Role Model Grace Natalie

Role Model: Grace Natalie, Our Sister in Politics

6 September 2019 14:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Ted Baker, Sepatu: Charles & Keith.
zoom-in-whitePerbesar
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Ted Baker, Sepatu: Charles & Keith.
“Hai Sis…” sapa Grace Natalie kepada tim kumparanWOMAN saat ia baru tiba di lokasi pemotretan program Role Model pada pertengahan bulan Agustus lalu. Ia pun memperkenalkan diri dan tersenyum ramah pada kami. “Panggil saya Sis Grace saja ya,” katanya saat itu.
‘Sis’ dan ‘Bro’ memang sudah menjadi sapaan khas Grace Natalie, Ketua Umum PSI (Partai Solidaritas Indonesia) kepada orang yang ditemuinya. Anggota Partai PSI, masyarakat, rekan kerja, wartawan, hingga presiden sekalipun ia panggil dengan ‘Bro’ atau ‘Sis’.
Selain memberikan kesan akrab, sapaan tersebut menurut politikus berusia 37 tahun ini juga menjadi caranya untuk memperlihatkan kesetaraan derajat; bahwa di antara pekerja sektor publik dan masyarakat itu seharusnya tidak ada jarak, selain juga karena PSI yang ingin mengusung semangat milenial dalam berpolitik.
Nama Grace Natalie memang menjadi nama yang cukup menjadi sorotan dalam dunia politik Indonesia saat ini. Perempuan, muda, dari kelompok minoritas, serta tidak punya latar belakang politik sama sekali, tapi berani mendirikan partai politik. Pada 2014, saat ia masih berusia 32 tahun Grace Natalie membuat gebrakan dengan mengumumkan pendirian Partai Solidaritas Indonesia, sebuah partai yang menyasar partisipan dari kalangan anak muda, perempuan, dan berasal dari berbagai suku dan agama.
Profil Grace Natalie. Foto: kumparan
“Saya adalah tipe orang yang risk taker,” ujar Grace ketika kami membahas keberaniannya mendirikan partai.
Padahal Grace juga mengakui bahwa dulu ia sama sekali tidak pernah terpikir untuk terjun ke politik. Baginya dunia politik adalah dunia antah berantah yang tidak pernah sedikitpun ia bayangkan akan menjadi bagian dari hidupnya. “Jadi, never in my wildest dream, I wanted to be a politician,” ungkapnya.
Sebelum terjun ke politik, Grace Natalie memang sudah dikenal luas sebagai salah satu presenter di tvOne. Ia sempat menjadi host untuk program Kabar Petang dan Apa Kabar Indonesia Malam di stasiun tv tersebut, serta meliput beberapa peristiwa besar nasional, seperti konflik di Poso, Sulawesi Selatan dan rangkaian penangkapan gembong teroris di Sumatera dan Jawa.
Pada 2012 Grace Natalie meninggalkan dunia pertelevisian dengan bergabung di firma riset dan konsultasi Saiful Mujani (SMRC), dan duduk sebagai CEO. Hanya dua tahun bekerja di perusahaan tersebut, Grace pun mengumumkan bahwa ia masuk ke dunia politik.
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Massimo Dutti.
Saat datang bertemu kumparanWOMAN di studio foto, ibu dua anak ini mengenakan atasan kemeja putih, celana jeans, dan chunky heels, dengan wajah yang sudah setengah dirias. “Saya tidak pernah keluar tanpa makeup, lho,” ujarnya menekankan pentingnya makeup bagi dirinya.
Celetukan Grace saat itu sangat memperlihatkan sisi feminin dari dirinya. Suatu hal yang sama dengan nafas segar yang ingin ia hadirkan di dunia politik Indonesia, yaitu partai yang tidak selalu maskulin, berjiwa muda dan banyak diisi oleh kader perempuan.
Di antara sesi video shoot dan photo shoot, kami sempat mengobrol panjang bersama Grace Natalie. Ia bercerita tantangan yang dihadapi selama lima tahun berkecimpung di politik (mulai dari bully di media sosial hingga catcalling), apa yang ia lakukan untuk menghadapi bully dan apa visi yang ingin ia bangun melalui partai politiknya.
Simak obrolan hangat kumparanWOMAN bersama Grace Natalie berikut ini.
Saat ini Sis Grace sedang sibuk apa?
Saat ini sedang fokus mempersiapkan anggota PSI yang akan pelantikan DPRD DKI. Jadi kita langsung evaluasi tentang apa saja yang kurang selama ini. Karena banyak yang belum pernah terjun ke dunia politik. Jadi kami ingin memastikan mereka siap.
