news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Mahasiswa FH UI Akali Aturan SBMPTN

4 Juli 2018 14:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa UI Akali SBMPTN dengan Paket C
 (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa UI Akali SBMPTN dengan Paket C (Foto: Basith Subastian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Siapa bilang SBMPTN hanya tersedia bagi siswa SMA yang baru lulus dan memiliki ijazah dua tahun ke belakang? Faktanya, ada seseorang yang berhasil tembus di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, meski ijazah SMA yang dimiliki sudah berusia lima tahun kala SBMPTN itu diselenggarakan.
ADVERTISEMENT
Loh Kok bisa?
Begini, sebut saja namanya Anton (bukan nama sebenarnya). Dia merupakan mahasiswa FH UI angkatan 2016. Demi diterima di fakultas makara merah itu, dia rupanya ‘memanipulasi’ tahun kelulusannya. Caranya tidak lain dengan mengunggah ijazah Paket C (pendidikan setara SMA) saat mendaftarkan diri di SBMPTN 2016.
Tentu saja, ijazah SMA miliknya yang terbit pada 2012 disimpannya baik-baik di rumah.
Mahasiswa UI Akali SBMPTN dengan Paket C
 (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa UI Akali SBMPTN dengan Paket C (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Kepada kumparan, mahasiswa kelahiran 1994 itu blak-blakan bercerita tentang aksinya yang mengakali aturan SBMPTN, alias mengutak-atik aturan yang dibuat Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), serta tentu saja, mengakali celah yang melekat pada aturan Paket C milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
”Jadi sebenarnya (ceritanya) agak panjang ya. Dari awal sendiri gue pengen masuk FH ketika baru lulus SMA,” ucap Anton membuka percakapan, saat ditemui di Fakultas Hukum UI, Jumat (29/6)
ADVERTISEMENT
Semua lalu bermula enam tahun silam. Kala itu Anton merupakan siswa dari sebuah SMA Negeri favorit di Jakarta Selatan yang bermimpi untuk masuk ke FH UI. Namun kenyataan berkata sebaliknya, alih-alih diterima di FH UI, dia justru diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB UI) pada tahun 2012.
Suasana Ospek UI di Balairung (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Ospek UI di Balairung (Foto: Istimewa)
FIB jelas bukan fakultas yang dia dambakan. Belajar sastra asing juga bukan bagian dari passion-nya sama sekali. Namun saat itu, yang dia pikirkan hanyalah UI dan jaket kuningnya. Sesederhana itu. Dia registrasi ulang dan sempat jadi mahasiswa FIB selama tiga tahun lamanya.
“Kalau (tahun) 2012 itu paling yang penting UI aja. Deket dari rumah. UI kampus bagus, enggak perlu biaya hidup macam-macam,” kenang dia.
ADVERTISEMENT
Pada tahun pertama, niat untuk mendaftarkan diri pada SBMPTN 2013 memang terlintas di kepalanya. ‘Siapa tahu dapat FH,’ begitu pikirnya. Namun kedua orang tuanya tak setuju. Saat itu, nilai IPK-nya memang masih baik-baik saja. Anton dianggap mampu bertahan dan menyelesaikan studi dengan baik di sastra.
Namun semua itu kandas di telan waktu, musababnya bergantinya mata perkuliahan yang semakin rumit. Linguistik terasa begitu pahit. Di tahun kedua dan ketiga, semua nilai Anton hancur-hancuran. IPK-nya jeblok, di bawah 3,00. Baik Kepala Prodi maupun Pembimbing Akademis bahkan memvonisnya paling cepat lulus dalam kurun enam tahun.
“Akhirnya gue resign dan berjuang lagi buat SBMPTN di 2016. Gue resign di 2015, semester lima mau ke enam,” jelas Anton.
Fakultas Ilmu Budaya UI (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Fakultas Ilmu Budaya UI (Foto: Istimewa)
Menurut Anton, keputusan resign-nya itu diambil usai dirinya mengetahui kesaktian ijazah Paket C yang begitu serba guna. Informasi itu tak muncul sendiri, ada seorang kawan yang mengabarkan informasi itu dan menganjurkan dirinya agar mendaftar SBMPTN dengan menggunakan ijazah Paket C.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, Anton memang sempat meragukan ide tersebut. Hal yang dia khawatirkan adalah adanya pelanggaran hukum atas aksinya itu. Namun berdasarkan riset yang dia lakukan, kekhawatirannya itu nyatanya lenyap. Tak ada satu pun pasal yang akan dilanggarnya jika dia melakukan hal tersebut.
“Gue mulai validasi juga ke teman-teman gue yang anak FH. Ini punya masalah hukum enggak kalau begini. Sudah konsultasi dulu ke beberapa orang. Soal punya implikasi hukum atau tidak ke depannya,” terangnya.
Fakultas Hukum UI (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Fakultas Hukum UI (Foto: Istimewa)
Tekad sudah bulat. Anton akhirnya terdaftar sebagai siswa di sebuah Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di bilangan Jakarta pada September 2015. PKBM sendiri merupakan sebuah institusi pendidikan kejar paket milik negara. Di sana, dia belajar kembali dengan kurikulum SMA demi ijazah Paket C.
ADVERTISEMENT
“Jadi pendaftaran Rp 2,5 juta. Terus iurannya Rp 100 ribu sebulan. Kan SMA tuh. Program IPS. Kayak SMA biasa pelajarannya,” tutur Anton.
Pada Maret 2016, tiga hari sebelum pendaftaran SBMPTN 2016 ditutup, Anton mendapat Surat Keterangan Lulus (SKL) Paket C. Pada hari-hari terakhir itu, SKL tersebut langsung dia unggah ke SBMPTN. Server rupanya benar-benar menerima dan menganggap SKL tersebut sah. Anton pun memiliki kartu SBMPTN 2016.
“Semua diisi manual. Nama kepala sekolahnya pun lo tulis secara manual. Karena lain-lain. Semua identitas lengkap. Nomor induk kepala sekolah, nomor sekolah di SKL ada semua,” jelas Anton.
SBMPTN 2017 (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SBMPTN 2017 (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Bukan hanya SBMPTN, dengan SKL Paket C tersebut, dia juga mendaftar SIMAK UI selayaknya pelajar biasa. Lagi-lagi, server UI mengenali SKL dan mencatat Anton sebagai siswa SMA yang baru lulus pada 2016. Terang saja, sekali lagi Anton melenggang bebasnya. Memilih empat jurusan sekaligus pada seleksi tersebut.
ADVERTISEMENT
Semuanya lalu membuahkan hasil. Baik di SBMPTN maupun SIMAK UI, dia lolos.
“Simak ikut juga. Lolos pula di FE UI. Jadi di SBMPTN gue lolos FH UI, di SIMAK gue lolos FE UI,” tegasnya.
Masih penasaran dengan apa kata orang tua Anton soal rencana 'ekstrem' tersebut? Simak artikel berikutnya di SBMPTN 2018