news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Alami Diskriminasi, Enggak Buat Joe Tutup Mata soal Isu Kemanusiaan

9 Agustus 2019 18:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joe William (tengah), saat jadi pembicara di event #PilihBicara. Dok: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Joe William (tengah), saat jadi pembicara di event #PilihBicara. Dok: Istimewa
ADVERTISEMENT
Siapa bilang semester akhir kuliah buat kamu sulit melakukan kegiatan di luar perkuliahan karena fokus skripsi dan magang? Hal ini yang mau dipatahkan oleh Joe William, mahasiswa semester 7 Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
ADVERTISEMENT
Cowok yang akrab disapa Joe ini aktif berkegiatan di sebuah organisasi bernama Emancipate Indonesia sebagai research and director specialist dan event coordinator di YouSEA.Opportunities ini, dulunya adalah seorang anak yang cukup introvert ketika SMA.
Namun saat dirinya menginjak semester 5 akhir, salah satu teman mengajak Joe untuk ikut ke dalam forum internasional. Joe mengaku bahwa awalnya dia ragu untuk ikut ke forum-forum anak muda internasional seperti ini karena enggak jago buat esai yang menjadi persyaratan tetap seleksi forum.
“Gue emang kurang exposure keluar karena sudah di akhir-akhir semester, 'kan. Terus teman gue ngajak untuk ikutan forum internasional di Bangkok, temanya Kerjasama ASEAN. Waktu itu hanya gue yang diterima. Dari situ, sih perspektif gue berubah akan dunia dan Indonesia,” ungkapnya via email pada kumparan, Rabu (07/08).
ADVERTISEMENT
Dari kegiatan itu, Joe mulai ikut dalam forum-forum anak muda internasional lainnya sebagai delegasi Indonesia. Rasa kemanusiaan dan sosialnya pun mulai tumbuh seiring pertemuannya dengan orang banyak.
“Sejak ikut forum-forum itu, gue menyadari kalau Indonesia, tuh, solidaritasnya tinggi dan akur. Jadi saat ada kejadian sekolah SLB Asih Manunggal, Bandung dirusak sehabis demo May Day, gue datang ke lapangan dan ternyata sekolahnya juga kurang berkecukupan. Akhirnya gue buat ide buat ngajak orang-orang bantu sekolah itu untuk pulih lagi,” katanya.
Bersama dengan Relawan Warna di depan SLB Asih Manunggal. Dok: Istimewa
Kerja keras enggak mengkhianati hasil, Joe bersama relawan lainnya berhasil mengumpulkan uang Rp 7 sampai 8 juta dalam 3 hari untuk membantu merenovasi SLB tersebut. Dan warga sekitar juga banyak yang membantu perbaikan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus itu.
ADVERTISEMENT
Cowok kelahiran Jakarta, 4 Desember 1998 ini memiliki impian untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik lagi lewat generasi mudanya. Tapi, semua berubah ketika dia bergabung dengan program Young Leaders for Indonesia (YLI) saat dirinya menginjak semester 6.
“Dari situ, gue semakin gigih untuk buat perubahan untuk negeri gue sendiri. Gue ingin meningkatkan literasi dan minat baca di Indonesia yang ada di peringkat 60 dari 61 negara. Maka, lahirlah organisasi Jendela Kita. Tagline yang gue ambil itu Nasionalisme Pustaka, di mana gue ingin anak-anak untuk cinta negeri sendiri lewat membaca dan perkaya ilmu pengetahuan,” cerita Joe.
Lahir dan besar di negeri ini yang membuat Joe mau mengubah nasib bangsa. Joe juga ingin menunjukkan bahwa walaupun berasal dari etnis minoritas, namun dia juga cinta akan negerinya.
ADVERTISEMENT
"Masa kecil gue dihabiskan di sekitaran Jakarta Pusat yang padat penduduk. Diskriminasi itu bukan hal yang asing buat gue,"
Bahkan, Joe menyebut, dulu setiap harinya dia pernah dimintai uang secara paksa saat pulang dari sekolah menuju rumah.
" 'Weh, bagi duit China!' itu adalah kata-kata yang paling sering gue terima. Bahkan, pernah sekali gue lagi naik sepeda terus ditendang sampai jatuh cuma karena gue enggak sama kayak mereka," tutur Joe .
Joe mengaku, kejadian keji yang dialaminya tersebut masih meninggalkan luka yang membekas hingga sekarang.
“Tapi bukan berarti gue harus membenci mereka. Gue ingat salah satu kata-kata dari Relawan Warna, kamu bukan aseng, asing, kamu asli orang Indonesia, sama seperti kami. Kita Indonesia,” kata Joe.
ADVERTISEMENT
Saat mengikuti forum di Taiwan. Dok: Istimewa
Joe juga memiliki harapan untuk anak-anak bangsa lebih mencintai bangsanya sendiri. Dirinya berharap, anak muda bisa punya rasa nasionalisme dan enggak sebatas dari hafal buku Pendidikan Kewarganegaraan saja, tapi juga diilhami dengan baik.
"Jadi diri sendiri dan jangan terpengaruh orang lain atau lingkungan. Yakin saja sama kemampuan diri sendiri. Proses mungkin sakit, tapi ketika lo dapat hasilnya, pasti lo bahagia. Anggap saja seperti PDKT,” tutup Joe.
Penulis: Stefanny Tjayadi