KuToo, Petisi Anti Sepatu Hak Tinggi untuk Pekerja Perempuan di Jepang

12 Juni 2019 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan mengenakan sepatu High Heels. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan mengenakan sepatu High Heels. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Sekelompok perempuan di Jepang mengajukan petisi kepada pemerintah negara tersebut sebagai bentuk protes atas persyaratan yang mewajibkan pekerja perempuan Jepang menggunakan sepatu hak tinggi atau high heels di tempat kerja. Petisi ini disebut dengan KuToo, yang berasal dari bahasa Jepang 'kutsu' (sepatu) dan 'kutsuu' (sakit) dan diinisiasi oleh penulis Yumi Ishikawa.
ADVERTISEMENT
Dalam waktu singkat, petisi online ini langsung mendapat banyak dukungan dari perempuan yang merasakan hal senasib. Menurut mereka, kewajiban mengenakan sepatu hak tinggi saat bekerja adalah suatu hal yang sangat dipaksakan bagi perempuan.
Kampanye KuToo ini merupakan respons dari gerakan global anti kekerasan seksual terhadap perempuan, #MeToo, yang sempat booming di tahun lalu.
Ilustrasi wanita mengenakan sepatu High Heels. Foto: Getty Images
"Kami mengajukan petisi yang menyerukan pengenalan undang-undang untuk melarang pengusaha atau perusahaan memaksa perempuan memakai sepatu hak tinggi. Hal itu merupakan bentuk diskriminasi atau pelecehan seksual," tutur Ishikawa saat ditemui wartawan lokal Jepang setelah bertemu dengan pejabat kementerian tenaga kerja seperti dikutip The Guardian.
Ishikawa melanjutkan, dalam pertemuan tersebut pihak pemerintah Jepang merasa simpatik dan mengatakan bahwa ini adalah kali pertama suara-suara dari perempuan Jepang bisa masuk ke pemerintahan. Menurut Ishikawa, ini adalah langkah yang bagus untuk ke depannya. Tetapi sayangnya, pihak pejabat kementerian tenaga kerja di Jepang belum memberikan keterangan resminya.
ADVERTISEMENT
Kasus ini merupakan salah satu dari masalah misoginis di Jepang. Tahun lalu, seorang anggota parlemen dari partai pemerintah Jepang mengatakan bahwa perempuan harus memiliki banyak anak karena perempuan yang memilih untuk tetap melajang akan menjadi beban negara di kemudian hari.
Sementara itu, petisi serupa seperti yang dibuat Ishikawa juga pernah dilakukan di Inggris. Sebanyak 150 ribu masyarakat Inggris menandatangani petisi ini sebagai bentuk dukungan terhadap Nicola Thorp, perempuan yang bekerja sebagai resepsionis dan dipulangkan karena menggunakan flat shoes (dan menolak untuk mengenakan sepatu hak tinggi) di hari pertama ia bekerja di sebuah perusahaan akuntan pada 2016 lalu.
Kasus ini memicu penyelidikan tentang kode etik pakaian di tempat kerja oleh komite anggota parlemen di Inggris. Akhirnya, kasus-kasus lain terungkap, termasuk kasus di mana perempuan diharuskan untuk mengenakan sepatu hak tinggi, bahkan untuk pekerjaan membawa barang bawaan, membawa makanan dan minuman dengan naik turun tangga, hingga berjalan jauh.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, pemerintah Inggris menolak untuk mengubah undang-undang tersebut dan mengatakan bahwa hal itu sudah dijelaskan di bawah undang-undang Equality Act 2010.
Kasus kewajiban mengenakan sepatu tinggi juga sempat menjadi isu Cannes Film Festival. Bahkan pada 2015, direktur dari festival tersebut harus meminta maaf kepada perempuan yang tidak bisa masuk dan berjalan di atas karpet merah karena tidak menggunakan high heels. Cannes tetap menjalankan aturan tersebut, walaupun banyak protes berdatangan, termasuk salah satunya datang dari Julia Roberts yang datang tanpa alas kaki di Cannes Film Festival tahun berikutnya.
High heels Christian Louboutin Foto: Instagram/ @louboutinworld
Pada saat bersamaan, semakin banyak juga pihak yang mulai sadar tentang 'pemaksaan' yang tidak baik bagi kesehatan perempuan ini. Pada 2017, Provinsi British Columbia di Kanada melarang perusahaan memaksa karyawan perempuan mengenakan high heels dan mengatakan praktik itu berbahaya dan diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada 2018 silam maskapai penerbangan Norwegian Air dikritik habis-habisan karena mengharuskan awak kabin perempuan membawa surat keterangan dari dokter jika mereka ingin mengenakan flat shoes. Padahal, Norwegia termasuk ke dalam negara dengan tingkat kesetaraan gender tertinggi di dunia.