Milenial Jangan Gengsi Pakai Barang Daur Ulang

26 Mei 2019 13:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana diskusi acara "Manajemen Sampah Perkotaan" di kantor kumparan, Jakarta (25/5). Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana diskusi acara "Manajemen Sampah Perkotaan" di kantor kumparan, Jakarta (25/5). Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai generasi yang memegang peranan penting dalam era digital dan memiliki jumlah demografi yang besar, milenial Indonesia diharapkan bisa turut berkontribusi. Salah satunya kontribusi terhadap isu lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Isu lingkungan, --yang juga dianggap seksi akhir-akhir ini-- ternyata banyak mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya milenial.
Kepedulian yang ditunjukkan, dimulai dari hal sederhana seperti maraknya tren penggunaan stainless straw atau sedotan stainless, membawa tumblr sendiri hingga memakai barang daur ulang.
Menurut Dini Trisyanti, selaku Deputi 1 Indonesia Solid Waste Association, menerapkan pola hidup yang tak boros dan mengurangi sampah, kesadaran untuk memakai bahan daur ulang juga penting dan harus ditumbuhkan. Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi pembicara di acara 'Manajemen Sampah Perkotaan' yang diselenggarakan di kantor kumparan, Sabtu (25/5).
Pernyataan Dini diamini oleh Vania Santoso, seorang sociopreneur sekaligus founder heySTARTIC, yang bergerak di bidang sustainable fashion. Dari bisnis sosialnya tersebut, Vania melibatkan masyarakat untuk mengelola bank sampah dari kantong semen dan mengolahnya menjadi produk aksesori seperti tas dan dompet.
ADVERTISEMENT
"Aku sendiri pengin mengajak milenial untuk enggak gengsi pakai barang daur ulang, jangan cuma bangga pakai Balenciaga aja," tutur cewek 26 tahun ini.
Vania mengaku, awalnya agak sulit meraih antusias masyarakat untuk barang daur ulang ini. Sampai pada suatu kesempatan, dia mengikuti sebuah expo di luar negeri membawa produk heySTARTIC yang dijual seharga 15 USD. Respons pengunjung di sana ternyata sangat bagus sekaligus heran, mengapa Vania bisa menjual produk dengan harga semurah itu.
"Dari situ aku menyadari bahwa yang salah bukan produknya, tapi daya beli konsumen dan kesadaran akan penggunaan barang daur ulang. Kalau di Indonesia sekarang kita mau jual produk daur ulang dengan harga Rp 150 ribu saja masih dibilang mahal," katanya.
ADVERTISEMENT
Dini menyebut, kesadaran untuk menggunakan produk daur ulang memang belum banyak dilakukan. Ini juga berkaitan dengan latar belakang ekonomi seseorang dan daya beli.
"Kalau dari kalangan high end mungkin mereka bisa beli atau konsumsi produk-produk sustainable fashion. Nah, sedangkan yang middle to low seperti pedagang kecil di pasar, itu mereka juga punya andil meski memakai kresek warna putih, merah, hitam yang buram itu. Itu produk daur ulang juga,"
Terakhir, Dini juga berpesan pada generasi milenial untuk terus berinovasi dengan sampah. Enggak hanya untuk bisnis daur ulang saja, tapi sampah juga bisa jadi banyak hal berguna dan punya nilai lebih. Contohnya, adalah energi terbarukan dari sampah.
"Teman-teman milenial ayo berinovasi, karena sebenarnya bisnis atau industri yang paling seksi dan menjanjikan di masa depan salah satunya itu berbasis limbah, lho," jelasnya.
ADVERTISEMENT