Mengupas Masalah Milenial Dalam Album Perdana Arctic Monkeys

29 November 2017 13:36 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Arctic Monkeys. (Foto: Flickr Neon Tommy)
I said I bet that you look good on the dance floor
ADVERTISEMENT
Dancing to electro-pop like a robot from 1984
From 1984!
Dengan potongan rambut sederhana, kaos polos, serta gitar listrik Fender Mexican Standard Stratocaster warna putih miliknya, Alex Turner beserta ke empat personil Arctic Monkeys lainnya tampil dengan begitu atraktif membawakan salah satu lagu andalan dari album pertama mereka berjudul “I Bet You Look Good on The Dance Floor.”
Melalui suara efek gitar yang didominasi oleh distorsi, Arctic Monkeys mencoba mendefinisikan musik indie rock yang mereka mainkan sebagai sesuatu yang sederhana namun tetap menarik di telinga para pendengar.
Tidak mengherankan bila ditengah-tengah kedigdayaan nama band-band besar Britania Raya seperti Oasis dan Blur pada saat itu, Arctic Monkeys, melalui album pertama mereka yang berjudul “Whatever People They Say I Am, That’s What I’m Not”, tetap mampu mendapatkan penghargaan sebagai album Inggris terbaik dari Brit Awards pada 2007.
Album Arctic Monkeys (foto: flickr/@mtarvainen)
Meski sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu, album Arctic Monkeys yang satu ini masih sering disebut-sebut sebagai album terbaik yang pernah mereka buat. Sebab, beragam tema yang diusung pada album ini kerap dianggap cukup merepresentasikan beberapa keadaan yang dihadapi generasi milenial saat beranjak ke usia awal baya seperti percintaan, kritik sosial, serta kenakalan remaja.
ADVERTISEMENT
Salah satu pendengar lagu-lagu Arctic Monkeys, Garciano (25) mengatakan bila album tersebut masih cocok dengan situasi yang sedang banyak dialami oleh kebanyakan remaja saat ini. Sebab, menurut dia beberapa lagu di dalamnya masih banyak yang menceritakan tentang kisah cinta antar remaja.
"Di album tersebut masih banyak lagu yang bercerita tentang perempuan, seperti pada lagu 'Dancing Shoes' dan 'Still Take You Home.' Jadi, album ini cocok buat kalangan remaja," ungkap dia saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Rabu (29/11).
Hampir senada dengan Garciano, pendengar lainnnya, Reza (25) mengatakan tema dalam album tersebut memiliki keseimbangan antara percintaan dan kritik sosial. Meskipun, lanjut dia, musik Arctic Monkeys yang seperti itu mulai ditinggalkan oleh mereka di album-album berikutnya.
ADVERTISEMENT
"Secara pribadi, musiknya asik dan seimbang temanya antara cinta-cintaan sama kritik sosial. Setelah album itu, kayaknya mereka berubah musiknya jadi lebih slow dan seperti meninggalkan identitasnya," jelas Reza.
Seolah mengamini pendapat-pendapat diatas, sebuah artikel dalam laman Odyssey juga menjelaskan bila komposisi dan tema lagu merupakan salah satu kunci kesuksesan bagi album itu.
Melansir dari tulisan tersebut, Arctic Monkeys dianggap mampu melakukan sebuah pendekatan yang brilian dalam urusan menarik hati para pendengarnya yang umumnya terdiri dari anak muda itu. Mereka disebut mampu memainkan suasana hati (mood) para pendengarnya melalui susunan lagu yang ada pada album dengan jumlah 13 lagu tersebut.
“Kebrilianan dalam cara pendekatan ini adalah, dengan cara menggaet pendengarnya di awal menggunakan lagu-lagu yang menyenangkan, lalu mereka mampu mengubah banyak hal, termasuk mengubah suasana album tersebut. Setengah bagian album berikutnya masih terasa cepat dan menyenangkan, tapi energinya tidak lagi naif,” tulis artikel tersebut.
ADVERTISEMENT
Setengah awal album memang begitu sarat dengan lagu-lagu bertempo cepat dengan lirik-lirik bertemakan seputar kesenangan kehidupan di masa awal baya. Tertuang dalam lagu-lagu seperti “The View from The Afternoon” dan “Still Take You Home.
Sedangkan, setengah album berikutnya mulai menyinggung permasalahan-permasalahan yang ada dalam fase kehidupan tersebut, seperti pertengkaran dengan kekasih dan dilema batin anak muda pada usia 20an. Tergambar seperti dari potongan lagu berjudul “Mardy Bum” berikut.
Oh, but it's right hard to remember
That on a day like today when you're all argumentative
And you've got the face on
Arctic Monkeys. (Foto: Dok. Wikipedia)
Satu dekade lebih sudah berlalu sejak album itu dirilis. Kesan keremajaan (juvenile) yang sempat melekat erat pada Arctic Monkeys pun kini sudah berubah drastis menjadi old-fashioned rock'n'roll. Meskipun demikian, tema album "Whatever People Say I am, That's What I'm Not" masih menjadi sesuatu yang relevan bagi keadaan kebanyakan generasi milenial.
ADVERTISEMENT