terompet tanduk, menyulut api murbei untuk mengundang burung nazar.
Pemberian 'bahan tambahan' tersebut dilakukan untuk mengantisipasi jika jenazah dahulu semasa hidupnya banyak mengonsumsi jamu-jamuan. Dan juga dikhawatirkan burung pemakan daging tidak menyukainya, karena ada aroma obat yang kuat. Sedangkan jenazah dimutilasi agar burung-burung bisa memakannya dengan mudah, sebab jika sayatan tidak benar iblis-iblis akan datang merebut roh jenazah.
ADVERTISEMENT
Namun, jika tulang-tulang masih bersisa biasanya akan ditumbuk lagi hingga halus dan diberikan ke burung yang berukuran lebih kecil.
Burung nazar sendiri adalah burung bangkai atau masyarakat setempat biasa menyebutnya burung Dakini yang diyakini reinkarnasi dari malaikat. Merekalah yang akan mengambil arwah jenazah dan mengantarnya ke surga.
Burung Daikin, pemangsa bagkai (Foto:  wikimedia commons)
zoom-in-whitePerbesar
Burung Daikin, pemangsa bagkai (Foto: wikimedia commons)
Tradisi Jhator hanya dilakukan di atas bukit atau gunung, dan tak sembarang orang bisa dimakamkan dengan cara ini. Hanya mereka yang umurnya tidak di bawah 18 tahun, wanita hamil dan yang meninggal karena penyakit atau kecelakaan. Pemakaman dengan cara ini berfungsi untuk membuang sisa tubuh manusia melalui kebaikan, yaitu dengan cara memberikan makan daging manusia untuk burung. Selain itu juga dianggap menyelamatkan hewan-hewan yang diberi makan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya upacara ini tidak bisa disaksikan oleh semua orang, karena bisa menimbulkan efek negatif terhadap arwah.