news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kenapa Pelajar Cowok di Indonesia Enggak Boleh Berambut Gondrong?

31 Agustus 2018 20:19 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa SMA Kolese De Britto boleh berambut gondrong, Jumat (31/8/18). (Foto: Greg Adiloka)
zoom-in-whitePerbesar
Siswa SMA Kolese De Britto boleh berambut gondrong, Jumat (31/8/18). (Foto: Greg Adiloka)
ADVERTISEMENT
Pada umumnya, mayoritas sekolah di Indonesia melarang para pelajar cowok untuk memiliki rambut gondrong. Alasannya beragam. Mulai dari nilai penampilan hingga masalah kedisiplinan.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut pengamat pendidikan, Satria Darma, kedisiplinan tidak ada hubungannya dengan model rambut.
Namun, menilik balik pada zaman orde baru (orba), rambut gondrong memang pernah diasosiasikan dengan perilaku yang menyimpang. Imej rambut gondrong adalah milik mereka yang urakan, berandalan, kriminal, bahkan dinilai tidak sesuai dengan nilai bangsa.
Aria Wiratma Yudhistira, seorang penulis buku ‘Dilarang Gondrong!: Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970an’, menyebut, pemerintah orde baru melakukan represi terhadap anak muda yang berambut gondrong. Seperti tindakan diskriminatif baik di sekolah maupun kuliah.
“Pemerintah orde baru itu kan berlandaskan militer dan ABRI, jadi jika ada yang berambut gondrong dan tidak cepak itu dinilai sudah melakukan penyimpangan. Sementara pemerintah orba sendiri sangat ketat menerapkan aturan dan ketertiban,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, menurut Aria, pelarangan berambut gondrong untuk para pelajar cowok di sekolah-sekolah dirasa tidak lagi ada kaitannya dengan orba karena konteksnya mungkin berbeda dengan pelarangan yang terjadi saat ini.
Dia menyebut, pada zaman orba, konteksnya sudah multidimensi tidak hanya soal gaya dan bersifat politis. Bagaimana hubungan pelajar/mahasiswa dengan militer dan hubungan generasi tua dengan generasi muda.
“Kalau dulu bisa dibilang gondrong itu ya bentuk pembangkangan anak muda, kalau sekarang orang bertato dan gondrong itu tanda orang kreatif, karena nilai sosial sudah berubah. Konteks zaman sudah berubah begitu pula rambut,” jelas pria lulusan Sejarah Universitas Indonesia ini.
Siswa SMA Kolese Gonzaga boleh berambut gondrong, Jumat (31/8/18). (Foto: Gregorius Alvin)
zoom-in-whitePerbesar
Siswa SMA Kolese Gonzaga boleh berambut gondrong, Jumat (31/8/18). (Foto: Gregorius Alvin)
Satria Darma menambahkan, penerapan larangan rambut gondrong kini hanya permasalahan superfisial saja. Sehingga pada umumnya, sekolah-sekolah berusaha untuk ‘mentertibkan’ para siswanya agar terlihat lebih patut.
ADVERTISEMENT
“Alasannya mungkin hanya soal kerapian. Rambut gondrong dianggap tidak rapi dan terkesan tidak terpelajar,” ungkapnya.
Seorang Wakil Kepala Sekolah bagian kesiswaan di SMAN 10 Bekasi, Eko Ariyanto M.Pd, menilai, seorang siswa yang terlihat kurang rapi dan punya rambut acak-acakan akan berpengaruh pada nilai ‘behavior performance’-nya.
Soal pelarangan rambut gondrong pada siswa, memang tidak ada aturan tertulis dari pihak berwenang terkait pendidikan seperti Kemdikbud. Namun menurut Eko, aturan tersebut lebih kepada kesepakatan bersama yang diterapkan di tiap sekolah.
“Itu sifatnya konvensi, soal etika, moral dan sistem management berbasis sekolah membuat peraturan untuk menciptakan ketertiban sekolahnya,” tegasnya.