news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Inspiring Hijaber: Puji Lestari, Atlet Panjat Tebing Peraih Emas

10 Mei 2019 12:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puji Lestari, Atlet Panjat Tebing Asian Games 2018. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Puji Lestari, Atlet Panjat Tebing Asian Games 2018. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Meski perhelatan Asian Games 2018 sudah berlalu, namun euforianya masih menyisa dan melekat di hati masyarakat Indonesia. Selain kemeriahan pembukaannya yang menghadirkan decak kagum di mata dunia, atlet-atlet Tanah Air pun sukses menyumbangkan berbagai medali membanggakan bagi Indonesia. Salah satunya, Puji Lestari (28) di cabang olahraga panjat tebing.
ADVERTISEMENT
Puji, begitu ia akrab disapa, adalah salah satu penyumbang medali emas untuk kategori speed relay putri bersama tiga rekannya yang lain; Aries Susanti Rahayu, Rajiah Sallsabillah, dan Fitriyani. Selain medali emas, Puji juga berhasil mendapatkan medali perak di kategori speed putri.
Beberapa waktu lalu kumparanWOMAN duduk bersama Puji dan berbincang mengenai berbagai hal. Mulai dari awal karier Puji, tantangan, jatuh bangun, sikap tenang yang selalu jadi kunci keberhasilannya, hingga kiprahnya sebagai atlet berhijab di cabang olahraga yang berat ini. Simak perbincangan kami bersama Puji Lestari berikut ini.
Dari sekian banyak cabang olahraga, bagaimana ceritanya Anda bisa terjun ke panjat tebing? Padahal panjat tebing terkenal jadi salah satu cabang olahraga yang berat dan sulit.
ADVERTISEMENT
Saya sempat dalam peralihan mencari jati diri. Sewaktu SMP, saya menggeluti cabang olahraga sepak takraw. Saat lanjut ke SMA, sekolah saya ternyata tidak memiliki olahraga sepak takraw tersebut. Akhirnya, saya mencari kegiatan lain dan terjun ke pencinta alam dan salah satu materi pencinta alam adalah panjat tebing. Awalnya, saya sama sekali tidak tertarik dengan panjat tebing. Tapi suatu waktu, saya ditantang untuk mencobanya. Ketika saya coba manjat, kebetulan sedang ada seleksi kejuaraan daerah, dan mereka lihat cara saya memanjat itu bagus. Saya pun diajak oleh tim rekrut untuk berpartisipasi.
Singkat cerita, berlanjut ke kampus dan saya ketemu dengan seorang senior, yang sekarang adalah pelatih saya. Dia mengajarkan saya untuk menekuni panjat tebing ini. Awalnya sangat berat, tapi saya juga diajarkan untuk bermental baja dan kuat untuk menghadapi semua itu. Sampai akhirnya, panjat tebing jadi passion saya.
Atlit panjat tebing putri Indonesia, Puji Lestari, Kamis (23/8/18). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tapi apakah benar bahwa cabang olahraga panjat tebing itu sangat susah sekali?
ADVERTISEMENT
Benar, tapi sebenarnya itu susah karena belum terlatih. Awalnya, bagi saya itu luar biasa beratnya. Bagaimana coba, panjat tebing itu olahraga yang melawan gravitasi, kita harus memanjat ke atas mengangkut semua berat tubuh kita dengan cepat. Panjat tebing juga melibatkan semua otot-otot tubuh. Ditambah, dulu berat badan saya nggak proporsional sama sekali. Sewaktu saya hobi naik gunung, saya termasuk gemuk sekitar 65-68 kg. Sekarang saya 53kg, dan itu massa otot semua.
Pelatih saya percaya bahwa saya pasti bisa sukses dan juara di panjat tebing dan dia mulai melatih saya dari nol. Dulu, tantangan pertama saya adalah harus menurunkan berat badan dulu. Saya setiap hari jogging dan diet makan sayur-sayuran saja, sampai pernah pingsan beberapa kali saking tidak ingin menyentuh nasi. Tapi itu sebenarnya salah, diet yang tidak sehat. Dulu pengetahuan saya juga masih kurang.
ADVERTISEMENT
Jadi perjuangannya itu berat. Ketika orang lain sudah tidur, saya masih berlatih. Saat yang lain masih tidur, saya bangun duluan. Saya harus curi start terlebih dahulu. Saya sadar basic saya nol sekali. Biasanya, atlet-atlet panjat tebing itu rata-rata dari kecil mereka sudah mulai latihan. Sedangkan saya baru mulai saat SMA mau ke kuliah, dan baru serius menjalaninya semasa di kuliah. Sehingga bisa dibilang, saya ini telat sekali terjun ke panjat tebing.
