Menurut Ahli, Perempuan Lajang & Tidak Punya Anak Hidup Lebih Bahagia

28 Mei 2019 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang menganggap bahwa menikah menjadi suatu standar kebahagiaan bagi seorang individu. Selain faktor mencari kebahagiaan, ingin memiliki keturunan hingga faktor ekonomi juga menjadi alasan seseorang untuk memutuskan menikah.
ADVERTISEMENT
Tetapi bagi perempuan, ternyata menikah tidak bisa menjadi tolak ukur suatu kebahagiaan. Hal tersebut diungkapkan oleh Paul Dolan, profesor behavioural science dari London School of Economics yang mengatakan bahwa perempuan yang tidak menikah dan tidak memiliki anak cenderung hidup lebih lama dan lebih sehat dibandingkan perempuan lainnya yang sudah menikah dan membesarkan anak.
Hal tersebut ia lontarkan saat berbicara dalam Festival Hay di Inggris beberapa waktu lalu. Dolan mengatakan, data terbaru menunjukkan simbol atau nilai kesuksesan tradisional (seperti pernikahan) sudah tidak berkorelasi dengan tingkat kebahagiaan seseorang. Penulis buku ini juga melakukan penelitian untuk mengukur tingkat kebahagiaan seseorang yang dilihat dari penyebab serta konsekuensinya.
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Shutterstock
“Anda mengambil risiko lebih sedikit, menghasilkan lebih banyak uang dan hidup sedikit lebih lama. Di sisi lain, perempuan yang menikah berpotensi untuk meninggal lebih cepat daripada perempuan yang tidak pernah menikah. Sub kelompok populasi yang paling sehat dan paling bahagia adalah perempuan yang tidak pernah menikah atau memiliki anak,” ujar Dolan, seperti dikutip dari Independent.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, orang yang menikah memang lebih bahagia daripada sub kelompok populasi lainnya. Tetapi mereka akan bahagia hanya ketika pasangan ada di dekat mereka. Ketika pasangan tidak ada, mereka merasa sedih.
Tetapi ketika perempuan lajang dan tidak memiliki anak dinyatakan lebih bahagia, hal ini rupanya tidak berlaku untuk laki-laki. Justru para lelaki biasanya akan lebih bahagia dan tenang saat memutuskan untuk menikah.
"Kami memang memiliki beberapa data longitudinal dari hasil mengikuti orang yang sama dari waktu ke waktu, tetapi saya akan melakukan kerusakan besar terhadap ilmu sains dan hanya mengatakan: jika Anda seorang pria, Anda mungkin harus menikah; jika Anda seorang perempuan, jangan repot-repot (untuk menikah),” jelasnya.
Gagasan ini dituangkan lebih lanjut dalam buku terbaru Paul Dolan berjudul 'Happy Ever After: Escaping The Myth of The Perfect Life' degan melihat hasil survei dari American Time Use Survey yang membandingkan tingkat kesenangan dan ketidakbahagiaan pada orang yang belum menikah, menikah, bercerai, berpisah, dan menjanda. Studi ini menemukan tingkat kebahagiaan mereka yang memiliki pasangan ada hanya ketika suami atau istri mereka berada di ruangan atau kesempatan yang sama dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Studi lain juga telah mengukur faktor finansial dan kesehatan yang rata-rata dapat mempengaruhi suatu pernikahan baik bagi perempuan maupun laki-laki. Menurut Dolan hal tersebut berasal dari pendapatan yang lebih tinggi dan dukungan emosional yang memungkinkan orang yang menikah untuk mengambil risiko dan mencari bantuan medis.
Ilustrasi perempuan bahagia Foto: dok.Unspalsh
Sementara itu, Dolan mengatakan laki-laki lebih mendapat manfaat kesehatan dari menikah. Sedangkan kesehatan perempuan tidak terpengaruh oleh pernikahan. Tetapi perempuan setengah baya yang telah menikah berisiko lebih tinggi mengalami kondisi fisik dan mental daripada rekan sebaya mereka.
Meski melajang dan tidak memiliki anak diklaim bisa membuat perempuan lebih bahagia, tetapi sebagian orang mengaku jika memiliki pasangan dan momongan dianggap sebagai tanda keberhasilan. Stigma inilah yang dapat menyebabkan perempuan lajang merasa tidak bahagia. Mereka seolah-olah merasa gagal jika tidak menikah.
ADVERTISEMENT
Dolan menambahkan, memiliki anak dapat membahayakan kesejahteraan orang. Bahkan secara diam-diam, sebagian orang tua setuju bahwa mereka menyukai keberadaan anak-anaknya tetapi tidak dengan kehadiran mereka.
"Meksipun tidak semua orang dapat berbicara secara terbuka mengapa memiliki anak dapat menjadi masalah. Kehadiran anak ke dunia tetaplah sebuah pengalaman luar biasa," tutup Dolan.
Setujukah Anda dengan pendapat ini?