Mengapa Kita Sering Membandingkan Diri dengan Orang Lain di Medsos?

20 Juni 2019 20:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi seorang perempuan menggunakan smartphonenya di bandara Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi seorang perempuan menggunakan smartphonenya di bandara Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pada era digital saat ini, kehadiran media sosial atau medsos bisa menjadi dua mata pisau bagi kehidupan manusia. Di satu sisi kehadirannya dapat mempermudah seseorang untuk saling terkoneksi dan berkomunikasi, tetapi di satu sisi dapat menimbulkan dampak negatif pada diri manusia.
ADVERTISEMENT
Salah satu dampak negatifnya adalah membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Terkadang kita langsung merasa minder dan tidak percaya diri jika melihat orang yang lebih cantik atau sempurna daripada kita. Tetapi tak jarang, kita juga merasa bahwa diri kita lebih 'sempurna' dibandingkan mereka yang mengunggah foto ke media sosial.
Lantas, mengapa kita seringkali memiliki kencenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain, terlebih lagi saat melihat potret orang lain di media sosial?
com-Aplikasi media sosial. Foto: Shutterstock
Kondisi ini dalam istilah psikologi disebut sebagai social comparison atau perbandingan sosial. Perbandingan sosial adalah kecenderungan seseorang untuk merasakan hal baik dan buruk dalam dirinya berdasarkan perbandingan dirinya sendiri dengan orang lain.
Mengutip Psychology Today, teori perbandingan sosial ini dikembangkan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1954 yang berhipotesis bahwa manusia membuat perbandingan untuk mengevaluasi dirinya. Karena proses membandingkan diri adalah salah satu cara paling dasar manusia untuk mengembangkan pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang kita kuasai, dan apa yang tidak kita kuasai.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, tidak semua orang dapat menghadapinya dengan bijak. Alih-alih mendapatkan alasan untuk berbenah diri, hal ini justru membuat banyak orang jadi tertekan dan frustrasi.
Meminjam ungkapan Mark Twain "Comparison is the death of joy", ungkapan tersebut pun diamini oleh ilmu pengetahuan. Penelitian menemukan keinginan untuk saling membandingkan diri dengan orang lain hanya akan menimbulkan rasa iri hati, rendahnya kepercayaan diri dan depresi. Hal ini semakin diperkeruh dengan eksistensi media sosial dalam kehidupan kita.
Ilustrasi kecanduan sosial media. Foto: Shutter Stock
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Syndey, Macquarie University, dan UNSW Austria menemukan bahwa terlepas dari berapa banyak waktu yang dihabiskan perempuan untuk menonton TV, video musik, dan menggunakan internet, mereka akan lebih sering membandingkan penampilan mereka dengan foto yang ada di majalah atau media sosial. Bahkan, media sosial sering dijadikan ajang perbandingan diri, terutama oleh para perempuan muda.
ADVERTISEMENT
Bahkan berdasarkan penelitian yang diterbitkan Journal of Experimental Social Psychology Volume 73 pada November 2017 lalu, para peneliti menemukan proses perbandingan yang terjadi tersebut berlangsung pada jangka waktu yang begitu cepat. Cukup dengan 20 milidetik saja usai seorang perempuan melihat gambar-gambar yang tersaji di internet. Bahkan sangking cepatnya mereka tidak sadar bahwa mereka telah melihatnya. Namun tetap memberi efek untuk membandingkan diri yang berujung tak puas terhadap diri.
Berhenti membandingkan diri dengan orang lain
Memang membandingkan diri dengan orang lain tak melulu memberi dampak negatif pada diri. Karena kita memang membutuhkan sosok yang menginspirasi untuk memacu diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Namun, apabila mengintip kehidupan orang lain di media sosial justru membuat frustasi, iri atau bahkan membuat diri merasa tidak cukup baik, ini menjadi tanda bahwa Anda harus berhenti membandingkan diri.
ADVERTISEMENT
Langkah awal yang dapat Anda lakukan adalah dengan bijak dalam menggunakan media sosial. "Batasi waktu dalam menggunakan media sosial, tetapi yang lebih penting adalah Anda memanfaatkan waktu tersebut sebijak mungkin," ujar Mitch Prinstein, Psikolog dari University of North Carolina, Amerika Serikat.
Prinstein menambahkan meskipun media sosial digunakan sebagai sarana berbagai pengalaman dan dapat menjalin ikatan dengan orang lain. Anda sebagai manusia tetap perlu membutuhkan suatu koneksi atau ikatan emosional yang asli secara langsung tanpa bergantung kepada interaksi secara online.
Ilustrasi menggunakan sosial media. Foto: Shutter Stock
Meksipun komparasi atau saling membandingkan adalah sifat yang manusiawi, namun jika menimbulkan rasa iri hanya akan menimbulkan toxic dalam diri. Oleh karena itu cobalah lihat kembali diri Anda dan kenali kebenaran yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Daripada fokus memikirkan kelebihan orang lain, lebih baik memperbaiki diri lebih dalam lagi. Dengan begitu, Anda akan lebih menghargai dan mensyukuri apa yang sekarang dimiliki. Bila hal tersebut masih sangat sulit dilakukan, pertimbangkan untuk mengurangi kegiatan bermain media sosial.
Sonja Lyubormirsky, seorang psikolog di University of California, Riverside dan penulis The How of Happiness mencatat bahwa orang yang bahagia akan menggunakan diri mereka sendiri untuk mengevaluasi diri. Meski demikian, bukan berarti mereka tidak ingin membandingkan diri terhadap sesuatu yang lebih baik, tetapi mereka tidak akan membiarkan hal lain yang ada di luar dirinya dapat menimbulkan perasaan buruk yang dapat memengaruhi dirinya dan tetap fokus pada peningkatan diri sendiri.
ADVERTISEMENT