Tradisi Mengawetkan Mayat Suku Toraja hingga Suku Dani

31 Januari 2018 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mayat yang telah diawetkan (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mayat yang telah diawetkan (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Belum lama ini, warga Cimahi sempat heboh dengan ditemukannya dua jenazah yang ada di rumah suatu keluarga di kawasan Cijerah. Diduga, mayat-mayat itu telah disimpan selama satu hingga dua tahun. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, keluarga itu memilih menyimpan mayat di rumahnya karena bagian dari kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Mengawetkan mayat bukanlah hal baru dalam kebudayaan Nusantara. Meski tidak menggunakan metode seperti rakyat Mesir dalam memumifikasi mayat, suku-suku di Indonesia punya cara sendiri untuk ‘mengabadikan’ tubuh kerabatnya.
Begini tradisi mengawetkan mayat oleh dua suku di Indonesia:
Suku Toraja, Sulawesi Selatan
Suku Toraja meyakini kematian adalah tonggak untuk mencapai kehidupan abadi yang paling agung sebelum menuju ‘punya’, yakni surga dalam istilah setempat. Merawat dan memuliakan jenazah kerabat juga dianggap dapat membawa berkah.
Oleh karena itu Suku Toraja rela mengeluarkan biaya fantastis untuk upacara Rambu Solo’, yakni upacara kematian. Ritual yang disertai kurban hewan ternak itu bahkan lebih meriah daripada pernikahan.
Setelah kematiannya diiringi oleh pesta ritual, jenazah dilumuri ramuan tradisional, dimasukkan ke dalam peti untuk disemayamkan di liang gunung. Tiap tiga tahun sekali, kerabat mengunjungi mayat itu dan dibersihkan dalam tradisi Ma’nene.
ADVERTISEMENT
Suku Dani, Papua
Suku yang mendiami Lembah Baliem, Wamena, Papua ini punya cara yang unik sekaligus ‘sadis’ dalam mengawetkan mayat. Setelah jenazah meninggal, mereka membongkarnya untuk mengeluarkan organ tubuh. Mayat itu dilumuri minyak babi untuk kemudian dimasukkan ke Honai, rumah kecil di depan desa yang digunakan untuk mengasapi jenazah.
Ya, jenazah itu diasapi di atas perapian hingga darah dan cairan lainnya mengering. Setelah proses itu selesai, kerangka tulang mayat itu akan menjadi hitam pekat. Mumi itu kemudian didudukkan di depan rumah, seakan masih mampu mengawasi penduduk desa yang masih hidup.
Tradisi pengawetan mayat Suku Dani diduga telah berlangsung lebih dari 300 tahun. Namun, hanya dilakukan pada tokoh penting yang dianggap sebagai pembawa berkah. Pengawetan mayat merupakan bentuk penghormatan bagi Suku Dani.
ADVERTISEMENT