news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Kirstie Ennis yang Taklukkan Gunung Everest dengan Kaki Palsu

18 Juli 2019 14:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kirstie Ennis, pendaki Gunung Everest dengan kaki palsu. Foto: Instagram @kirstie_ennis
zoom-in-whitePerbesar
Kirstie Ennis, pendaki Gunung Everest dengan kaki palsu. Foto: Instagram @kirstie_ennis
ADVERTISEMENT
Keterbatasan fisik yang dimiliki Kirstie Ennis (28) tidak menghalangi dirinya untuk melakukan hal-hal mengagumkan di dunia. Kirstie, seorang perempuan yang memiliki kekurangan fisik dengan kondisi kaki kiri diamputasi ini baru saja pulang setelah sukses menaklukkan gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest.
ADVERTISEMENT
Gunung Everest terkenal dengan berbagai legendanya, mulai dari sulit untuk ditaklukkan hingga medannya yang mematikan. Tak hanya itu, Gunung Everest juga dikenal sebagai tempat dengan angka kematian yang tinggi. Hanya orang-orang yang dianggap mampu, kuat, dan penuh tekad yang bisa berhasil mencapai puncak tertinggi di dunia ini.
Namun nyatanya, meski dengan kekurangan fisik yang dimiliki, Kirstie membuktikan bahwa ia mampu mendaki gunung tertinggi dengan menggunakan prosthetic leg atau kaki palsu. Tujuan utama Kirstie sebenarnya bukan untuk mencapai puncak Everest, namun untuk memotivasi penyandang disabilitas lainnya agar semakin berkembang di dunia olahraga.
Dilansir Glamour, jauh sebelum tekadnya mendaki Gunung Everest dengan kaki palsu, Kirstie adalah seorang perempuan biasa yang tergabung dalam United States Marine Corps atau Angkatan Laut Amerika Serikat. Namun, keadaan berubah pada 23 Juni 2012 saat ia melakukan misi ke Afghanistan.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya tidak ada yang spesial pada hari itu, saya melakukan rutinitas misi yang sama berkali-kali. Namun, entah mengapa hari itu rasanya semua tak berjalan sesuai rencana. Satu-satunya yang saya ingat pada kejadian itu, tiba-tiba helikopter terjatuh dan semua menjadi gelap," cerita Kirstie kepada Glamour.
Cedera yang dialami Kirstie amatlah parah. Ia kehilangan sebagian rahangnya, kerusakan sumsum tulang belakang, kulit yang terbakar, hingga patah tulang. Dari kecelakaan helikopter tersebut, ia harus merelakan kaki kirinya diamputasi dan menjalani pengobatan panjang bertahun-tahun. Belum lagi, trauma yang parah pasca-kecelakaan juga membuat kondisi mentalnya terganggu.
"Banyak orang mengira bahwa cedera fisik adalah hal yang paling menyakitkan dan tak terbayangkan. Namun, sebenarnya tak sesederhana itu. Menjalani operasi sebanyak 44 kali, latihan berbicara, konsultasi psikologi, semua proses ini adalah perjuangan yang sulit. Saya pernah ingin menyerah dengan semuanya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kecelakaan itu meninggalkan luka mendalam bagi Kirstie, baik secara fisik maupun mental. Ia pernah merasa putus asa dan tidak ingin hidup kembali. Namun untungnya, Kirstie dikelilingi oleh keluarga dan sahabat-sahabat baik selama masa pengobatan di rumah sakit. Ia pun akhirnya menemukan sisi positif dan mensyukuri kesempatan kedua yang diberikan padanya untuk melanjutkan hidup.
"Hanya karena saya kehilangan anggota tubuh, bukan berarti saya tak bisa melakukan apa pun. Saya memutuskan untuk meneruskan hidup yang berarti bagi diri saya sendiri dan juga orang lain," ungkapnya.
