news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Penyedia Jasa Joki Skripsi: Beberapa Anggota Kami adalah Dosen

16 Maret 2018 19:53 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi menulis (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menulis (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Gambaran skripsi sebagai sebuah momok menakutkan dalam jenjang perguruan tinggi, tentunya bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam narasi terburuknya, skripsi kerap diibaratkan sebagai sebuah fase terakhir yang rasanya tak mungkin dapat dilalui dengan mudah, jika memang tidak bisa dilalui sama sekali.
Entah sebuah anugerah atau justru kutukan, stigma kelam tentang proses penulisan skripsi tersebut, ternyata mampu menjadi tempat yang subur bagi berkembangnya 'industri' perjokian skripsi di tanah air.
Dengan sejumlah budget dan segenggam nyali, para mahasiswa tingkat akhir yang 'tersandung' oleh sulitnya menentukan topik, referensi, dan segala tetek bengek dari tugas 'sakral' tersebut, sedikit banyak bisa memperpanjang harapannya untuk lulus dan mendapat gelar, meski tak harus mengerahkan 100% tenaga dan pikiran.
Namun, cukup berbeda dengan tabiat penjual dan pembeli dalam industri penyedia jasa lainnya, joki skripsi ternyata membutuhkan keterlibatan dan kerjasama dari si klien, demi tercapainya keinginan dari kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
"Karena ada tiga pihak, saya, mahasiswa, dan dosen. Kalau mahasiswanya (klien) enggak bisa presentasi, saya katakan, yang lulus juga ada. Tapi yang dapat nilai A juga ada. Ini bisa lancar juga tergantung mahasiswanya," tutur Boy (nama samaran), seorang joki asal Yogyakarta yang bersedia membuka rahasia 'dapurnya' kepada kumparan (kumparan.com).
Ada etika dalam menulis email (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ada etika dalam menulis email (Foto: Thinkstock)
Proses pemilihan klien
Meski berbasis di Kota Pelajar, hal tersebut tak lantas membuat Boy menjadi urakan dalam menerima klien. Sebaliknya, ia justru terbilang sangat selektif dalam memilih calon klien yang meminta bantuan jasanya.
"Untuk klien kami saring dulu. Pertama dari jurusan, enggak semua jurusan bisa kami tangani. Biasanya kami tangani yang sosial. Kalau misalnya teknik, atau hal-hal yang berhubungan dengan laboratorium, kita enggak bisa. Juga dari tingkat kesulitannya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Tak henti sampai di situ, Boy juga menuturkan bahwa mengetahui latar belakang dan sifat si calon klien merupakan salah satu bahan pertimbangan yang sangat penting untuk diperhatikan, sebelum ia berani menyanggupi 'transaksi gelap' tersebut.
"Kita juga lihat karakter dari (calon) kliennya. Dari pembicaraan awal, kan, kelihatan seperti apa. Karena untuk pembuatan penelitian kita enggak bisa kayak bikin roti, harus ada proses diskusi, mahasiswanya harus aktif, kalau dia selalu enggak nangkep, kita juga enggak nerima," ungkap Boy.
Boy pun tidak segan memperlihatkan penggalan syarat dan ketentuan yang kerap ia sampaikan pada calon klien, sekaligus sebagai salah satu alat pemilihan klien. Menurutnya, salah satu tugas dari klien adalah terkait dengan pencarian dan pengumpulan data penelitian serta memeriksa dan memberi masukan atas draf yang telah dibuat oleh timnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia pun memastikan bahwa rahasia klien terjamin, serta draf yang dibuat untuk satu klien tidak akan digunakan untuk orang lain.
Penentuan tarif harga
Meski tidak bisa memberi tahu kumparan soal jumlah klien yang sudah mereka tangai hingga saat ini, Boy menjelaskan bahwa jasanya berkisar dari Rp 3,4 hingga Rp 4,5 juta untuk satu skripsi, tergantung dari tingkat kesulitan dari skripsi tersebut.
Selain itu, ia pun memasukkan beberapa hal lain seperti jumlah referensi, waktu, serta akreditasi kampus dari si klien itu sendiri ke dalam hitung-hitungan penentuan tarif harga.
ADVERTISEMENT
"Bisa lebih mahal dari itu, kalau pesan khususnya lebih banyak. Tapi jarang ada yang mau (dengan harga) di atas itu. Kompetitor, kan, harganya banyak yang di bawah kami," jelasnya.
