Erdi Pratama Ingin Wujudkan Desa Mandiri Lewat Serai Wangi

31 Desember 2018 17:03 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erdi Pratama, pemuda pendiri dan direktur PT Musim Panen Harmonis. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Erdi Pratama, pemuda pendiri dan direktur PT Musim Panen Harmonis. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Kalau kamu mencari di Google menggunakan kata kunci ‘sereh wangi’, fitur prediksi otomatis menampilkan opsi teratas kata ‘Bogor’ di belakangnya. Saat menekan tombol enter, kamu bakal diarahkan ke alamat sebuah kebun sereh wangi di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor.
ADVERTISEMENT
Bukan. Bukan kebun sereh wangi, sih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang tepat sebutannya adalah serai wangi. Itulah kebun yang diinisiasi dan dikelola oleh sosok pemuda berumur 23 tahun bernama Erdi Pratama.
Di balik sosoknya yang santai saat diajak bicara, ternyata lulusan IPB tahun 2017 ini punya sejuta cerita dan filosofi mendalam di baliknya. Ya, terutama soal usaha pertanian Indonesia yang sedang dilakoninya, yaitu budidaya tanaman serai wangi. Usahanya bernaung di bawah nama PT Musim Panen Harmonis.
“Itu mulainya pada Oktober 2017 kami sebagai perusahaan agribisnis yang berfokus pada tanaman aromatik dan ekstrak bahan baku alam. (Didirikan) dengan visi mewujudkan desa mandiri yang terintegrasi antara sektor hulu sama hilirnya,” katanya saat dihubungi kumparan.
ADVERTISEMENT
Erdi menjalani usaha agribisnis ini selepas kuliah. Skripsi yang jadi modalnya untuk lulus dari IPB, kebetulan juga membahas tanaman pemilik nama ilmiah Cymbopogon nardus itu. Latar belakang tersebut sedikit banyak membuatnya tertarik untuk mengembangkan bisnis usaha serai wangi.
Namun tak hanya itu, ada alasan mengapa serai wangi ini dipilih Erdi. Ia menilai tanaman serai wangi ini menjadi komoditas yang cocok untuk ‘dimainkan’ oleh ‘pemain awal’ bisnis agribisnis seperti dirinya.
“Jadi pertama dia mudah ditanam, kedua pasarnya memang bagus, dan ketiga saat ini Cintronellla (minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman tersebut) sedang dibutuhkan banyak oleh para industri, sehingga harganya terus merangkak naik,” ujarnya.
Proses penyulingan serai wangi. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Proses penyulingan serai wangi. (Foto: Istimewa)
Dari satu hektar serai wangi yang ditanam selama 3 bulan hingga bisa dipanen, Erdi mengaku bisa menghasilkan 70 kilogram minyak atsiri. Tentu setelah daunnya dipanen dan diolah melalui proses penyulingan.
ADVERTISEMENT
“Harga di pabrik itu Rp 330 ribu per kilogram, tapi anggaplah Rp 300 ribu saja, karena menghitung ongkos kirim dan lain-lain. Jadi sekitar Rp 21 juta per hektar (omsetnya) per panen,” terang Erdi.
Sejak memulai usahanya, pada Juni 2018 lalu Erdi telah memanen sebanyak 2 hektar tanaman serai wangi di lahan percobaan, dari 20 hektar total lahan yang bisa dikelolanya. Setelah berhasil panen, pada Januari 2019 mendatang ia akan rampung menanami semua luas lahan tersebut.
Lantas, dari mana sosok Erdi yang baru lulus kuliah punya lahan seluas itu? Bagaimana ia memodali semuanya saat membuka usaha?
“Jadi kita kerja sama dengan pemilik lahan (juragan). Seorang keluarga punya lahan sekitar 20 hektar di desa Karacak, Leuwiliang, Bogor, cuma sudah tidak terkelola selama 20 tahun. Adapun (ketika dikelola) ditanam buah-buahan tapi dipanennya ‘ramai-ramai’, maksudnya dicuri sama masyarakat,” jelas cowok yang tinggal di bilangan Bintaro, Tangerang Selatan itu.
ADVERTISEMENT
Soal modal, pihak keluarga pemilik lahan yang Erdi kelola menyediakan semuanya. Infrastruktur perusahaan seperti tempat penyulingan atau biaya operasional untuk karyawan, mereka yang mendanai. Sebagai timbal baliknya, pihak keluarga ini didapuk menjadi komisaris perusahaan.