"Dulu, saya bergabung dengan Angkatan Laut AS dengan tujuan untuk menolong orang lain. Saya tak bisa melakukan hal itu lagi sekarang. Namun, saya bisa memberikan perubahan dan pandangan positif pada hidup orang lain yang membutuhkan motivasi," tambah Kirstie.
ADVERTISEMENT
Dari mimpi itulah ia tercetus untuk menciptakan hobi baru, yakni dengan mendaki gunung. Bukan hanya olahraga yang penuh adrenalin, ia menganggap mendaki gunung adalah hal yang baik untuk kesehatan jiwanya.
Kurang dari setahun ia mulai untuk mendaki gunung, Kirstie telah menaklukkan Gunung Kilimanjaro, gunung tertinggi di Afrika. Tak hanya sukses mencapai puncak, ia pun berhasil mengumpulkan 150 ribu dolar AS atau yang setara dengan Rp 2 miliar untuk kebutuhan air bersih bagi komunitas sekitar Gunung Kilimanjaro.
"Aksi saya ini tentu jadi sensasi. Bagaimana seorang perempuan gila dengan satu kaki mendaki gunung-gunung di dunia ini. Meski demikian, saya tidak ingin hanya sekadar mendaki, tanpa memberikan pengaruh baik pada komunitas setempat. Setiap saya mengunjungi suatu gunung untuk didaki, harus ada tujuan lainnya yang bisa memberi keuntungan pada orang lain," jelas Kirstie.
ADVERTISEMENT
Kirstie pun bertekad untuk mendaki tujuh puncak gunung di tujuh belahan dunia. Ia dedikasikan setiap pendakian tersebut dengan membentuk suatu keasadaran dan penggalangan dana yang bisa bermanfaat untuk pendidikan, pemberdayaan, dan proses penyembuhan mental.
Pada 2018 silam, ia mendirikan yayasan Kirstie Ennis Foundation. Sejak pembentukannya, Kirstie telah menghibahkan lebih dari 70 ribu dolar AS atau Rp 977 juta untuk para veteran perang, perempuan, dan penyandang disabilitas.
Tantangan mendaki gunung tertinggi di dunia
Saking tingginya gunung Everest, oksigen di beberapa ratus meter sebelum puncak amatlah tipis. Pendaki harus menggunakan tabung oksigen khusus agar tetap bisa bernafas dan bergerak normal. Hebatnya, Kirstie berhasil melaluinya dengan kaki palsu.
Bagi seseorang yang memiliki kedua kaki lengkap saja amatlah sulit untuk melakukan hal ini, apalagi bagi Kirstie yang memiliki kekurangan fisik. Ia harus menopang berat tubuhnya pada satu kaki, membawa tabung oksigen yang berat dan menggunakan kaki palsu yang sewaktu-waktu tersangkut di bongkahan es Gunung Everest.
ADVERTISEMENT
"Saat mendaki Gunung Everest, saya belajar banyak hal tentang diri saya sendiri. Berada dalam sebuah ketinggian ekstrem dengan udara yang begitu tipis, benar-benar membuat pikiran saya seolah ingin menyerah. Saya begitu kesulitan dan menyedihkan. Namun, di waktu yang sama, itu adalah hal paling mengagumkan yang terjadi dalam hidup saya," kenang Kirstie.
Meski kiprahnya dalam menaklukkan Everest sebagai perempuan disabilitas amatlah mengagumkan, Kirstie tak ingin disebut sebagai pemecah rekor perempuan disabilitas yang mendaki gunung tertinggi di dunia. Ia hanya ingin disebut sebagai salah satu dari sekian banyak perempuan disabilitas yang berhasil mendaki Everest.
"Orang-orang tak seharusnya kaget bahwa ada perempuan dengan satu kaki berhasil mendaki gunung Everest. Saya hanya berharap, dengan saya melakukan ini, membuat perempuan lainnya di luar sana yang mungkin memiliki kekurangan seperti saya agar lebih termotivasi melakukan hal-hal mengagumkan di dunia ini," tutup Kirstie Ennis.
ADVERTISEMENT