Kontroversi Majalah Vogue Inggris yang Disunting oleh Meghan Markle

2 Agustus 2019 17:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Meghan Markle siapkan koleksi busana kerja untuk donasi badan amal Smart Work Foto: Twitter @OmidScobie
zoom-in-whitePerbesar
Meghan Markle siapkan koleksi busana kerja untuk donasi badan amal Smart Work Foto: Twitter @OmidScobie
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majalah Vogue Inggris edisi September 2019 tengah ramah menjadi perbincangan. Dalam edisi ini, Duchess of Sussex Meghan Markle menjadi editor tamu yang menghadirkan kampanye bertajuk 'Forces of Change'. Kampanye ini menyuguhkan kisah dari 15 perempuan yang dianggap inspiratif di bidangnya masing-masing. Meski berangkat dari premis yang positif, beragam kritik dilontarkan terhadap eksekusi majalah itu.
ADVERTISEMENT
Pertama, mengenai pemilihan sampul majalah yang dituduh meniru sampul buku 'The Game Changers: Success Secrets From 40 Women At The Top' yang ditulis oleh Samantha Brett dan Steph Adams. Sebelumnya, Meghan Markle berkontribusi dengan menulis esai dalam buku rilisan 2016 tersebut.
Memang, terdapat beberapa kemiripan di antara buku dan majalah ini. Keduanya sama-sama didesain menggunakan foto 15 orang perempuan yang dianggap berpengaruh dan sama-sama dibuat dengan format hitam-putih. Selain itu, kedua buku ini juga dipromosikan menggunakan kata-kata yang kurang lebih sama, seperti 'trail-blazing', 'change makers', dan 'fearless women'.
Kedua penulis buku ini pun angkat bicara mengenai masalah itu. Huffington Post mengabarkan, Steph Adams selaku salah satu penulis, mengatakan bahwa dia dan Samantha Brett merasa tersanjung karena kemiripan ini. Dia juga mengatakan bahwa 'The Game Changers' disusun dengan pilihan perempuan-perempuan yang dirasa inspiratif dan akan mengubah dunia, termasuk Meghan Markle.
ADVERTISEMENT
"Jika sekarang Duchess of Sussex ingin melakukan hal yang sama lewat British Vogue dan dia membuat perubahan di dunia dengan menginspirasi pembaca, maka itu adalah hal yang baik. Imitasi adalah bentuk sanjungan yang paling baik," sebut Steph Adams dalam e-mail kepada Huffington Post.
Samantha Brett, penulis ‘The Game Changersyang lain, memang memiliki pendapat yang hampir serupa dengan rekannya. Namun, dalam wawancara bersama 7News, dia sempat mengatakan memiliki rencana untuk menghubungi kerajaan sebelum majalah itu resmi diterbitkan.
Ketika ditanya soal apa yang ingin dikatakannya kepada Meghan Markle, Samantha mengatakan bahwa dia ingin agar Meghan mendukung buku ‘The Game Changers’. Dia juga ingin menantang istri Pangeran Harry itu untuk menyumbangkan seluruh penghasilan dari pekerjaannya sebagai guest editor Vogue. Tetapi, hal ini sudah dibantah oleh Steph Adams.
ADVERTISEMENT
Tidak cuma soal masalah sampul, Meghan Markle juga mendapat sorotan karena pilihannya atas ke-15 perempuan yang menjadi cover dalam majalah itu.
Sebagian orang merasa, pilihan Meghan ini terlalu politis. Haluan politik mantan aktris itu seolah terlihat dari caranya menyertakan perempuan-perempuan yang memiliki ideologi sosialis dalam majalah yang disuntingnya. Padahal, selama ini, keluarga kerajaan diharapkan untuk selalu tampak netral secara politik di hadapan publik.
Tak berhenti di situ, kritikan juga dilontarkan terkait latar belakang tokoh-tokoh yang diangkat dalam majalah ini. Dalam daftar yang dirangkum The Sun, beberapa tokoh dalam daftar Vogue Inggris September mendapat ‘catatan merah’ dari media asal Inggris itu.
Misalnya, Jacinda Ardern. Perdana Menteri Selandia Baru ini memang mendapatkan aplaus karena tindakannya pasca teror Christchruch. Namun, keberadaannya dalam list Vogue mendapat catatan dari The Sun, lantaran dia pernah meminta digelar debat untuk menggeser Ratu Elizabeth II dari posisi kepala negara Selandia Baru.
ADVERTISEMENT
Kemudian, aktris Jameela Jamil juga mendapatkan catatan karena pernah secara terbuka menghina tubuh Ratu Elizabeth. Selain itu, ada pula penulis Chimamanda Ngozi Adichie yang pernah mengatakan bahwa Meghan seharusnya menjadi kepala negara Inggris selanjutnya, bukan Pangeran Charles.
Tak cuma itu, Meghan juga dikritik pemilihan tokohnya yang dirasa kurang representatif. Dalam akun Instagram resmi Meghan Markle dan Pangeran Harry, banyak orang yang merasa bahwa daftar Meghan Markle dipenuhi orang-orang dari luar Inggris. Mantan aktris itu juga tidak memasukkan Ratu Elizabeth II dalam daftar perempuan yang diwawancarainya.
"Dan, di mana sang Ratu dalam daftar ini? Saya yakin ia adalah perempuan yang paling inspirasional?" tulis pengguna Instagram, @sue_germaine dalam postingan Instagram Meghan Markle dan Prince Harry.
Meghan Markle sebagai pembicara diskusi The Queen's Commonwealth Trust di Hari Perempuan Internasional. Foto: AFP/DANIEL LEAL-OLIVAS
Selain itu, ada juga netizen yang mengkritik bahwa pilihan Meghan dirasa terlalu 'Amerika' dan meninggalkan profesi-profesi lain yang seharusnya juga bisa direpresentasikan. Misalnya, dokter, pengacara, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
"Sangat Hollywood, sangat tidak mencerminkan keluarga Kerajaan Inggris," tulis @fi_mossy.
"Forces of change adalah mereka yang bekerja tanpa lelah dengan orang-orang miskin dan mereka yang kehilangan haknya, dengan bayaran yang sedikit, tapi terus melakukannya. Guru, perawat, dokter, tentara, pekerja sosial, penyedia layanan kesehatan, polisi, tim tanggap darurat... Inilah 'forces of change' yang sebenarnya," tulis @epeljen.
Terlepas dari segala kritikan yang seolah tak pernah habis mengenai Meghan Markle, ada juga pihak yang mengapresiasi karya ibu satu anak ini. Nell Frizzell, misalnya. Kolumnis dari The Guardian itu mengapresiasi langkah yang diambil Meghan kali ini.
"Penting untuk melihat imigran, seniman, model, politisi, orang-orang dengan berbagai ras, aktor, pegiat HAM, juga para petarung beladiri difoto hitam-putih dalam sampul majalah yang bisa Anda temukan hampir di mana saja," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurut Anda?