Lalu kami juga sedang menyiapkan divisi apa saja yang perlu ditambahkan karena sebelumnya waktunya terbatas, jadi tidak bisa fokus mengerjakannya. Kami ingin memiliki divisi yang spesifik, misalnya ada yang mengerjakan isu perempuan dan anak-anak.
Persiapan apa saja yang diberikan pada kader PSI yang terpilih jadi wakil rakyat?
Kami membuat modul, membuka kelas-kelas yang membahas bagaimana caranya untuk tahu seluk-beluk di DPR nanti. Narasumbernya di antaranya ada orang-orang Pemprov DKI yang berkualitas dan memang mau berbagi pengalaman dan pengetahuan.
Kami juga bekerjasama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KPK agar teman-teman PSI tahu apa saja yang sekarang ini tergolong gratifikasi.
Di tahun 2014 Sis Grace memberikan kejutan yang cukup besar dengan mendirikan sebuah partai politik. Boleh diceritakan sedikit, latar belakang apa yang membuat Sis Grace berani mengambil langkah besar ini?
Saya adalah tipe orang yang risk taker. Prinsip saya, kalau mau dipikirin terus-terusan, tidak akan pernah terjadi.
Jadi waktu itu di tahun 2014 saya dan teman-teman sedang berada di tengah euforia. Gubernur dan wakil gubernur kita adalah Pak Jokowi dan Pak Ahok. Saya merasa semua masyarakat Jakarta memiliki harapan. Kita yang tadinya tidak suka politik, jadi senang membahasnya karena kelihatannya bagus. Untuk pertama kalinya, kalau ada orang yang memiliki masalah, bisa datang ke Balai Kota dan langsung ada solusinya.
Kemudian tak lama, Pak Jokowi terpilih menjadi presiden. Sosok yang tidak memiliki darah biru politik bisa menjadi presiden. Bayangan kita, kalau Indonesia punya lebih banyak orang seperti Pak Jokowi atau Ahok di level nasional seperti DPRD dan DPR RI, mungkin Indonesia akan keren banget.
Jadi saya dan keluarga, terutama suami sedang merasakan euforia itu. Kami akhirnya kepikiran tentang kontribusi apa yang bisa kami berikan untuk negeri.
Jadi berawal dari situ, didukung minat juga sudah mulai tinggi dan ketemu dengan teman-teman yang satu visi.
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Coach 1941.
Butuh waktu berapa lama untuk meyakinkan diri?
Saya dan suami mengambil keputusan ini bersama-sama. Butuh waktu cukup lama, maju mundur beberapa bulan antara iya dan tidak. Memikirkan soal keamanan, risiko, ditambah dunia politik juga masih identik dengan dunia laki-laki, dan kita juga sama sekali tidak mengerti politik itu seperti apa.
Untuk mengatasi (keraguan itu), kami akhirnya mulai bertemu dengan banyak orang yang lebih senior untuk bertukar pendapat. Sekitar sebulan kami melakukan itu secara intensif, mendengarkan banyak masukan dan pendapat dari orang lain, terutama dari mereka yang sudah terjun duluan ke dunia politik. Setelah itu baru kami bulatkan keputusan untuk membuat partai. Meskipun sudah bulat, tapi bukan berarti tidak ada keraguan sama sekali karena ini (dunia politik) merupakan dunia antah berantah yang belum sepenuhnya kami mengerti.
PSI memiliki logo mawar putih. Apa maknanya?
Jadi ketika ada yang usul mawar putih untuk lambang partai, saya cukup tertarik karena kita juga ingin menggambarkan politik yang tidak terlalu maskulin. Dan ternyata mawar putih itu adalah lambang solidaritas internasional. Jadilah kami memutuskan untuk memilih mawar putih dan warna merah yang keduanya bisa menggambarkan sesuatu yang feminin dan solidaritas. Semudah itu.
Setelah menjalankan partai selama 5 tahun, apakah yang Sis Grace khawatirkan benar-benar terjadi?
Banyak sekali hal yang tadinya kita takutkan, ternyata dalam kenyataan jauh lebih menyeramkan lagi. Dari awal kita sudah berusaha mengantisipasi, namun yang terjadi justru di luar itu. Untungnya saya memiliki support system, yaitu suami saya yang tetap akan mendukung apapun yang terjadi. Awalnya memang sering terkejut melihat hal-hal yang terjadi, tetapi kami tidak saling menyalahkan satu sama lain. Tidak ada yang menyesali kenapa dulu memilih terjun ke politik.
