Mengapa Netizen Suka ‘Sekadar Mengingatkan’ Orang Lain?

14 Desember 2018 21:52 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Meme 'Maaf, Sekadar Mengingatkan'. (Foto: Twitter/@AzamRaharjo)
zoom-in-whitePerbesar
Meme 'Maaf, Sekadar Mengingatkan'. (Foto: Twitter/@AzamRaharjo)
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari, netizen di dunia maya terkadang turut mengomentari berbagai hal yang sedang mengemuka. Apa saja yang lewat di lini masa media sosial (medsos) bisa jadi objek komentar. Termasuk adanya kecenderungan untuk menasehati atau sekadar mengingatkan orang lain akan suatu hal.
ADVERTISEMENT
Soal sekadar mengingatkan ini pun sempat viral belakangan ini. Bahkan beberapa di antaranya dijadikan meme untuk menyindir atau memberikan satire kepada netizen yang mencoba menasehati netizen cewek untuk alangkah baiknya menggunakan jilbab saat berfoto.
Menurut psikolog Dessy Ilsanty, ada sejumlah sebab mengapa netizen di medsos punya kecenderungan berkomentar dan turut mengingatkan orang lain tentang sesuatu. Salah satu sebabnya yaitu berkenaan dengan kondisi anonimitas yang ada di medsos.
“Jadi seolah-olah orang itu lebih mudah mengungkapkan pendapat tanpa memikirkan apa reaksi orang terhadap opini dia. Kenapa? (Soalnya) dia bisa mengungkapkan pendapat tanpa identitasnya diketahui (anonim), jadi ada rasa aman,” kata Dessy kepada kumparan lewat sambungan telepon.
Dessy enggak menampik apabila di antara para netizen yang ikut menasehati orang lain itu mungkin ada yang memang benar-benar peduli terhadap orang lain. Hal itu terjadi pun enggak lepas dari karakter medsos yang lekat dengan generasi milenial.
ADVERTISEMENT
“Kalau bicara netizen sekarang kan kebanyakan generasi milenial yang konon kabarnya salah satu karakter generasi milenial adalah mereka itu lebih besar punya keinginan untuk melakukan tindakan yang berdampak (impactful) terhadap dunia,” ujar Dessy.
Psikolog di WeCan Vibes Psychology Consultant ini menjelaskan bahwa menasehati atau sekadar mengingatkan orang lain lewat medsos, dapat menjadi salah satu penerapan bagaimana milenial punya tindakan yang berdampak terhadap dunia.
“Itu pun wajar terjadi pada setiap manusia, karena ada kebutuhan bagi setiap individu untuk bisa merasa dirinya berguna. Itu, kan self worth, kita buat apa sih berada di dunia kalau enggak berguna,” terang psikolog yang pernah menangani kasus psikologis di institusi kesehatan mental itu.
Menyampaikan nasehat kepada orang lain di medsos dengan kalimat, “Mohon maaf, sekadar mengingatkan,” menurut Dessy sebenarnya sudah ideal. Kalimat ini bernada asertif yang sama sekali tidak memiliki maksud menyinggung orang lain saat menasehati.
ADVERTISEMENT
“Cuma kalau udah terlalu sering disebutkan kita jadi bertanya-tanya, 'Ini apakah cuma sekadar kalimat yang default (template) atau benar-benar dari hati?'” terangnya.
Dessy juga mengingatkan soal perlunya kesiapan netizen yang dinasehati di medsos. Menurutnya, ketika seseorang memposting segala sesuatu ke publik lewat medsos, berarti orang tersebut harus siap postingannya direspons oleh netizen.
“Sekali kamu membawa topik ke publik (lewat medsos) ya itu sudah menjadi urusan publik, gitu aja. Kalau enggak mau direspons ya sudah jangan bawa ke publik,” tandasnya.