Curhat Remaja di Aceh: Harus ke Medan untuk Nonton Film di Bioskop

7 September 2018 15:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perluasan Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh. (Foto: ANTARA/Ampelsa)
zoom-in-whitePerbesar
Perluasan Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh. (Foto: ANTARA/Ampelsa)
ADVERTISEMENT
“Di Aceh, kalau hiburan harus sesuai syariat Islam,” buka Farhan Ghalib, remaja asal Aceh kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Yap, tak hanya berlaku pada peraturan gaya berpakaian remaja di sana, nyatanya, syariat Islam di Aceh juga berpengaruh terhadap cara remaja di Aceh menikmati hiburan di sana.
Contoh gampangnya adalah remaja di Aceh enggak merasakan apa yang dialami oleh anak muda yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia, --di mana anak muda masih bebas menonton acara musik bersama pacar, atau menonton film di bioskop bersama teman-teman.
“Jadi kalau yang pacaran di Aceh pun kalau mau jumpa, ada batasannya. Di sini (Aceh) enggak diperbolehkan dua orang bersamaan jika bukan mahramnya. Lalu kalau mau bepergian, disarankan untuk mengajak teman lain agar enggak menimbulkan fitnah,” imbuh Farhan yang kini berkuliah di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Farhan menambahkan bahwa syariat Islam juga berpengaruh terhadap keberadaan bioskop di Aceh. Sejauh mata memandang, kamu enggak bakal menemukan bioskop di sana.
Ilustrasi ruang bioskop film. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruang bioskop film. (Foto: Pixabay)
Berbeda dengan mayoritas remaja di kota-kota besar di Indonesia yang bisa menikmati film-film terbaru di bioskop terdekat, kapan saja mereka mau, di Aceh, hal itu hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang saja.
“Untuk nonton film box office terbaru di bioskop, kami harus pergi ke Medan. Ya, kami harus keluar banyak uang,” lanjut Farhan.
Sebagai gambaran, untuk menempuh perjalanan dari Aceh ke Medan, kamu harus menghabiskan setidaknya 12 jam perjalanan jika ditempuh melalui perjalanan darat. Jika kamu ingin menghemat waktu, lebih baik naik pesawat, karena hanya memakan waktu sekitar 30 menit penerbangan.
ADVERTISEMENT
Tapi, uang yang kamu keluarkan juga enggak sedikit. Jika beruntung, kamu mungkin akan menemukan harga tiket semurah-murahnya Rp 600 ribu menurut Farhan. Belum lagi dengan penginapan di sana jika kamu ingin berkunjung ke Medan selama beberapa hari.
Bikin acara harus izin pemerintah setempat dan polisi syariat
Polisi Syariat cukur rambut anak punk dan waria (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi Syariat cukur rambut anak punk dan waria (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Aceh yang menerapkan peraturan syariat, punya lembaga khusus yang mengawasi pelaksanaan syariat Islam di Provinsi Aceh yang bernama Wilayatul Hisbah (WH). WH juga lebih dikenal dengan sebutan polisi syariat.
Tugas mereka adalah mengawasi, membina dan menyidik masyarakat agar enggak melenceng dari syariat Islam. Baik dari urusan pakaian hingga moralitas.
Itu sebabnya, untuk menikmati acara musik, anak muda di Aceh juga harus dipisah berdasarkan jenis kelamin mereka. Perempuan dan laki-laki punya tempatnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Aku pernah datang ke sebuah acara musik gitu, antara laki-laki dan perempuan dipisah tribunnya, mungkin biar enggak saling bercampur,” papar Farhan.
Pemberlakuan aturan terpisahnya laki-laki dan perempuan dalam konser atau acara musik juga dibenarkan oleh Vira Liesmana, dari AK Production Event Organizer.
Vira setuju dengan aturan pemisahan tersebut karena menurutnya hal tersebut bisa menjaga perempuan dari hal yang tidak diinginkan.
“Di konser musik, laki-laki dipisahkan dengan perempuan, aku setuju banget kalo yang itu, karena sebenarnya menjaga si perempuan dari tangan-tangan yang nakal, biasanya kalo berdesak-desakan gitu kan jadinya,” ungkap Vira.
Sebelum akhirnya acara konser atau pertunjukkan musik itu disetujui, Vira memang harus meminta izin pada pemerintah setempat dan polisi syariah. Namun selama ini dia mengaku tidak menemukan kendala berarti dalam mengurus perizinan meski ada penerapan syariat.
ADVERTISEMENT
“Polisi syariat juga ikut ngawal barikade kalau bintang tamunya artis nasional, tapi kalo yang lokal sih enggak,” aku Vira.
Selain itu, aturan dalam penyelenggaraan acara musik, pukul 23.00 acara harus segera dibubarkan dan tidak ada lagi keramaian. Para artis yang datang ke Aceh pun diwajibkan memakai kerudung.
Ilustrasi penonton konser musik. (Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penonton konser musik. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
“Misal ada artis nasional, diusahakan mereka sesuai dengan hukum syariat gitu jadi mereka biasanya pake kerudung, dihijab, ya pokoknya menutup kepala lah, enggak menampakkan aurat,” katanya.
Namun menurut Vira, pihak manajemen artis yang bekerja sama dengannya selama ini memahami dan tidak keberatan jika harus menuruti peraturan tersebut.
Berbeda dengan acara musik, Fahri Joely dari komunitas Aceh Adventure, mengaku tidak perlu berurusan dgn polisi syariat demi mengurus perizinan jika ingin mengadakan acara yang berkenaan dengan kegiatan pecinta alam dan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Fahri pribadi enggan masuk ke ranah musik sebab menurutnya hal itu terlalu ‘sensitif’, tapi dia punya banyak teman yang memang terjun di dunia EO untuk acara musik. Bagi Fahri, event yang berkenaan dengan pemerintah selalu dimudahkan untuk urusan izin dan boleh diselenggarakan sampai tengah malam. Tapi jangan harap kalau acara yang diselenggarkan EO atau untuk anak muda terutama acara musik, beragam alasan dilontarkan dan tidak boleh lewat jam malam.
“Kalau musik ranahnya udah beda, udah ramai, terkesan hura-hura bagi ‘sebagian orang yang tak suka’,” menurut Fahri.
Meski begitu, anak-anak muda di Aceh maupun penyelenggara acara di sana, sudah terbiasa dengan aturan yang ditetapkan. Mereka pun tetap merasa enjoy.
“Main-mainlah ke Aceh supaya tahu, Aceh enggak ‘seseram’ itu, kok,” ajak Farhan.
ADVERTISEMENT
Lagipula, di samping dari terbatasnya kegiatan yang umumnya disukai anak muda, Aceh punya potensi alam dan wisata yang bagus sekali untuk kamu kunjungi. Enggak percaya? Makanya ke Aceh, dong!