Bertarung demi Harga Diri dan Gengsi

1 Desember 2018 9:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Warisan Belajar Menghajar. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Warisan Belajar Menghajar. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Berseragam berlaga jagoan, mau jadi apa? Seperti tentara kau menyerang, dan akhirnya celaka!
ADVERTISEMENT
Sepenggal lirik lagu ‘Mati Muda’ dari Kelompok Penerbang Roket mungkin bisa menggambarkan kehidupan para pelajar di Indonesia. Selain cinta, kekerasan antarpelajar jadi salah satu masalah yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan para pelajar SMA.
Bentuknya bermacam-macam dan enggak melulu tawuran. Buat yang jengah dengan hal tersebut, mereka hadir dengan sebuah usulan dan jalan keluar lewat partai atau tarung gladiator, yang ironisnya dianggap sebagai cara paling gentle untuk mengakhiri sebuah perkara.
“Tawuran, tuh, norak. Enggak kayak partai, elegan. Soalnya kami emang berantem satu lawan satu dan benar-benar menunjukkan kekuatan diri sendiri,” ujar Satria (nama samaran), pelajar asal Jakarta yang pernah terlibat partai, kepada kumparan.
Nama partai atau tarung gladiator memang sempat ramai diperbincangkan beberapa waktu ke belakang, terlebih setelah kegiatan tersebut memakan korban seorang pelajar SMA asal kota Bogor yang tewas pada awal Januari 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Rupanya, partai bukan baru terjadi selama 1 atau 2 tahun terakhir. Jika dirunut ke belakang, kegiatan tersebut sudah menjadi semacam ‘tradisi’ turun-temurun yang marak dilakukan di era 1990-an hingga sekarang.
Berbeda dengan tawuran, partai atau tarung gladiator dilakukan secara diam-diam dengan memilih tempat yang jauh dari keramaian. Kegiatannya juga disusun secara sistematis, ada ‘panitia penyelenggara’ hingga penonton. Itu sebabnya, tak banyak yang tahu tentang partai lantaran isunya tak begitu menyeruak ke permukaan.
“Tahun 2006 atau 2007 gue udah partai untuk menyelesaikan masalah dengan senior gue. Itu memang dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak,” ujar Boedi (nama samaran), alumni dari salah satu sekolah di Jakarta.
Lantas, apa yang membuat partai bisa bertahan hingga sekarang? Bagaimana pelaku menjalani kegiatan tersebut serta bagaimana sekolah mengatasinya? Dan, apa sanksi bagi para pelakunya?
ADVERTISEMENT
-------------------------------------------------
Simak ulasan lengkapnya di kumparan dalam topik Warisan Belajar Menghajar.