Lantas, apa yang membuat Anda terus bersemangat menggeluti profesi sebagai atlet panjat tebing ini?
Kalau sekarang, panjat tebing itu sudah jadi passion saya. Kenapa? Karena passion ini berhasil mengantarkan saya pada banyak achievement. Beberapa prestasi yang buat saya nggak nyangka bisa ada di tahap ini.
ADVERTISEMENT
Sewaktu di Asian Games kemarin, Puji mendapatkan medali perak untuk kategori perorangan dan medali emas untuk speed relay (kelompok). Boleh diceritakan tantangan dari kedua kategori tersebut apa?
Berbicara soal tantangan, bisa dibilang relay itu lebih sulit. Begini, olahraga beregu itu bebannya lebih berat, dibandingkan sendiri. Alasannya, kalau perorangan, usaha dan kesalahan sendiri, beban yang dirasakan ya untuk diri sendiri. Tapi kalau regu, kita mesti bisa mengayomi dua orang lainnya dalam tim.
Saya senior di dalam tim, dan punya tanggung jawab untuk membuat tim agar selalu tenang, meski jam terbang mereka sudah mantap. Ketika saya melihat kecemasan muncul di tim saya, saya harus bisa memberikan ketenangan kepada mereka, seperti: "Kalian manjat yang tenang saja, saya tidak akan menuntut kalian untuk memanjat cepat. Biar saya yang usaha lebih keras untuk lebih cepat." Padahal, dalam hati ya saya tetap khawatir dengan pikiran-pikiran seperti: “Wah kalau mereka ternyata kurang cepat bagaimana?”
ADVERTISEMENT
Tapi itu strategi saya untuk membuat tim selalu tenang. Karena kalau dituntut, saya bisa merasakan bagaimana pressure tersebut akan bertambah. Manjat pun jadi takut. Untuk mencapai kecepatan dalam panjat tebing itu yang dibutuhkan adalah fokus.
Puji Lestari (kiri) dan Aries Susanti (tengah) berhasil meraih medali perak dan emas dalam laga final kecepatan putri di Jakabaring Spot Center, Palembang, Kamis (23/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sebagai atlet, bagaimana cara Anda mengatasi rasa takut dan cemas saat bertanding?
Dalam olahraga panjat tebing, sekecil apapun kesalahan bisa berujung fatal. Namanya speed ya harus cepat, dan semua orang tahu itu. Saat menunggu peluit start, daripada fokus ke saya harus cepat, saya lebih mementingkan untuk fokus supaya diri saya tenang. Intinya, saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu latihan saya yang begitu panjang hanya kalah karena rasa deg-degan dan rasa takut kalah. Itu boomerang. Saya harus berpikir bahwa saya bisa, tenang, dan yakin.
ADVERTISEMENT
Panjat tebing itu peraturannya sangat ketat, satu kesalahan gerakan kecil saat start, bisa didiskualifikasi karena dianggap ‘curi’ start. Itu pernah terjadi di speed relay, teman satu tim saya gerak sedikit banget, dan itu langsung didiskualifikasi satu tim. Jadi bisa dibayangkan kalau speed relay itu tekanannya seperti apa. Satu orang yang melakukan kesalahan, semuanya bisa kena. Oleh karena itu, saya selalu camkan kepada tim, bahwa kita nggak usah buru-buru untuk curi cepat di awal. Kita fokus ngebut di papan panjat saja. Karena saat kita sudah fokus, kita pasti kencang.
Apa tantangan yang Anda hadapi sebagai atlet yang mengenakan hijab?
Saya sudah pakai hijab sejak lama. Jadi sejujurnya, nggak ada kesulitan atau tantangan tersendiri karena hijab yang saya pakai ini. Sekarang sudah banyak sekali brand yang menawarkan kemudahan untuk kita atlet berhijab. Kalau dulu, masih pakai hijab model bergo (hijab instan) itu menyulitkan karena mudah sekali jatuh.
ADVERTISEMENT
Sekarang saya cari hijab yang nyaman, yang nggak perlu saya benerin di tengah pertandingan. Jadi kenyamanan jadi hal pertama yang saya utamakan dalam memilih hijab untuk berolahraga. Daripada turun-turun ke bawah, kan. Lagi pula saya sudah terbiasa pakai hijab, dan lebih percaya diri saja.
