Lima Tips untuk Meraih Sukses dari Passion Meet Up

24 Oktober 2018 18:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Founder Brodo Yukka Harianda (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Founder Brodo Yukka Harianda (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Acara kolaborasi MLDSPOT dan kumparan (kumparan.com), Passion Meet Up, pada Sabtu (20/10) lalu telah sukses menyebarkan semangat sumpah pemuda lewat lima inspiring people yang telah meraih sukses dari passion yang menjadi jalan hidup mereka. Mereka adalah Yukka Harlanda dari Brodo, Andanu Prasetyo pemilik Tuku, Didi Diarsa pemilik KAYUH Wooden Bike, Ronald Steven, music director Asian Games 2018, dan salah satu pemenang MLDSPOT Content Hunt Season 2, Giffi Yohanes.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, ada lima tips berbisnis yang bisa kita petik dari cerita para inspiring people yang menjadi pembicara dalam Passion Meet Up kali ini. Apa saja?
Temukan kesempatan di tengah masalah
Yukka Harlanda memulai Brodo karena ketidaksengajaan saat mencari sepatu yang pas dengan ukuran kakinya yang cenderung besar. Didi membuat sepeda kayu karena melihat kayu karet sering dilupakan dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Andanu Prasetyo atau Tyo memulai Tuku hanya untuk warga sekitar Cipete yang lebih suka kopi susu yang manis daripada kopi hitam dan pahit.
Cerita-cerita di atas menjadi bukti bahwa kesuksesan bisa bermula dari masalah-masalah sederhana yang menyimpan potensi untuk dikembangkan. Yang terpenting, bagaimana kamu bisa melihat potensi itu dengan cermat.
ADVERTISEMENT
Passion bisa ditemukan seiring berjalannya waktu
Suasana di acara Passion Meet Up, kumparan x MLDSPOT. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di acara Passion Meet Up, kumparan x MLDSPOT. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
Andanu Prasetyo mengaku passionnya terhadap kopi justru ditemukan saat sudah membangun Tuku. “Akupun peminum yang tidak langsung paham taste-nya kopi. Dan yang aku pahami, selama kita masih makan gorengan dan lain-lain, lidah kita enggak akan bisa sesensitif itu dengan rasa asli kopi,” jelas Tyo waktu menentukan kenapa akhirnya menjual es kopi susu.
Sedangkan Yukka melihat bahwa perlu ada produk Indonesia yang diproduksi di dalam negeri dan bisa dikonsumsi orang Indonesia. Itulah yang membuatnya memutuskan menjual sepatu dengan vendor yang ditemukannya saat membuat sepatu untuk dirinya sendiri, setelah menemukan fakta bahwa produk brand besar berkelas internasional pun dibuat di Indonesia. Baru setelah bisnisnya berjalan, ia merasakan passion-nya di dunia bisnis.
ADVERTISEMENT
Jadi, jika kamu masih bingung apa sebenarnya passion kamu, jangan khawatir. Orang-orang sukses seperti Tyo dan Yukka pun awalnya tidak langsung tahu passion-nya ternyata di bidang yang kelak mereka geluti.
Sebarkan manfaat bagi warga sekitar
Yukka mengajak pengrajin kulit di sekitarnya untuk memasok bahan baku sepatu Brodo. Tyo membangun Tuku pada awalnya hanya untuk meraih orang-orang di sekitar Cipete, seperti supir bajaj yang sering lewat, atau mereka yang kebetulan berada di sekitar.
“Tadinya aku sediakan kopi seharga Rp 5 ribuan dan ditaruh di ice box depan toko untuk mereka yang nunggu istrinya ke mini market dan bosan, atau supir-supir angkot yang lewat dan mangkal dekat toko,” jelas Tyo. Didi Diarsa pun melakukan hal yang sama, dengan produknya yang diharapkannya dapat mengurangi kemacetan kota-kota besar, terutama Jabodetabek di mana ia tinggal.
ADVERTISEMENT
Memberikan yang terbaik untuk orang lain
Tyo sadar saat Tuku mulai dikenal banyak orang, pesanan melalui aplikasi ojek online pun naik. Keluhan akan pesanan yang butuh waktu lama menjadi perhatian, sehingga di tahun ini Tyo membuka outlet khusus untuk pembelian melalui ojek online di daerah yang tidak jauh dari outlet pertamanya. Hal ini merupakan contoh bahwa sebagai wirausahawan, Tyo memikirkan kebutuhan konsumennya.
Seperti halnya Tyo, Yukka menceritakan bahwa dirinya sempat mengirimkan sebuah sepatu dalam waktu satu hari dari Bandung ke Jakarta karena kebutuhan konsumennya yang mendadak. Hal ini justru membuat perusahaannya jadi harus mengeluarkan biaya lebih. Meski begitu, ia justru tidak merasa rugi.
“Mungkin di transaksi pertama kita rugi, tapi setelah itu dia jadi customer for life. Dalam setahun dia beli enam sepatu. Kalau jualan online, justru customer yang kita jaga adalah yang beli lagi atau repeat,” cerita Yukka.
ADVERTISEMENT
Memperhatikan sustainability
Memproduksi produk konsekuensinya adalah bertanggung jawab dengan bahan baku yang digunakan dan lingkungannya. Didi Diarsa contohnya, dengan menggunakan kayu karet, Didi menunjukkan kalau bahan baku yang tidak terlalu dilirik ini bisa menjadi barang seni yang juga dapat dimanfaatkan oleh banyak orang. Didi memilih menjadikannya sepeda untuk mengatasi masalah kemacetan. Sepeda juga diharapkan menjadi alat transportasi pilihan masyarakat luas. Dibandingkan kendaraan bermotor, sepeda jelas tidak merusak lingkungan.
Sedangkan Tyo memberdayakan petani-petani kopi di Aceh untuk men-supply kopi di Tuku. Tidak hanya mengambil bahan baku, Tyo bercerita dirinya berbagi pengetahuan mengenai kopi dengan para petani di perkebunan kopinya.
Artinya, ada timbal balik pada masyarakat dan lingkungan yang dilakukan para entrepreneur yang mengisi acara Passion Meet Up yang berlangsung, Sabtu (20/10) ini. Semangat para pembicara Passion Meet Up dalam menjalankan bisnisnya sambil memberikan timbal balik pada lingkungan merupakan bentuk semangat pemuda masa kini. Hal ini serupa dengan para pemuda zaman dulu di masa Sumpah Pemuda, di mana mereka sama-sama peduli dengan kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT
Nah, setelah membaca semangat dan cerita mereka berbisnis dengan passion, apakah kamu juga mulai tertarik untuk mulai berbisnis?
Story ini merupakan bentuk kerja sama dengan MLDSPOT