news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ironi Media Sosial: Ladang Pertemanan yang Berubah Jadi Ladang Hoax

26 Mei 2018 13:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
“Media sosial tuh dulu enggak aneh-aneh. Nilai fungsinya masih dapat, enggak kayak sekarang,” pernyataan tersebut dilontarkan oleh Rusti, pelajar kelas 12 dari Temanggung, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Namun, semenjak ramai pemilihan presiden pada 2014 silam, wajah media sosial yang semula hanya untuk bersenang-senang dan menambah jejaring teman, kemudian berubah layaknya arena pertarungan bagi kubu dengan pandangan politik yang beda. Media sosial tak ubahnya lahan subur untuk menghujat, provokasi dan black campaign.
“Waktu ramai kampanye Pilpres, gue banyak nge-unfollow teman-teman yang terlalu vokal membela salah satu paslon. Pretensius banget, malesin,” curhat Dilla, yang bekerja sebagai Marketing Officer di salah satu perusahaan swasta di Jakarta.
Padahal sebelumnya, media sosial masih terbilang ‘ramah’ dan menjadi wadah untuk menambah jejaring pertemanan meski hanya lewat dunia maya.
“Dulu media sosial masih seru, soalnya selain nambah teman, gue juga bisa ketemu teman lama gue,” ujarnya.
Ilustrasi Media Sosial (Foto: Dok. Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Media Sosial (Foto: Dok. Pixabay)
Lebih dari itu, kehadiran media sosial nyatanya enggak hanya menambah teman dan menjalin kembali hubungan dengan teman lama, tapi juga medium untuk mendapatkan pacar lho, guys! Seperti yang dialami oleh Audrey.
ADVERTISEMENT
Cerita bermula dari seorang cowok yang tiba-tiba mengirimkan request untuk mem-follow Audrey di Twitter. Audrey tidak mengenali siapa cowok ini, namun dia tetap approve permintaan follow dari cowok misterius ini.
“Gue kan enggak tahu tuh dia siapa, terus username-nya juga sok pake Bahasa Spanyol artinya ganteng, malesin banget awalnya. Tapi setelah gue approve, dia kirim direct message (DM) ke gue,” tutur Audrey.
Dari percakapan lewat DM tersebut, akhirnya mereka lanjut berkomunikasi via WhatsApp. Setelah intens berkomunikasi, singkat cerita, Audrey dan cowok yang dia kenal lewat Twitter itu kini telah berpacaran selama lima tahun. (Well, thanks to Twitter and WhatsApp!)
Sebagaimana hidup, media sosial juga bersifat dinamis. Namun kedinamisan tersebut tidak melulu membawa dampak baik. Contohnya, demi popularitas dan viral, seseorang rela melakukan apa saja. Mempertontonkan kebodohan, ujaran kebencian, hingga hoax seringkali kita temui tersebar luas di media sosial sekarang.
Produksi Hoaks di Media Sosial (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Produksi Hoaks di Media Sosial (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
Konten-konten negatif tersebut justru mendapat tempat di masyarakat kita. Fokus dan perhatian masyarakat banyak teralih ke konten tersebut, tak terkecuali soal hoax. Namun, bukannya mengecek kembali kebenarannya dan meredam konflik, hoax tersebut semakin ramai oleh komentar netizen.
ADVERTISEMENT
“Lucu liat netizen tuh, saling hujat. Jempolnya pada ‘tajam’,” kelakar Rusti sarkastis.
Dikutip dari Popular Science, hoax memang menyebar lebih cepat daripada berita yang sebenarnya. Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan bahwa kebanyakan orang yang mendapatkan informasi dari media sosial tidak memikirkan dari mana cerita atau berita itu berasal.
“Fakta sederhana dari masalah (hoax) ini adalah otak kita hanya ingin mempercayai fakta yang sesuai dengan sistem kepercayaan kita,” ungkap Soroush Vosoughi, salah satu anggota penelitian tersebut.
Lantas, agar kita dapat menghalau konten-konten negatif termasuk hoax, ada baiknya sebelum share sesuatu, cek dulu kebenarannya. Contohnya, kamu bisa membandingkan berita yang satu dengan media yang lain. Apakah berita tersebut diperkuat dengan data yang terbukti akurat, atau tidak.
ADVERTISEMENT
Menjaga hati dan kepala tetap dingin saat menghadapi isu atau konten negatif adalah hal penting untuk menjaga kewarasan. Seandainya, kamu menemukan postingan berupa hasutan bernada provokatif, tak perlu tersulut emosi.
“Komen pakai kata-kata kasar juga bisa berimbas buruk ke diri kita. Sudah bikin malu, plus memperkeruh suasana juga. Lebih baik disikapi dengan bijak aja,” tegas Audrey.
Daripada ribut enggak karuan di media sosial, mending kamu ajak main teman kamu. Asalkan, mainnya tetap sportif, dan jangan main perasaan. Kesal boleh, tapi awas, jangan baper.