Psikolog: Kecanduan Main Game Bikin Aktivitas Terganggu

10 Oktober 2018 17:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Main Game Online 1 (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Main Game Online 1 (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan kecanduan main game sebagai penyakit. Karena sifatnya penyakit, hendaknya kamu memahami ciri-cirinya agar bisa disembuhkan.
ADVERTISEMENT
Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan kecanduan game ketika ia kehilangan minat terhadap aktivitas lainnya. Selain itu, Vera juga menyebut tanpa adanya gawai, seseorang itu bakal merasa gelisah.
“Ketika tanpa gawai masih bicara terus tentang (hal) yang berhubungan dengan gadget. Emosi berlebihan jika dijauhkan dari gadget atau diajak bicara soal penggunaan gadget. Berbohong tentang penggunaan gadget,” jelas Vera.
Vera tak menampik dari penyakit kecanduan game ini dapat menimbulkan dampak tertentu bagi seseorang, baik bagi kehidupannya sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Karena saking senangnya main game, aktivitas seseorang yang kecanduan game jadi terganggu.
“Seperti aktivitas istirahat, olahraga, belajar, mengerjakan tugas sekolah, dan kehadiran di sekolah yang semuanya berdampak pada penurunan pencapaian belajar di sekolah,” kata Vera.
ADVERTISEMENT
Psikolog di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia itu melanjutkan, dalam beberapa kasus anak sampai jadi enggan datang ke sekolah. Lebih parahnya, Warta Bromo mencatat, bahkan ada pelajar yang sampai mencuri di rumah anggota TNI karena kecanduan game.
Dalam kasus pencurian itu, sang pelajar dikabarkan memiliki hobi bermain game online di warnet dekat rumahnya. Karena uang sakunya dirasa tak cukup untuk mendanai hobinya, ia kemudian mencuri agar tetap punya uang untuk bermain game.
Selain karena berdampak pada penurunan pencapaian belajar, Vera juga menyoroti dampak kecanduan game yang bisa merusak sosialisasi seseorang.
“Sosialisasi juga terganggu karena anak lebih memilih interaksi online via game daripada sosialisasi aktif di dunia nyata,” pungkasnya.