Ketua Umum PSI, Grace Natalie Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan
Dunia politik dikenal sebagai dunia yang tidak ramah perempuan. Ada hal-hal tertentu yang Sis Grace hadapi bersama kader perempuan lainnya?
Kalau perempuan tentu yang dipermasalahkan adalah soal bentuk tubuh dan segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas. Dan ternyata itu tidak hanya saya yang menghadapinya. Teman-teman di PSI juga, terutama yang perempuan.
Dulu ada caleg kita namanya Susy Rizky, usianya sudah tergolong ibu-ibu dan kebetulan memiliki bentuk tubuh yang agak besar. Karena dia cukup aktif, jadi banyak sekali yang iseng. Nomor teleponnya disebarkan sebagai penyedia jasa seks. Tetapi karena saking kesalnya dan kebetulan dia adalah tipe orang yang cuek, jadi dia tidak peduli dan tidak mau ganti nomor. Lama-lama gangguan itu mereda. Tapi sampai sekarang setiap hari dia masih menerima ribuan telepon dari orang yang mau menyewa jasanya. Kami banyak dikerjain seperti itu.
Ada juga Dara Adinda, salah satu caleg kami yang masih muda asal Sumatera Utara dan berkerudung. Ketika Dara mulai aktif, banyak yang membully secara verbal di media sosial. Jadi kalau saya perhatikan, anggota PSI yang perempuan selalu mendapat bullying yang mengarah ke seksis dan seksualitas.
Kalau Sis Grace sendiri pernah di-bully?
Tentu pernah. Dulu foto saya dijadikan kolase bersama dengan foto-foto bintang porno Jepang Miyabi. Ditambah lagi ada foto editan, mukanya muka saya, tapi badannya bukan. Lalu dibuat narasi begini, ‘Ini mukanya ketua PSI, ini nih calon anggota DPR,’. Saya tentu tahu itu bukan saya, tapi banyak sekali orang yang percaya bahwa itu saya. Sampai banyak kader PSI di daerah yang bertanya; ‘Bagaimana ini? Kita dibully.’
Kemudian ada lagi ketika saya difitnah selingkuh dengan Ahok. Dibuatkan juga ceritanya, berawal dari jadi narasumber, kemudian terjadi cinta lokasi. Lalu ada juga yang bilang karena Ahok, Grace mendapatkan pendanaan besar, dan mereka juga sempat bilang,akan ada video panasnya.
Melihat kabar-kabar seperti itu saya dan suami hanya bisa ketawa saja. Kami merasa itu hal tergila, karena suami saya juga kenal dengan keluarga Pak Ahok, jadi itu tidak mungkin terjadi. Tapi tetap saja masih banyak yang percaya.
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Ted Baker, Sepatu: Charles & Keith.
Lalu bagaimana cara Sis Grace menghadapi komen dan bully di media sosial dan internet itu, dan berapa lama untuk bisa terbiasa dengan hal tersebut?
Di awal saya sangat terganggu karena cukup banyak dosis bullying-nya setiap hari. Tapi saya percaya bahwa kalimat ‘What doesn’t kill you make you stronger’ itu benar-benar nyata.
Saya tidak tahu tepatnya berapa lama (untuk terbiasa), karena bullying yang terjadi pada saya itu dosisnya mulai dari yang ringan sampai parah sekali.
Tapi saat saya diisukan selingkuh itu, saya tetap bisa tidur dengan nyenyak, artinya saya sudah mulai terbiasa. Kalau sekarang sepertinya saya sudah pada tahapan kebal. Saya sampai sudah hafal dengan tipe-tipe akunnya.
Kalau datangnya dari akun yang tidak jelas, tidak ada pengikut tapi dia banyak follow orang, berarti itu akun bodong. Tapi kalau yang bully akunnya beneran, biasanya komen mereka akan saya balas kalau sedang ada waktu.
Bagaimana dengan di lingkungan politikus sendiri? Kabarnya perempuan sering kali mendapat perlakuan tidak mengenakkan seperti catcalling. Sis Grace pernah mengalami sendiri?
Sering sekali hingga saat ini. Tapi karena sudah terbiasa berada di lingkungan seperti itu, jadi ya mau gimana lagi? Paling kalau ada yang catcalling, kami cuma bisa membatin. Kalaupun mau dimarahi rasanya percuma karena tidak mungkin kita bertengkar. Nanti yang ada malah pertengkarannya yang viral. Akhirnya kami harus berkompromi dengan keadaan yang ada. Hanya bisa berdoa agar mereka diampuni dosanya oleh Tuhan.
