news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menolak Lupa 5 Pesan Soe Hok Gie pada Generasi Muda

18 Desember 2017 13:01 WIB
Soe Hok Gie (Foto: PMTG Adventure)
zoom-in-whitePerbesar
Soe Hok Gie (Foto: PMTG Adventure)
ADVERTISEMENT
Soe Hok Gie, sebuah nama yang begitu lekat di kalangan pemuda, khususnya para mahasiswa. Ia yang akrab disapa Gie adalah aktivis mahasiswa Indonesia keturunan Tionghoa yang lantang menolak pemerintahan otoriter. Buah perjuangan dan pemikirannya adalah salah satu sebab jatuhnya rezim pemerintahan yang disebut-sebut otoriter puluhan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Bila masih bernyawa, Gie pertengahan Desember ini seharusnya merayakan ulang tahun yang ke-75. Namun pria yang lahir saat Perang Pasifik bergejolak, 17 Desember 1942 silam itu menghembuskan nafas terakhirnya pada 16 Desember 1969 di Gunung Semeru. Kala itu Gie tengah mendaki gunung tersebut.
Prasasti Soe Hok Gie di Museum Prasasti. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prasasti Soe Hok Gie di Museum Prasasti. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Meski telah tiada, kata-kata Gie seakan tetap abadi dalam sanubari pemuda Indonesia, bahkan juga di lingkaran mereka yang sudah melampaui usia muda. Kehidupan seorang Gie bisa dikatakan penuh dengan perjuangan dan filosofi.
Seperti apa kata-kata Gie yang patut diingat generasi muda Indonesia? Berikut kumparan (kumparan.com) rangkum kata-kata Gie dari catatan-catatannya yang dibukukan.
1. Menolak kemunafikan
Munafik adalah sebuah sikap tak setia pada pendirian. Bisa dikatakan orang munafik adalah mereka yang bermuka dua yang sangat membahayakan organ perjuangan.
ADVERTISEMENT
Gie adalah aktivis mahasiswa pengutuk kemunafikan. Ia melihat langsung kawan-kawan idealis seperjuangannya dahulu justru membelot dan menjadi bagian dari pemerintahan yang sebelumnya bersama-sama ditentang.
"Minggu-minggu ini adalah hari-hari yang berat untuk saya karena saya memutuskan akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan," ungkap Gie dalam bukunya Catatan Sang Demonstran.
2. Berani melangkah
"Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah. Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya," ungkap Gie.
Gie adalah seorang aktivis mahasiswa yang tak hanya melek politik. Jiwanya yang selalu ingin bertualang membuatnya kemudian mencetuskan kelompok mahasiswa pecinta alam (Mapala). Ia mendirikan Mapala selagi aktif menjadi mahasiswa Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 60-an.
ADVERTISEMENT
Ia hobi mendaki bersama rekan-rekannya. Hobi mendakinya melekat pada sosok Gie hingga ajal menjemput. Ia meninggal di tengah pendakian di Gunung Semeru, 16 Desember 1969.
3. Memiliki stimulus dan selera belajar
"Aku lebih cenderung untuk berkata bahwa stimulus dan selera adalah faktor yang sangat berpengaruh pada pemikiran seseorang. Belajar tanpa selera tidak akan berhasil.
Tanpa fighting spirit, maka kita bukan apa-apa. Hanya dengan inilah kita dapat belajar dengan bersemangat. Aku lihat orang-orang Tionghoa elah mempunyai stimulus" tulis Gie dalam catatannya 8 Februari 1962.
Ungkapan Gie di atas ia sampaikan untuk menolak anggapan rasial yang disandingkan banyak orang kepadanya atas prestasinya. Hal ini terjadi selama Gie masih berada di jenjang awal perguruan tinggi. Ia bersama satu teman keturunan Tionghoanya yang pandai mendapatkan steriotipe ini.
ADVERTISEMENT
Baginya, menyangkutpautkan urusan prestasi dan masalah rasial adalah hal yang out of date. Yang benar adalah prestasi merupakan buah dari semangat juah tinggi dari seseorang.
4. Menjadi manusia merdeka
"Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka," sebut Gie.
Bagi seorang Gie, universitas adalah tempat paling suci, tempat arus pemikiran bergejolak, dan tidak boleh dibendung serta diatur oleh intervensi politik maupun pemerintah. Bagi dirinya, universitas adalah benteng pertahanan terakhir dari sebuah peradaban dan kemerdekaan intelektual sebuah bangsa.
Idealisme Gie tersebut membuat sosoknya dikenal sebagai intelektual bebas dan juga terkesan pejuang yang berjalan sendirian.
5. Jadilah manusia biasa yang normal
Mahasiswa generasi sekarang dan dulu pada dasarnya pasti akan berbeda dalam berbagai hal. Jiwa zaman yang tak sama membuat perbedaan ini tumbuh berkembang. Namun, pesan Gie kali ini adalah pesan segala zaman yang tak boleh dinafikan.
ADVERTISEMENT
“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi manusia-manusia yang biasa. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia," jelas Gie.
Menurut Gie, mahasiswa yang bertingkah laku sebagai manusia normal adalah mereka yang saat kuliah datang ke kelas-kelas secara serius, mendengarkan kuliah-kuliah dosen, walaupun terkadang membosankan. Pada saat di laboratorium, kadang-kadang mereka berdiskusi secara sungguh-sungguh dengan rekan-rekannya tentang suatu masalah.
Tetapi, bagi Soe Hok Gie hal itu belum cukup. Mahasiswa-mahasiswa tersebut juga memerlukan kegiatan lain, seperti berolahraga, berorganisasi, membuat acara-acara kesenian, mendaki gunung atau membuat perlombaan sepatu roda. Tidak melulu belajar di kelas-kelas.
ADVERTISEMENT