"Tapi beberapa kampus kami enggak bisa (bantu). Ada beberapa kampus tertentu yang ketat, kita enggak bisa bantu dan kita sampaikan di awal. Karena selain standarnya ketat, dosennya itu benar-benar nanya ke mahasiswanya, kalau dia gagal langsung ganti proposal lagi. Jadi model-model kampus begitu kita enggak bisa," tambah boy.
Sementara itu, John (nama samaran), salah satu joki skripsi di kota Bandung, mengatakan bahwa pendapatan dari profesi tersebut cukup menggiurkan. Menurut penuturannya, dalam lingkaran sesama joki skripsi di kota Bandung, pendapatan seorang penyedia jasa tersebut bisa mencapai puluhan juta rupiah.
ADVERTISEMENT
"Dia (teman sesama joki) udah punya dua anak buah. Pendapatan bersihnya mencapai Rp 50 juta per bulan," ujar John menceritakan salah seorang temannya yang berprofesi sebagai seorang joki skripsi.
Kesalahan menulis e-mail berakibat fatal (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Kesalahan menulis e-mail berakibat fatal (Foto: Thinkstock)
Lebih memilih melayani pembuatan thesis
Ada yang menarik dari penuturan Boy. Kepada kumparan, Boy memiliki tim dengan anggota yang cukup banyak, yakni 10 hingga 11 orang. Boy juga menambahkan bahwa dia dan timnya memang lebih mencari pasar masahasiswa pascasarjana (S2) yang akan membuat thesis.
"Beberapa (anggota), sih, dosen memang," tambah dia.
Hal tersebut dipilihnya bukan tanpa alasan. Menurutnya, jenjang sarjana (S1) itu jauh lebih ketat dan prosesnya lama, jika dibandingkan dengan S2. Di samping itu, ia mengatakan bahwa rata-rata mahasiswa S2 sudah bekerja dan lebih paham dengan kondisi lapangan. Sementara, hal itu menurutnya tidak dimiliki oleh kebanyakan mahasiswa S1.
ADVERTISEMENT
"Pengalaman kami, kalau yang S1 itu dia banyak yang enggak paham dengan metodologi. Jadi terlalu banyak pertanyaan yang seharusnya selesai saat dia kuliah," lanjut Boy.
Dengan mekanisme yang diterapkannya selama ini, sepak terjang Boy dan 10 orang di timnya sebagai joki skripsi bisa dibilang mulus. Dari pengakuannya, tidak pernah sekali pun usahanya tersebut ketahuan dan menjadi bulan-bulanan pihak kampus.
"Makanya kami seleksi di awal untuk antisipasi itu. Masalahnya, kan, gini, kalau mahasiswa itu mungkin IQnya enggak nyampe, tapi kami sudah buatkan bagus, itu justru akan ketahuan," jelas Boy.
"Maka dari itu kami enggak terima orang yang sejak awal kami ajak ngobrol sudah enggak paham atau malas, itu sudah jelas enggak akan kami terima. Kami akan cari 1001 alasan untuk menolak (permintaan) orang itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski prosedur yang mereka terapkan untuk memilih klien terdengar cukup rumit, Boy mengaku bahwa semua proses tersebut dilakukan secara online dan tidak pernah ada tatap muka.
Well, terkait pemaparan Boy dan John, kehadiran fenomena joki skripsi ini tentunya tidak bisa hanya dilihat secara setengah-setengah, misalnya, dengan menyalahkan para penyedia jasa saja. Karena, bagaimana pun mereka dapat bergerak dikarenakan adanya permintaan dari pelanggan.
Daripada repot-repot mengeluarkan uang dengan nominal yang banyak hanya untuk skripsi, kenapa kita enggak menikmati sendiri semua prosesnya? Ya, selain karena hanya terjadi sekali seumur hidup, kita juga bakal merasa lebih puas dengan hasil yang didapat, entah itu baik atau buruk.
Karena pada akhirnya, semua proses yang kita jalani selama kuliah akan jadi cerita tersendiri buat kita dan teman-teman selama di kampus. Enggak mau, dong, kamu menyampaikan cerita bohong pada teman dan orang terdekat secara berulang-ulang?
ADVERTISEMENT