Kadang kalau perempuan di-bully, kita akhirnya jadi takut melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Kalau sudah begitu, apa yang mesti dilakukan?
Saya rasa alasan saya tidak terlalu terpengaruh dengan bully di media sosial adalah karena memiliki support system yang kuat. Seandainya suami saya percaya dengan berita-berita itu, tentu rumah tangga akan terganggu. Tapi kalau suami bisa menertawakan fitnahnya bersama saya, menganggap semua editan-editan itu sebagai sebuah lelucon, saya jadi bisa lebih santai menghadapinya.
Jadi menurut saya kuncinya ada pada support system yang kita punya. Sebagai perempuan kita harus memiliki support system yang solid. Kalau mau terjun ke dunia politik, para perempuan harus memastikan support system yang dimiliki benar-benar kuat.
Menurut Sis Grace seberapa penting kehadiran perempuan di dunia politik Indonesia?
Hingga saat ini, ada banyak isu perempuan yang belum diatasi dan diketahui karena minimnya jumlah politikus perempuan. Dan kalaupun perempuan itu menjadi anggota dewan, dia tidak benar-benar (terlihat) memperjuangkan isu-isu perempuan.
Contoh yang paling gampang, menurut Komnas Perempuan, setiap dua jam ada tiga perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Itu adalah jumlah kasus yang dilaporkan, kalau tidak lapor, kasusnya tidak akan dihitung. Dan saya yakin di lapangan yang terjadi jumlahnya lebih banyak dari itu.
Namun hingga saat ini kita belum juga punya undang-undang kekerasan seksual, RUU-nya saja selalu tertunda. Pertanyaannya adalah, apa saja yang dilakukan oleh perempuan-perempuan di dunia politik selama ini? Tapi saya juga tidak menyalahkan perempuan, mungkin mereka yang sudah berjuang tidak memiliki banyak dukungan. Karena selama ini jumlah perempuan di level calon legislatif sangat kurang, kebanyakan laki-laki.
Dulu sempat ada kebijakan yang mengharuskan perempuan terlibat di tiap divisi. Tapi mereka pilihnya asal-asalan, kualitas tidak diperhatikan, yang penting kuota terpenuhi. Setelah terpilih, para perempuan tidak didampingi saat sudah masuk ke dunia yang didominasi laki-laki.
Karena itu, perempuan jadi tidak percaya diri bahwa mereka bisa melakukan lebih dari itu. Dominasi laki-laki di dunia politik membuat mereka memilih untuk jadi pengurus konsumsi, keuangan, sekretaris, urusan-urusan yang dianggap perempuan banget.
Akhirnya muncul lagi stigma bahwa perempuan memang tugasnya tidak jauh dari urusan kasur, sumur, dapur. Jadi menurut saya memang harus ada sistem khusus agar perempuan bisa keluar dari pemikiran-pemikiran seperti itu.
Grace dan beberapa anggota perempuan dari PSI. Foto: dok. @gracenat/ Instagram
Kalau di PSI sendiri bagaimana peran perempuannya?
Kalau di PSI, kita paksakan agar satu dari tiga jabatan penting, seperti ketua untuk jabatan sekretaris dan bendahara itu perempuan. Alhasil kami punya banyak ketua perempuan karena memang diwajibkan seperti itu. Istilahnya mereka memang dipaksa untuk bisa berada di level atas.
Awalnya memang harus dipaksa untuk bisa memancing agar kedepannya banyak yang lahir secara organik, dalam artian mereka mau memimpin karena keinginannya sendiri. Saat ini 42 persen pengurus kami adalah perempuan, jadi nanti ketika mau mengajak perempuan lain untuk bergabung, prosesnya akan lebih mudah karena ada banyak perempuan di PSI. Mereka akan merasa memiliki banyak teman. Sisterhood-nya jadi lebih kuat karena lady boss-nya sendiri juga sudah perempuan semua.
Selain itu, kami juga memudahkan perempuan dalam bekerja. Kami menyediakan ruangan khusus untuk mereka yang ingin membawa anak saat rapat, lengkap dengan baby sitter. Ada juga waktu istirahat bagi mereka yang ingin pumping. Jadi kami berusaha agar mereka benar-benar nyaman.
Grace Natalie untuk program Role Model kumparanWOMAN. Foto: Panji Indra, Stylist: Anantama Putra, Makeup: Irma Gerungan, Hairdo: Uthe, Busana: Massimo Dutti.
