Komunitas Robotik Indonesia: Perlu Kurikulum yang Seragam

5 November 2018 18:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kompetisi robotik siswa-siswi madrasah se-Indonesia oleh Kemenag, Minggu (4/11/2018). (Foto:  Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kompetisi robotik siswa-siswi madrasah se-Indonesia oleh Kemenag, Minggu (4/11/2018). (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perkembangan tren kegiatan robotik di sekolah kini sejalan dengan merebaknya kompetisi-kompetisi robotik. Sebut saja salah satunya ajang Madrasah Robotics Competition 2018 besutan Kementerian Agama (Kemenag) yang baru selesai digelar Minggu (4/11) kemarin.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, merebaknya kompetisi robotik tersebut tidak serta-merta dibarengi dengan pembinaan robotik di sekolah yang memadai.
Contohnya di sekolah Taufikul Hakim, MAN 1 Pasuruan. Ia mengaku di sekolahnya tidak ada kurikulum pembelajaran khusus untuk kegiatan robotik. Bahkan status kegiatan robotik pun hanya berbentuk komunitas.
“Oh tidak ada (kurikulum), kita spontanitas. Kalau kita sama-sama nganggur kita belajar solder-menyolder,” kata Taufik yang timnya memenangi Juara I kategori Best Point kompetisi robotik Kemenag itu.
Soal model pembinaan kegiatan robotik di sekolah ini pun turut disoroti oleh Pendiri dan Direktur Komunitas Robotik Indonesia, Adiatmo Rahardi. Menurut pria yang akrab disapa Adi, harus ada kurikulum pembelajaran robotik yang seragam.
“Jadi kesulitan dari teman-teman yang jadi trainer robotik di sekolah-sekolah, ya karena sekolah enggak punya acuan khusus. Dan itu, kan, masalah minat, memang tidak ada yang mengharuskan sampai sekarang di Indonesia bahwa (murid) harus belajar robot,” ujar Adi.
ADVERTISEMENT
Menurut Adi, robotik sempat diajarkan di sekolah saat muncul kurikulum 2013. Namun itu pun tidak bertahan lama setelah kemudian kurikulum tersebut diganti kembali setahun kemudian.
“Makanya (pelajaran robotik kini) sebatas ekskul. Ekskul itu, kan, boleh ada boleh tidak. Karena seperti itu, kita dari Komunitas Robot punya misi juga paling tidak menyamakan persepsi untuk kompetensinya,” kata pria yang hingga kini aktif mengajar robotik di tingkat SMA.
Ditjen Pendis Kemenag Kamaruddin Amin meninjau robot siswa madrasah di Robotics Competition 2018. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ditjen Pendis Kemenag Kamaruddin Amin meninjau robot siswa madrasah di Robotics Competition 2018. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
Adi berharap bahwa kompetensi yang sama di antara para pembelajar robotik di sekolah membuat mereka paham bagaimana cara jadi ilmuwan robotik. Jadi tidak sebatas belajar dengan menggunakan atau merakit robot yang sudah ada dari brand tertentu.
“Saya ambil contoh di Amerika. Di Amerika yang dipelajari pertama untuk robotik itu elektronika dulu, programming, kemudian mekanik. Jadi siswa punya pengetahuan, mau brand robotnya pakai apa saja enggak ada masalah,” terang Adi.
ADVERTISEMENT
Salah satu permasalahan dalam pembinaan robotik di Indonesia menurut Adi juga terkait dengan SDM para guru. Katanya, enggak banyak guru yang bisa bikin aplikasi atau mengembangkan software untuk bikin robot.
“Harapannya dari sisi pengajar, dari trainer (guru) ini ditingkatkan (kemampuannya), mungkin melalui goverment atau lembaga-lembaga lain,” pungkasnya.