7 dari 10 Siswa Kurang Tidur, Rentan Perilaku Berisiko dan Bunuh Diri

11 Desember 2018 14:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tidur di Kelas (Foto: Dok. Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Tidur di Kelas (Foto: Dok. Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Perkara tidur bagi remaja bukan soal yang sepele. Sebagian dari kamu mungkin suka tidur sampai larut malam hanya gara-gara bermain game online atau sekadar melihat-lihat media sosial. Padahal, kebiasaan tersebut bisa membuatmu condong pada perilaku berisiko.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikuatkan oleh riset terbaru peneliti Rumah Sakit Brigham and Women’s, Matthew D. Weaver cs yang dimuat di jurnal medis JAMA Pediatrics. Dalam risetnya itu, ia menemukan bahwa rata-rata sebanyak 70 persen (7 dari 10) siswa SMA di Amerika Serikat tidur kurang dari 8 jam sehari, yang merupakan standar waktu tidur ideal.
Riset ini melibatkan data dari survei terhadap 67.615 siswa di sekolah negeri dan swasta AS. Survei ini dibatasi pada rentang 8 tahun dari tahun 2007 sampai 2015.
“Kami menemukan kecondongan perilaku tidak aman meningkat secara signifikan bagi mereka yang jam tidurnya lebih sedikit,” kata Weaver dikutip dari situs resmi Rumah Sakit Brigham and Women’s.
Menurut Weaver, perilaku tidak aman itu adalah sebab terjadinya kecelakaan dan bunuh diri yang merupakan sebab terbesar kematian di antaranya remaja. Dalam temuan penelitiannya, makin sedikit jam tidur pada siswa SMA punya asosiasi terhadap perilaku penggunaan alkohol, narkoba, seks berisiko, serta perilaku agresif.
ADVERTISEMENT
“Asosiasi paling kuat adalah timbulnya mood yang tidak baik dan perilaku menyakiti diri sendiri bagi yang tidur kurang dari 7 jam. Bagi yang tidur kurang dari 6 jam, kemungkinan tiga kali lebih besar punya pikiran, punya rencana, sampai mencoba untuk bunuh diri,” tulis Weaver cs dalam penelitiannya.
Kekurangan tidur juga berdampak pada kondisi kesehatan secara umum. Salah satu hal yang disoroti adalah dugaan adanya dampak terhadap kesehatan mental.
“Kita harus mendukung upaya untuk mempromosikan kebiasaan tidur yang sehat dan mengurangi hambatan untuk tidur cukup pada populasi masyarakat yang rentan (penyakit) ini,” ujar peneliti lain dari riset ini, Elizabeth Klerman.