Lahan serai wangi di Desa Karacak, Leuwiliang, Bogor. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Lahan serai wangi di Desa Karacak, Leuwiliang, Bogor. (Foto: Istimewa)
Di perusahaan yang dibangunnya ini, Erdi sebagai pendiri dan direktur dibantu oleh seorang kawan. Kawannya itu bertugas untuk melatih petani, melakukan kontrol, penyulingan, dan survei lahan untuk melakukan ekspansi. Kemudian ada juga dua orang karyawan petani yang akan dilatih agar bisa mengelola lahan secara mandiri.
“Serai wangi itu bisa sampai lima tahun, sih. Jadi sekali tanam, ya sudah, tinggal panen-suling, panen-suling aja, nanti tumbuh lagi,” tutur Erdi menggambarkan betapa sebenarnya bisnis ini mudah dilakukan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
ADVERTISEMENT
Bukan keluarga petani
Walau usahanya bergerak di bidang pertanian, Erdi bukanlah seorang yang besar dari keluarga petani. Orang tuanya memang pengusaha, tapi bergerak di bidang tour and travel, kontraktor alat kesehatan, dan properti.
Sama sekali enggak ada hubungan antara apa yang dilakukan orang tuanya dengan yang dilakoni Erdi saat ini. Namun, ketertarikannya pada pertanian terbilang unik. Bukan karena sosok inspiratif, tapi gara-gara main game.
“Waktu kecil suka main 'Harvest Moon', jadi kepikirannya masuk (jurusan) Pertanian begitulah kira-kira singkatnya. Enggak belok-belok mau ke mana (cita-citanya), waktu itu milihnya kalau enggak ITB ya IPB, semuanya jurusan Pertanian,” terangnya.
Bagi orang tua Erdi, jalan hidup yang bakal dilakoni anaknya diserahkan kepadanya. Maka dari itu, ketika Erdi menyampaikan niatnya untuk bikin usaha pertanian, mereka enggak mempermasalahkan dan mendukung saja.
ADVERTISEMENT
“Ketika anaknya mau usaha monggo silakan, cuma (orang tua mengimbau) harus siap dengan segala kondisi, gitu aja. Orang tua enggak in charge terlalu banyak,” kata cowok yang pernah menang di berbagai ajang lomba wirausaha saat kuliah dulu.
Resah karena pertanian mandek
Pembibitan serai wangi. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Pembibitan serai wangi. (Foto: Istimewa)
Enggak ada asap kalau enggak ada api. Lantas, enggak ada usaha pertanian ini kalau Erdi enggak berangkat dari keresahan. Saat Kuliah Kerja Nyata di sebuah desa di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat waktu kuliah dulu, ia sempat resah karena melihat dan mendengar kondisi pertanian desa yang miris.
“Memang di desa (selama) ini ada petani, ada pertaniannya, cuma kok, enggak maju-maju desanya. Itulah keresahan kami. Jadi kami bergerak di desa dengan tanaman aromatik ini harapannya perekonomian desa bisa maju karena nilai jualnya tinggi,” kata Erdi.
ADVERTISEMENT
Selain menyerap tenaga kerja, usaha yang dibangun Erdi diharapkan bisa mengedukasi masyarakat. Terutama edukasi untuk menyelingi lahannya dengan tanaman-tanaman yang sifatnya bukan tahunan.
“Kalau di desa kami, kan, kebanyakan masyarakat menanam manggis sama duren. Sifatnya manggis sama duren itu tanaman tahunan, akhirnya mereka terbiasa dengan bekerja sekali, hasilnya besar, habis itu menganggur. Akhirnya di waktu-waktu mengganggur itu malah mencuri,” ujarnya.
Maka dari itu, Erdi dan Musim Panen-nya memperkenalkan serai wangi sebagai tanaman yang jangka waktu panennya lebih pendek. Umumnya masyarakat antusias saat tahu tanaman itu bisa disuling dan punya nilai jual tinggi. Tapi mereka belum sampai tahap punya keinginan untuk menanam.
“Harapan kita adalah ada petani di sana yang nanam. Nanti mereka suling, kita beli,” kata Erdi yang juga mengharap perekonomian desa bisa maju dan mandiri karena hal itu.
ADVERTISEMENT
Setelah sukses membuka lahan pertama di Bogor, cowok kelahiran 9 Maret 1995 itu berencana melakukan ekspansi ke Sukabumi dan Kalimantan. Ia mencari mitra yang memiliki lahan seluas minimal 15-20 hektar atau petani di desa lain yang mau menanam dan mau menyuling serai wangi.
“Banyak orang dari Kalimantan itu datang ke kita. Lengkap dari Kalimantan Timur, Tengah, Barat itu datang ke kita. Mereka mencari di Google ‘Serai Wangi’ gitu lalu yang muncul lahan kita ini. Jadi mereka bela-belain datang dari Kalimantan ke Bogor buat belajar serai wangi,” pungkasnya.