Milenial ‘Menyakiti’ Diri Sendiri Secara Online untuk Cari Perhatian

24 Februari 2018 18:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak bisa mengalami depresi karena media sosial (Foto: Thinstock)
zoom-in-whitePerbesar
Anak bisa mengalami depresi karena media sosial (Foto: Thinstock)
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Justin Patchin, dari University of Wisconsin-Eau Claire, menemukan fakta mengeutkan bahwa milenial punya cara tersendiri untuk ‘menyakiti’ dirinya sendiri saat mereka sedang stres.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa lewat media sosial, mereka akan memposting pesan ancaman bunuh diri melalui akun anonim. Yap, nada ancaman itu seolah-olah untuk mendapatkan perhatian dari pengguna media sosial lain.
Dikutip dari Metro UK, Profesor Patchin mengatakan kalau 1 dari 20 anak muda yang berusia 12 hingga 17 tahun mengancam akan bunuh diri di media sosial. Tindakan ini nampaknya serupa dengan beberapa orang yang menyakiti dirinya sendiri dalam kehidupan nyata.
Salah satu dari 5.700 subjek penelitan tersebut pernah mengirim pesan mengkhawatirkan mengenai bunuh diri.
Dalam sebuah postingan anonim yang secara diam-diam dikirimkan kepada mereka sendiri, bertuliskan:
"Kamu menyedihkan dan enggak pantas untuk hidup. Dan jika kamu enggak membunuh diri kamu sendiri malam ini, aku akan melakukannya untuk kamu.".
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Prof. Patchin, menemukan tren yang paling umum yang terjadi di anak-anak usia 15 tahun yang mengatakan bahwa 7,4% milenial terlibat dalam 'bunuh diri digital'.
Studi yang diterbitkan dalam Journal of Adolescent Health itu juga mengungkapkan kalau 7,1% anak laki-laki membuat lelucon untuk dirinya sendiri, dan hampir 2% lebih banyak daripada jumlah anak-anak perempuan yang pernah melakukan hal yang serupa.
Ketika Prof. Pathcin bertanya kepada subjeknya mengapa mereka 'menyakiti' dirinya di media sosial, jawaban mereka cukup mengejutkan. Ada yang mengatakan kalau mereka melakukannya untuk lucu-lucuan, atau untuk mendaptkan perhatian dan reaksi dari teman-temannya.
Meski begitu, subjek lain mengatakan jawaban yang lebih mengejutkan: 'Karena saya sudah merasa kalau hidup saya berantakan, makanya saya pengin membuatnya menjadi lebih berantakan".
ADVERTISEMENT
Mengenai jawaban-jawaban itu, Prof. Patchin angkat bicara.
"Ketika anak-anak muda mengalami cyber bullying, ada masalah yang perlu dipecahkan. Bahkan enggak menutup kemungkinan kalau pengirim bullying itu adalah orang yang sama," katanya.