Tantangannya mungkin lebih ke, kita sebagai seorang atlet, pasti dilihat banyak orang dan sering menjadi contoh juga. Kasarnya, gaya berbusana kita juga sering dilihat orang, dan terkadang menuai pro-kontra. Misal, kok bajunya ketat, kok tidak menutup bagian pantat, dan lainnya. Saya sih sekarang berusaha sesederhana mungkin dalam berpakaian. Saat bertanding pun kalau saya pakai legging, saya balut lagi dengan celana pendek supaya tidak terlalu ketat.
Sebagai atlet, tentu Puji akan sering bertandang ke luar negeri. Pernahkah mengalami diskriminasi karena hijab?
ADVERTISEMENT
Nggak pernah kalau diskriminasi. Cuma ya biasa, waktu saya ke Eropa untuk perlombaan, mereka kan memang mayoritas berpakaian terbuka. Mereka melihat saya menutupi semua bagian tubuh, sehingga jadi pemandangan yang asing dan aneh. Mereka tanya, kenapa saya menutup kepala saya, nah saya jelaskan saja kalau ini adalah bagian dari agama saya. Akhirnya mereka biasanya memuji saya dengan, “Oh, good looking, good looking.”
Ada satu cerita lagi. Saya pernah ikut kejuaraan di China, lebih tepatnya di bagian negara Xining yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka melihat saya senang sekali. Mungkin jadi pemandangan baru ada atlet yang mengenakan hijab.
Di sana saya sampai ditarik-tarik diajak foto, berasa seleb saja. Padahal sebenarnya biasa saja, tapi mereka seneng banget. Mereka bilang, “I’m muslim too, I’m muslim too, boleh foto tidak?” sembari pegang-pegang hijab saya, katanya bagus.
ADVERTISEMENT
Ada pengalaman menarik saat pertandingan terkait hijab yang Puji kenakan?
Ada nih saya pengalaman lucu. Dulu pernah waktu mau start, udah ancang-ancang, kerudung saya itu malah hampir jatoh turun ke bagian muka. Ini terjadi waktu Kejurnas (Kejuaraan Nasional) 2016. Dan itu membuat saya nggak fokus, malah saya narik-narik kerudung, bukan mulai start. Dari situ, saya agak selektif memilih hijab, karena kenyamanan nomor satu.
Bagaimana tanggapan Puji tentang cabang-cabang olahraga yang tidak memperbolehkan penggunaan hijab?
Menurut saya, penggunaan hijab seharusnya nggak perlu dijadikan masalah ya, karena itu hak asasi setiap orang. Terlebih, sebenarnya tidak ada pengaruhnya sama sekali, hijab tidak menghambat apapun. Lagipula sekarang sudah banyak sekali hijab khusus olahraga yang mempermudah atlet berhijab. Sepertinya sekarang banyak brand yang berlomba-lomba untuk menciptakan baju-baju dan atribut khusus bagi perempuan berhijab. Ini keren sekali karena bagi kami, semua itu sangat mempermudah profesi kami. Jadi apakah mengenakan hijab dapat menghambat pergerakan dan keselamatan kami? Tidak sama sekali.
Atlet Panjat Dinding, Puji Lestari. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jika sedang sibuk berlatih untuk persiapan pertandingan, masih ada waktu untuk santai dan menyenangkan diri?
ADVERTISEMENT
Kebetulan saya bukan tipe orang yang mencari kesenangan dengan harus jalan-jalan atau pergi keluar. Sejujurnya, sewaktu dulu persiapan Asian Games, kalau ditanya cara membagi waktu, ya saya bingung jawabnya bagaimana, karena saya tidak membagi waktu dengan apapun. Bayangkan saja, kami dari pagi sampai sore kerjaannya latihan saja. Waktu libur ada di weekend, untuk memanjakan diri, paling saya ajak teman-teman untuk karaoke bareng. Atau kalau lagi mau sendiri, saya jalan aja sendiri shopping alat-alat olahraga.
Pertandingan manakah yang jadi momen membanggakan bagi Anda?
Yang jelas ketika saya berdiri di podium Asian Games 2018 kemarin. Sejujurnya, di kategori perorangan, harapan saya ya emas, tapi Tuhan berkata lain dan saya dapatnya perak. Saya sudah merasa melakukannya dengan maksimal sekali.