Apa isu perempuan yang mungkin jadi misi untuk PSI selanjutnya?
Setelah melakukan blusukan ke daerah-daerah di Jakarta, kami masih banyak menemukan adanya ibu yang melahirkan atau ibu hamil bisa meninggal (karena masalah kesehatan) di era yang sudah serba modern ini. Itu menjadi isu kesehatan yang sedang kami pikirkan, selain kondisi stunting pada anak-anak di Indonesia yang saat ini sangat mengkhawatirkan.
Lalu ada juga soal isu pemberdayaan perempuan. Sekarang ini sudah banyak perempuan yang tidak ragu untuk sekolah tinggi dan bekerja. Tapi ketika sudah menikah, mereka langsung memiliki mindset bahwa jika sudah menikah, apalagi punya anak, berarti kariernya harus dikorbankan. Mereka masih berpikiran bahwa perempuan belum bisa menjalani dua-duanya, menjadi ibu sekaligus perempuan karier.
Selama ini saya lihat pilihannya hanya dua; kalau sudah ada anak lalu ditanya pilih pekerjaan atau pilih anak, ya pasti jawabannya punya anak. Saat ini yang tersedia di masyarakat hanya dua pilihan itu.
Padahal kita bisa memilih untuk menjalani dua-duanya. Nah, yang bisa mengubah itu ya sesama perempuan.
Bisa ceritakan seperti hari-hari seorang Grace Natalie?
Saya selalu bangun pagi. Karena punya anak kecil, pasti pukul 6 sudah bangun. Saat ini kesibukan di partai masih berjalan, tapi tidak sesibuk kemarin saat masa kampanye. Karena waktu kampanye itu, jujur saja suami dan anak jadi tidak terurus.
Setelah bangun, tentu saya mengurus anak-anak dan suami. Menyiapkan bekal untuk mereka dan untuk saya sendiri. I enjoy doing it. Bukan karena merasa itu merupakan kewajiban sebagai seorang perempuan, tapi karena saya memang benar-benar suka dengan rutinitas itu.
Baru setelah itu saya berangkat ke kantor. Enaknya dalam pekerjaan sekarang ini, saya bisa jadi lebih fleksibel. Beda seperti waktu jadi wartawan dulu yang harus setiap hari mencari berita.
Grace Natalie bersama suami, Kevin Osmond, dan anak pertamanya, Kenzo. Foto: dok. @gracenat/ Instagram
Masih sempat punya me time?
Sempat kok. Kalau ada waktu luang, karena kebetulan saya hobi masak dan suka eksperimen, jadi biasanya saya akan cari-cari resep masakan baru. Saya juga termasuk orang yang menjalani gaya hidup sehat, memperhatikan pola makan, melakukan clean eating dan mengkonsumsi makanan yang tidak banyak diproses. Jadi paling me time saya mencari resep untuk makanan sehat.
Lalu apa mimpi besar Sis Grace dan PSI untuk Indonesia kedepannya?
Make a disruption.
Saat ini kita sudah melihat bahwa banyak lembaga yang mengkritik seberapa buruk DPR kita. Oleh karena itu, kami akan memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan standar agar masyarakat tahu bagaimana seharusnya orang di sektor publik itu bekerja.
Di PSI, saya ingin agar anggota melakukan live Instagram saat rapat-rapat penting. Tujuannya supaya masyarakat bisa menilai langsung seperti apa kinerja anggota DPR. Selain itu, rapat DPR jadi akan semakin transparan. Publik akan tahu apa saja yang mereka bahas. Mereka juga bisa langsung memberikan komentar, setuju atau tidak dengan hasil bahasan.
Cara ini saya pelajari dari bisnis startup ojek online. Pengguna bisa memberikan rating kepada pengemudi. Selain itu, saya juga ingin dunia politik itu dianggap keren oleh anak-anak muda. Dengan adanya disruption, semoga bisa meningkatkan standar di dunia politik, anak-anak muda akan lebih tertarik untuk terjun. Di masa depan kami ingin melihat orang-orang terbaik yang ada di negeri ini masuk ke sektor publik.
Ada saran dari Sis Grace, untuk perempuan yang ingin maju dalam politik, karakter apa saja yang mesti dimiliki?
Memiliki kemampuan networking, jiwa dan support system yang kuat, serta belajar untuk tidak terlalu mendengarkan pendapat orang lain.
Ikuti cerita inspiratif lainnya dari Grace Natalie eksklusif untuk kumparan pada topik Role Model.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten