Alasan Utama Anak Milenial Pindah Kerja: Tak Bahagia

22 November 2017 20:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tidak betah dengan tempat kerja  (Foto: Pexels/ Tim Gouw)
zoom-in-whitePerbesar
Tidak betah dengan tempat kerja (Foto: Pexels/ Tim Gouw)
ADVERTISEMENT
Generasi milenial dengan dunia kerja sering kali dihubungkan dengan hal-hal yang kurang mengenakkan. Berbagai sebutan yang melekat seperti ‘kutu loncat’, pemalas, atau tukang pamer, bukanlah sesuatu yang baru untuk ditemukan dalam hasil pencarian tentang generasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama berlaku di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan oleh situs pencarian kerja Jobstreet.com pada 2015, sebanyak 65,8 persen generasi milenial memilih untuk meninggalkan pekerjaannya setelah bekerja selama satu tahun di perusahaan tersebut.
Survei yang dilakukan pada 3.500 responden tersebut menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi generasi milenial di Indonesia hingga dapat berpikir demikian.
Faktor-faktor tersebut adalah perasaan tidak bahagia, tunjangan yang lebih besar, serta lingkungan yang tidak sesuai.
Ilustrasi diskusi dalam pekerjaan (Foto: Dok.Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi diskusi dalam pekerjaan (Foto: Dok.Pixabay)
Dari hasil survei tersebut, disebutkan 1 dari 5 responden menjadikan alasan tidak bahagia di tempat kerja sebagai alasan untuk pindah pekerjaan. Satu dari 3 mengaku puas dengan tunjangan yang diterima, dan hanya 1 dari 3 yang merasa lingkungan kerjanya sudah sesuai dari segi fleksibilitas dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
Ragam tanggapan muncul dari beberapa orang generasi milenial yang sudah memasuki dunia kerja.
Faradita (22) mengatakan, hasil survei tersebut dapat dibenarkan. Menurutnya, generasi milenial memang cenderung tak memiliki tujuan untuk berkarier di satu tempat dalam jangka yang panjang.
“Menurutku sekarang ini banyak milenial yang tidak punya goal akhir untuk berkarier di satu tempat dalam jangka panjang,” ujar Faradita.
Ia menambahkan, generasi milenial juga memiliki keinginan untuk memberikan dampak besar atas apa yang ia lakukan, serta memiliki pengalaman dalam banyak hal di tempat berbeda-beda.
“Milenial itu butuh aktualisasi diri dan punya keinginan untuk memberikan dampak yang lebih besar. Mereka ingin merasakan banyak hal di banyak tempat, sampai akhirnya mereka mendapat semua yang diperlukan, lalu membuat sesuatu sendiri,” kata dia.
Ilustrasi suasana kerja (Foto: Pexels/ Start Up Stock Photos)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suasana kerja (Foto: Pexels/ Start Up Stock Photos)
Berbeda dengan Faradita, Anggika (22), justru menganggap ketidakbetahan generasi milenial sebagai kesalahan mereka sendiri karena tidak terbiasa menghadapi kenyataan yang ada, bahkan cenderung menginginkan sesuatu yang ada di luar keadaan.
ADVERTISEMENT
“Kalau yang dimaksud adalah merasa tidak betah di satu kantor dan jadi tidak toleran dengan hal-hal yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aku setuju dengan itu. Kami tdak terbiasa untuk menerima kenyataan. Maunya ya muluk-muluk,” tuturnya.
Di sisi lain, Said (22), justru menanggapi hal tersebut dengan cukup santai. Menurutnya, pindah kerja sah-sah saja dilakukan selama ia sudah memiliki cukup ilmu dari tempat kerja sebelumnya.
“Kalau dia memang sudah punya cukup ilmu yang diambil dari perusahaan yang lama, ya sah-sah aja untuk berpindah tempat kerja dalam waktu cukup singkat," ungkap Said.
Namun, dengan berpindah-pindah tempat kerja seperti itu, Said mengkhawatirkan orang tersebut nantinya akan kesulitan mendapatkan kerja karena jejak karier yang kurang baik.
ADVERTISEMENT
“Apa perusahaan yang nantinya akan dia tempati tidak berpikir ‘kenapa dia begitu cepat berpindah-pindah tempat kerja?’ Kalau dalam pekerjaannya yang baru dia bisa mengikuti, ya tidak ada masalah,” kata Said.