ADVERTISEMENT
Kilas balik, sewaktu pertandingan perorangan, jarak saya dengan Aries (pemenang Asian Games 2018 kategori panjat tebing perorangan) beda tipis sekali. Saya melakukan kesalahan dengan kaki yang terpeleset. Untuk orang awam, mungkin nggak melihat kesalahan itu. Tapi bagi yang familiar, bisa dilihat saya memang tidak sengaja terpeleset sedikit.
Saya kurang fokus di bagian kaki, kemudian terpeleset, lalu bangkit, tapi ngga kekejar. Itu momen membanggakan sekaligus pembelajaran. Kecewa pasti ada, mau bagaimana pun, saya ingin membuat sejarah di negara sendiri, mungkin ini juga yang membuat saya tidak ingin menyerah. Meski begitu, di Olimpiade Jepang 2020 nanti, saya tidak akan berpartisipasi karena nomor saya tidak ada. Tapi saya percaya bahwa segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya. Mungkin saya disiapkan untuk hal lainnya.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana cara Anda mengatasi kekecewaan dan kekalahan?
Setiap kalah, semua atlet pasti kecewa. Buat saya, kalah itu adalah bagian dari olahraga. Menang atau kalah, dan itu bukan pilihan, itu adalah bagian. Saya selalu berpikir, jika kecewa, ya saya akan latihan lebih keras lagi.
Tapi sebenarnya, saya akan lebih kecewa jika saya sudah latihan keras namun performa saya malah jelek, itu sakitnya luar biasa. Belum lagi kalau saya mau datang bulan. Sudah performa jelek, pelatih marah-marah, ditambah perasaan galau. Kalau sudah ‘fatal’ seperti ini, saya biasanya cari spot untuk sendirian, dan menangis sejadi-jadinya. Tapi orang lain nggak perlu tahu ketika saya menangis. Setelah meluapkan yang ada di hati, saya akan berusaha bagaimana caranya agar bisa tersenyum lagi.
Puji Lestari (kiri) dan Aries Susanti (tengah) berhasil meraih medali perak dan emas dalam laga final kecepatan putri di Jakabaring Spot Center, Palembang, Kamis (23/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Apa kesibukan Puji sekarang?
ADVERTISEMENT
Sekarang saya di Kemenpora sebagai staf ahli, untuk terjun ke daerah-daerah melihat kekurangan dunia olahraga Indonesia. Di panjat tebing sendiri, saya banyak sekali mendapat tawaran untuk melatih panjat tebing di daerah-daerah. Tapi saya tidak mau mengecewakan DKI. Mereka memiliki banyak harapan kepada saya, dan mereka juga yang membesarkan saya. Kalau ditanya mau melatih atau nggak, ya saya mau banget.
Dengan bonus kemarin, saya ingin membangun tempat seperti gym, pembibitan, dan pengenalan masyarakat terhadap olahraga panjat tebing. Bonus kemarin sudah saya alokasikan sesuai rencana-rencana saya. Mulai dari berjanji untuk mengajak haji dan umrah orangtua, mertua, dan suami; membangun rumah, dan sisa dananya ya untuk usaha gym dan pembibitan itu. Ini semua bukan sekadar bisnis saja, tapi saya ingin menciptakan agar ada Puji-Puji yang lainnya di Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
Apa tips yang Anda berikan kepada para perempuan yang bermimpi menjadi atlet peraih medali emas seperti Puji?
Kalau untuk profesi atlet sendiri, kuncinya sebenarnya kesungguhan. Karena tanpa kesungguhan, kita akan sulit untuk mencari motivasi. Perjuangan atlet menuju kesuksesan itu tidak bisa instan. Perlu latihan rutin, motivasi, dan kemauan untuk terus berjuang.
Seperti waktu persiapan Asian Games aja, itu kan ada karantina, setiap hari harus latihan, libur di weekend saja, jauh dari keluarga. Kita harus punya mental kuat menghadapinya. Harus besar hati juga karena kita tidak hidup sendirian kan selama karantina itu. Harus bisa saling menguatkan.
Kita pun harus fokus. Di panjat tebing sendiri, itu adalah olahraga yang mengandalkan speed. Untuk dapat speed, kita harus bisa fokus terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Dan terakhir, jangan menyerah. Seperti yang saya bilang, untuk sukses sebagai atlet, kita nggak bisa melaluinya dengan instan. Butuh waktu, dedikasi, kerja keras, dan jangan menyerah. Akan ada waktu sulit, saya pun begitu, tapi ya harus bangkit lagi dan memulai kembali dengan senyuman.